Tagar #KaburAjaDulu, Sentilan untuk Pemerintah yang Acakadut?
#KaburAjaDulu adalah sebuah tagar yang baru-baru ini viral di media sosial. Terutama di platform semisal X (sebelumnya Twitter) dan TikTok. Tagar ini digunakan oleh generasi muda Indonesia untuk mengekspresikan keinginan mereka pindah ke luar negeri demi mendapatkan peluang yang lebih baik dalam pendidikan dan karir.
Penggunaan tagar ini mulai muncul pada Desember 2024 dan awalnya berfungsi sebagai ruang diskusi konstruktif. Para pengguna berbagi tips tentang cara mendapatkan pekerjaan di luar negeri, informasi beasiswa, estimasi gaji, serta wawasan mendalam tentang tantangan adaptasi budaya di negara tujuan. Namun, seiring waktu, #KaburAjaDulu telah berubah menjadi wadah bagi generasi muda untuk mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap berbagai masalah dalam negeri, semisal kenaikan harga kebutuhan pokok, beban pajak, dan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan.
Fenomena ini juga dikaitkan dengan “brain drain”, di mana talenta-talenta Indonesia memilih untuk pindah ke negara lain demi mencapai standar hidup yang lebih baik. Negara-negara semisal Jerman, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia, sering direkomendasikan sebagai tujuan ideal oleh para netizen yang menggunakan tagar ini.
Selain itu, beberapa tokoh masyarakat dan pengamat sosial menilai bahwa tren #KaburAjaDulu mencerminkan kekecewaan kolektif generasi muda terhadap situasi dalam negeri dan mengindikasikan perlunya perbaikan dalam berbagai sektor untuk mencegah kehilangan sumber daya manusia berkualitas.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, melihat fenomena ini sebagai tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih baik di dalam negeri. Ia tidak memermasalahkan warga yang ingin bekerja di luar negeri untuk meningkatkan keterampilan, asalkan kembali dan membangun Indonesia.
“Ini tantangan buat kita kalau memang itu adalah terkait dengan aspirasi mereka,” kata Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (17/2/2024).
“Ayo pemerintah create better jobs (ciptakan pekerjaan yang lebih baik, red), itu yang kemudian menjadi catatan kami dan concern (perhatian, red) kami,” tambahnya.
“Memang di satu sisi saya lihat kesempatan kerja di luar memang ada, ya. Jadi semangatnya bukan kabur sebenarnya,” tambahnya lagi.
“Jadi kalau memang ingin untuk meningkatkan skill dan ada peluang kerja di luar negeri, kemudian kembali ke Indonesia bisa membangun negeri, ya tidak masalah,” pungkas Yassierli.
Sedangkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, memberikan tanggapan santai terhadap tren ini. Ia menyatakan bahwa jika ada yang ingin “kabur”, maka dipersilakan, bahkan ia menyarankan agar tidak kembali lagi.
“Mau pergi, ya silahkan saja. Kalau memang tidak ingin kembali, juga tidak masalah,” ujar Immanuel.
Tanggapan Mahasiswa
Salah satu mahasiswa di Jakarta, Ridwan, mengatakan, keinginan untuk pergi ke negara lain itu biasanya dilatari alasan untuk meningkatkan skill (keterampilan) dan pendapatan, karena di Indonesia dirasa masih kurang. “Menurut saya, kabur ke negara lain di saat seperti ini memang menjadi suatu alasan untuk meningkatkan skill dan pendapatan,” kata Ridwan.
Mahasiswa lain, Kanzul Rakib, mengatakan bahwa saat ini pemerintah Indonesia tidak bisa menjamin mahasiswa yang lulus kuliah mendapatkan pekerjaan. “Pemerintah Indonesia tidak bisa menjamin kalau misalnya kita selesai kuliah kita akan dapat pekerjaan. Makanya, hastag #KaburAjaDulu yang viral di media sosial itu karena memang ada keresahan mahasiswa. Banyak mahasiswa yang memberikan tanggapan positif atas orang-orang yang berhasil di luar negeri,” kata Kanzul.
Kanzul mengungkapkan, pemerintah seharusnya memberikan kepastian kepada mahasiswa dan memberikan fasilitas berupa pengalaman kerja. “Pemerintah harus memberi kepastian mahasiswa-mahasiswa yang kuliah itu diberi fasilitas berupa pengalaman kerja, atau pemerintah bisa melakukan kerja sama dengan kampus-kampus untuk mencari potensi mahasiswa, dan bisa dikasih kesempatan untuk magang di kantor-kantor pemerintahan,” tambah Kanzul.
Tanggapan Pengusaha UMKM
Bagaimana pelaku UMKM menanggapi fenomena #KaburAjaDulu? Akbar, salah satu pengusaha di Pasar Tanah Abang, mengungkapkan, jika orang-orang yang memiliki skill pergi ke luar negeri, maka hal itu dapat mengganggu perputaran ekonomi. “Pengusaha secara keseluruhan di Indonesia ini ditopang dari perilaku konsumtif masyarakat Indonesia. Kalau pada akhirnya masyarakat dengan penghasilan lumayan (besar) itu pada kabur ke luar negeri, nah otomatis yang akan memutar ekonomi di Indonesia itu siapa? Orang kelas bawah otomatis menahan diri, dong. Duitnya aja nggak ada, gimana mau belanja? Orang-orang yang ‘kabur dulu aja’, ini pasti mereka yang punya skill, punya uang, gitu. Artinya, mereka kan orang-orang yang banyak pilihan, ketimbang orang-orang yang kelas bawah itu yang nggak punya pilihan selain tetap stay, kan? Nah otomatis itu akan mengganggu perputaran ekonomi Indonesia itu sendiri,” jelas Akbar.
Akbar lantas menanggapi statement Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, yang mengatakan, jika ada yang ingin “kabur”, maka dipersilakan, bahkan disarankan agar tidak kembali lagi. Menurut Akbar, seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan statement seperti itu.
“Sebagai wakil menteri seharusnya tidak mengeluarkan statement seperti itu. Seharusnya menenangkan masyarakat, biar nggak banyak dirugikan, karena toh orang-orang pada mikir kayak gitu karena kebijakan mereka sendiri. Harusnya pemerintah ngasih kepastian, dari segi ekonomi, dari segi seluruh aspek kehidupan, agar mereka tetap memilih untuk stay di Indonesia,” ujar Akbar.
Menurut dia, karena salah menentukan kebijakan, Indonesia banyak kehilangan orang-orang yang memiliki skill. “Karena kebijakan mereka, kita jadi kehilangan orang-orang yang punya skill, (dan) orang-orang yang punya (banyak) uang,” pungkas Akbar.
Fenomena maraknya muncul keinginan untuk pindah ke luar negeri juga dihubungkan dengan kian tipisnya nasionalisme dan cinta tanah air. Menanggapi hal itu, Prof. Dr. Mahfud MD pada 20 Februari 2025, seperti dikutip dari akun X pribadinya, menyampaikan bahwa rasa cinta tanah air bisa luntur karena kesewenang-wenangan dan ketidakadilan. “Rasa cinta tanah air bisa luntur bila di negara sendiri tumbuh kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan lemahnya perlindungan HAM. Kalau hal itu yang terjadi, bisa muncul pikiran bahwa di negara sendiri hidup tak nyaman dan tak nyaman, enak di negara orang. Menyeruaklah tagar, ‘Kabur Aja Dulu’,” tulis Mahfud.
Tanggapan Sosiolog
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Abdi Rahmat, M.Si mengungkapkan, ini adalah gerakan sosial atau gerakan protes yang didorong karena kekecewaan terhadap situasi sosial. “Tagar #kaburajadulu secara sosiologis dapat dilihat sebagai fenomena gerakan sosial. Gerakan sosial yang dalam skala tertentu berupa gerakan protes (protest movement). Gerakan sosial atau gerakan protes biasanya didorong oleh kekecewaan terhadap situasi sosial (social grievances). Kekecewaan dalam konteks gerakan #KaburAjaDulu adalah kekecewaan yang dialami terutama oleh anak-anak muda Indonesia terhadap kondisi ekonomi, politik, dan hukum di Indonesia yang bermasalah dan mengecewakan. Kondisi tersebut membuat mereka pesimis dengan masa depan mereka di Indonesia,” ungkapnya.
Ia mengatakan, gerakan ini adalah protes terhadap pemerintahan baru. Sebab, awalnya mereka menaruh harapan karena gagasan-gagasan dan semangat pemerintah untuk mendorong kebangkitan dan kemajuan Indonesia, namun harapan itu mulai sirna karena beberapa kebijakan di awal pemerintahan yang acakadut.
“Dimensi protes dalam gerakan ini adalah protes terhadap pemerintahan baru (pemerintahan Prabowo-Gibran) yang awalnya mereka masih menaruh harapan, terutama terhadap Prabowo karena gagasan-gagasan dan semangatnya untuk kebangkitan dan kemajuan Indonesia, namun mulai sirna karena beberapa kebijakan di awal pemerintahan yang dinilai acakadut, didominasi oleh kepentingan elit dan oligarki, dan tidak mencerminkan suatu pemerintahan yang berkomitmen terhadap kemajuan Indonesia. Hal tersebut terlihat dari kisruh distribusi gas 3 kg, pagar laut, sampai yang terakhir efisiensi anggaran yang berdampak terhadap banyak sektor dan berbagai lapisan,” jelasnya.
Tanggapan WNI di Jepang
Menurut Widi, salah satu WNI yang saat ini sedang di bekerja Jepang, tagar #KaburAjaDulu ini adalah bentuk protes anak muda yang saat ini berada di Indonesia. Dan hal itu sah-sah saja. “Ini adalah bentuk protes warga atau pun anak muda yang saat ini berada di Indonesia dan itu sah-sah saja sebagai bentuk kegelisahan mereka atau sebagai bentuk protes mereka terhadap kebijakan pemerintah yang ada saat ini,” ucapnya.
Widi menyambut baik jika ada warga Indonesia yang ingin pergi bekerja ke luar negeri, tetapi harus mempunyai skill. “Terkait tagar itu dan disambungkan dengan ingin pergi ke luar negeri, ya kalau saya pribadi ya justru welcome. Yang penting tidak pergi cuma dengan pergi aja, tetapi harus memang ada skill yang dia punya dan bidang yang akan dia kerjakan,” ujar Widi.
Bahkan, saat pulang ke tanah air, Widi menyarankan teman-temannya agar bisa bekerja dulu di luar negeri minimal lima tahun. “Jadi nanti setelah sampai di luar negeri pun dia bisa membangun karirnya di sana. Bahkan saya pun kebetulan saat ini bekerja sebagai perawat, ketika pulang itu ya menyarankan ke teman-teman, kalau bisa bekerja dulu di luar negeri minimal lima tahun, kerana dengan itu mereka bisa upgrade skill, upgrade certified, dan banyak hal bisa dicapai di dalam waktu lima tahun itu. Setelahnya, silakan mau kembali ke Indonesia atau pun lanjut ke luar negeri ketika mereka sudah mendapatkan banyak portofolio. Jadi banyak pilihan,” jelas Widi.
“Kalau misalnya mereka cuma ingin ke luar negeri hanya karena ingin lari dari masalah yang ada sekarang, itu bukan jaminan juga, karena ketika di luar negeri pun tantangannya banyak. Apalagi kalau kita tidak punya skill, baik skill bahasa, skill pekerjaan yang akan kita tuju, malah nanti jadinya nambah masalah. Maka, untuk tagar #KaburAjaDulu saya kira boleh-boleh aja temen-teman yang ingin ke luar negeri asal punya skill. Jangan hanya ingin lari dari masalah,” pungkas Widi.
Tanggapan WNI di Korea
WNI yang saat ini sedang bekerja di Seoul Korea, Iqbal Muharam, menyampaikan, #KaburAjaDulu ini merupakan bagian dari kebebasan berekspresi. “#KaburAjaDulu itu bagian dari kebebasan berekspresi yang dilindungi hukum, dan itu pilihan bebas bagi siapa pun rakyat Indonesia,” ujar Iqbal.
Ia menyampaikan, di luar negeri juga sama saja. Tidak ada jaminan kepastian. Tetapi di luar negeri kita bisa mendapatkan sudut pandang dan peluang yang berbeda.
“Kalau alasannya karena merasa di Indonesia tidak ada kepastian, sebenarnya di luar negeri juga sama saja, tidak menjamin kepastian. Tetapi setidaknya di luar negeri kita bisa mendapatkan sudut pandang dan peluang yang berbeda tentang hidup dan penghidupan,” lanjutnya.
Menurut dia, negara harus terus mengevaluasi peranannya, dan meyakini gagasan itu adalah kritik yang membangun. “Menurut opini saya, negara harus terus mengevaluasi peranannya. Jika ada anak-anak muda yang menggagas #KaburAjaDulu untuk berkarya, sebaiknya didukung. Jangan dicela. Saya meyakini gagasan itu adalah kritik yang membangun, yang berdasarkan atas cinta pada diri dan tanah airnya,” pungkasnya.
Tanggapan WNI di Arab Saudi
Aji Teguh, WNI yang saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan komunikasi di Arab Saudi, menyampaikan, ia mendukung generasi-generasi terbaik untuk berkarya di level global. “Pandangan saya dengan #KaburAjaDulu sangat mendukung dan mendorong generasi-generasi terbaik untuk berkarya di level global, khususnya di saat negara Indonesia belum mampu untuk memenuhi lapangan kerja yang layak kepada seluruh rakyat (angkatan kerja), dan juga negara belum mampu memberikan environment yang kondusif bagi warga negara yang mau berbisnis (terlalu banyak pungli dan korupsi yang menggurita),” tuturnya.
Tanggapan MUI
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Arif Fahruddin, mengatakan, penyampaian dari ‘Kabur Aja Dulu' melalui media sosial maupun demonstrasi merupakan hak demokrasi yang dijamin oleh undang-undang. Tetapi tidak boleh keluar dari koridor akhlak. “Jadi kami berharap agar penyampaian aspirasi melalui media sosial dan demonstrasi tidak boleh keluar dari koridor akhlak yang mulia. Demonstrasi pun ada akhlaknya. Kita silakan demo dan dijamin untuk demo,” kata Kiai Arif dikutip dari laman MUI.
Kiai Arif menekankan, penyampaian aspirasi baik di media sosial maupun dengan cara demonstrasi diperbolehkan, tetapi tidak boleh lepas dari dimensi akhlakul karimah. “Bahkan di media sosial pun ucapan-ucapan, konten-kontennya atau narasinya, tidak boleh terlepas dari dimensi akhlak mulia. Dari pemangku kebijakan, dalam hal ini pemerintah, bisa dipandang sebagai sebuah suara rakyat, sangat-sangat direspons dengan bijak,” ujarnya.
“Insya Allah kalau dua-duanya ini dengan cara yang bijaksana, yang bawah tidak anarkis, pemerintah juga tidak alergi (dan) represif, insya Allah menjadi media komunikasi yang positif saja. Yang punya aspirasi dipersilakan, dan pemerintah ya merespons dengan bijak,” tegas KH Arif Fahruddin.
Secara keseluruhan, #KaburAjaDulu bukan sekadar tagar, tetapi juga menggambarkan aspirasi dan keresahan generasi muda Indonesia yang menginginkan perubahan dan perbaikan kondisi hidup di tanah air. Pemerintah harus menyadari bahwa menekan atau mengabaikan gerakan ini bukanlah solusi. Justru, ini adalah kesempatan bagi negara untuk berbenah, mendengarkan aspirasi rakyat, dan mengambil kebijakan yang lebih berpihak kepada kesejahteraan masyarakat. Jika tidak, maka bukan hanya gerakan ini akan semakin kuat, tetapi juga ketidakpercayaan publik terhadap negara akan mencapai titik yang lebih mengkhawatirkan.