Tarbiyah Cinta dari Umar bin Khattab
Saat menciptakan manusia maka Dia mengujinya. Dibuatkan hati manusia yang tak hanya bisa mencintai Dirinya, namun juga mampu mencintai selain-Nya. Ada yang dibolehkan untuk dicintai sesuai kadarnya dan ada pula yang sama sekali terlarang.
Seorang lelaki boleh mencintai perempuan dan bahkan ia diurutkan pada urutan pertama sebagaimana ayat 14 di surah Ali Imran, dan setelahnya adalah mencintai anak-anak, begitu seterusnya hingga cinta kepada harta benda dan kendaraan.
Tiba-tiba Umar bin Khattab datang menjumpai Sang Kekasih, Rasulullah ﷺ seraya berucap mantap,
“Sungguh engkaulah wahai Rasulullah, orang yang paling kucintai melebihi segala apapun selain diriku.”
Ia sungguh-sungguh telah menyampaikan bukti pengagungannya kepada Rasulullah ﷺ namun lekas Rasulullah ﷺ menjawab,
“Tidak bisa, wahai Umar. Demi jiwaku yang berada di Tangan-Nya, hingga Aku lebih kamu cintai daripada dirimu sendiri.”
Tapi jiwa Umar bukanlah jiwa kerdil dan sembarangan. Jiwanya telah menjadi agung karena kesungguhannya dalam beriman hingga Allah pun mengagungkannya. Tak sampai sedetik, bahkan tak perlu ia berpikir-pikir kembali selekas itu pula ia menukas,
“Sungguh sekarang engkaulah orang yang paling aku cintai melebihi diriku sendiri.”
Barulah Sang Kekasih tenang. Lalu dengan tegas mengatakan,
“Nah, sekarang baru benar keimananmu, wahai Umar!”
Maka selesai sudah episode tentang tarbiyah cinta, dari mana ia datang, kepada siapa ia dihadiahkan, dan kemana ia wajib diarahkan?
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, maka gerangan rahasia dan hikmah apa sampai-sampai Allah begitu mengatur dan mengendalikan arah cinta yang Dia ciptakan buat manusia?
Kenapa harus ada sesuatu yang dicintai dan wajib dicintai melebihi apapun hingga keimanan pun tak akan sah jika masih menduakan?
Kenapa ada yang sama sekali dilarang untuk mencintainya, dan bahkan para pencintanya bisa kekal dalam kesengsaraan neraka?
Lalu kenapa pula ada hal-hal yang boleh dicintai namun sekadar dan seperlunya saja? Boleh tapi berbatas.
Jawaban dari rahasia dan hikmahnya adalah saat kita merasakan luka dan perih dalam hati di suatu waktu, saat tiba-tiba Allah mencabut dan menghalangi cinta kita kepada sesuatu selain Diri-Nya.
Bahwa Allah sangat tidak suka dan sangat cemburu melihat ada manusia mengarahkan cintanya kepada selain Diri-Nya. Sehingga jika Dia berkehendak, maka akan Dia hukum manusia dengan keperihan dan luka dalam hati dengan cara terhalang meraih apa yang ia cintai secara berlebihan melebihi cintanya kepada Allah.
Maka, Tak akan ada perih dan luka hati yang menyesakkan selain saat seseorang terhalang menikahi orang yang ia inginkan dan ia cintai.
Tak akan ada perih dan luka hati yang menyakitkan selain saat seseorang tak mampu meraih apa yang ia citakan.
Semua keinginan meraih apa yang kita cintai tersebut akan menggores luka dan menoreh keperihan dalam jiwa saat ia terhalang. Itulah hukuman dari Allah kepada kita saat salah dalam mengarahkan cinta. Luka yang membuahkan rasa kecewa, dan perih yang menumbuhkan rasa kesal.
Tapi bila telah benar arah cinta kita, maka sungguh Allah telah siapkan hadiah mewah buat diri kita. Hadiah berupa ketentraman jiwa dan ketenangan hati, dialah hadiah yang disebut oleh Rasulullah ﷺ sebagai hadiah “halaawatul iman”.
Tapi tak semua orang Allah berikan hadiah mewah ini. Ia adalah hadiah khusus buat orang-orang istimewa saja. Orang-orang yang mampu membuktikan dirinya dengan tiga tanda,
Saat tak ada yang lebih mereka cintai selain Allah dan Rasul-Nya.
Saat mereka mencintai sesamanya hanya karena Allah.
Saat mereka membenci kemaksiatan sebagaimana mereka membenci jika dikembalikan ke dalam api neraka.
Apapun, tak selayaknya menggeser cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya.