Tak Hanya Gaza, Penjajah Juga Blokade Total Masjid Suci Al-Aqsa
Saat ini, telah lima hari berturut-turut pasukan penjajah Israel menutup Masjid Al-Aqsa secara total. Blokade total Masjid Suci Al-Aqsa itu dilakukan pasukan penjajah Israel sejak Jumat, 13 Juni 2025. Penutupan tersebut dilakukan hanya beberapa jam setelah serangan udara penjajah Israel ke wilayah Iran, dan menjadi bagian dari status darurat yang diumumkan menyusul respons berupa serangan rudal balistik dari Teheran.
Pasukan penjajah Israel juga memaksa jamaah meninggalkan Masjid Al-Aqsa setelah shalat subuh dan mencegah mereka tetap berada di dalam masjid, tanpa memberikan alasan apa pun. Penutupan total tersebut tidak hanya mencakup Masjid Al-Aqsa, tetapi juga Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre) serta seluruh kawasan kota tua Al Quds.
Penjajah Israel menyebut langkah itu sebagai “tindakan keamanan”. Namun, banyak pihak menilai alasan tersebut sebagai kedok untuk memerluas kendali atas situs suci, khususnya Al-Aqsa. Semua jamaah Muslim — termasuk penduduk kota tua — dilarang memasuki kawasan masjid dan sekitarnya. Seluruh gerbang utama disegel rapat.
Toko-toko dan pedagang di kota tua terpaksa tutup. Ironisnya, akses bagi pemukim ilegal Yahudi justru dibuka lebar. Bahkan, mereka diperbolehkan melakukan ritual di sekitar Tembok Barat dan titik lainnya.
Aparat penjajah Israel juga memerketat penjagaan di seluruh wilayah timur Al Quds, mendirikan pos pemeriksaan tambahan, dan menggunakan peluru tajam serta flare yang menyebabkan sejumlah warga sipil Palestina terluka.
Hamas mengecam keras penutupan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk eskalasi “perang agama”. Kepala Biro Politik Hamas, Haroun Nasser al-Din, menegaskan bahwa Masjid Al-Aqsa adalah milik eksklusif umat Islam, dan menolak semua klaim yang dilontarkan oleh penjajah Israel.
Pengamat politik Dr. Ali Ibrahim turut mengritik dalih “keamanan” yang digunakan penjajah Israel, dan menilai hal itu sebagai kedok untuk menjalankan perubahan jangka panjang, termasuk mencampuri pengelolaan Wakaf Islam dan membentuk pengawasan penuh atas Al-Aqsa.
Melanggar Status Quo
Penutupan total Masjid Al-Aqsa ini merupakan yang pertama sejak masa pandemi COVID-19 pada Maret 2020. Tindakan ini dianggap melanggar Status Quo yang telah disepakati sejak lama, yaitu perjanjian tidak tertulis tentang pengelolaan dan akses kawasan Al-Aqsa.
Sejumlah pelanggaran terhadap Status Quo juga pernah terjadi. MIsalnya menggunakan detektor logam pada Juli 2017, serta konfrontasi besar antara polisi penjajah Israel dengan jamaah Muslim pada April 2023 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Paskah Yahudi.
Secara hukum internasional, pengelolaan Masjid Al-Aqsa berada di bawah mandat Hashemite Yordania, yang tidak bisa diubah secara sepihak oleh penjajah Israel.
Reaksi Dunia Islam dan Internasional
Lembaga Wakaf Al Quds dan Kementerian Urusan Agama Palestina mengecam keras langkah itu, dan menyerukan kepada dunia Islam untuk segera bertindak demi menyelamatkan Masjid Al-Aqsa.
Hamas juga menyerukan mobilisasi rakyat Palestina Tepi Barat untuk memertahankan kehadiran Muslim di Al-Aqsa sebagai bentuk perlawanan sipil.
Sementara itu, hingga kini belum ada pernyataan tegas dari organisasi internasional maupun PBB, meski pun banyak pihak menyatakan kekhawatiran bahwa pembiaran ini dapat membuka jalan bagi perubahan status spiritual dan demografis Masjid Al-Aqsa.
Penutupan Masjid Al-Aqsa selama lima hari ini bukan sekadar tindakan keamanan darurat. Langkah ini menggambarkan strategi sistematis penjajah Israel untuk memerkuat kendali atas situs suci umat Islam, dengan memanfaatkan ketegangan geopolitik — khususnya konflik dengan Iran. Dengan disertai legalisasi aktivitas ritual penduduk ilegal Yahudi dan operasi militer di sekitarnya, tindakan ini mengarah pada upaya perebutan status Al-Aqsa.