Tiga Puluh Enam Tahun Berdirinya Hamas Bertepatan dengan Pecahnya Gerakan Intifada
Gerakan perlawanan Islam yang dikenal sebagai Harakat al-Muqawama al-Islamiyya (HAMAS) itu didirikan oleh Syaikh Ahmad Yassin bersama dengan beberapa anggota Ikhwanul Muslimin, di antaranya Dr. Abdel Aziz Al-Rantisi, Dr. Mahmoud Al-Zahar, dan lain-lain. Gerakan itu bertujuan untuk membebaskan Palestina dan mengembalikan para penduduk ke tanah yang dulu pernah mereka miliki, tempat mereka mengungsi selama Nakba tahun 1948.
Hamas mengatakan bahwa pihaknya tidak berkonflik dengan kaum Yahudi karena berbeda keyakinan. Namun, mereka berkonflik dengan kaum Zionis yang menjajah Palestina dan bertujuan mendirikan negara Israel.
Pendirian Organisasi
Hari ini 36 tahun yang lalu, tepatnya 14 Desember 1987, dilakukan pengumuman pertama didirikannya Hamas. Hamas tidak percaya adanya hak apa pun bagi orang-orang Yahudi di Palestina, dan menganggap bahwa bagi orang-orang Yahudi hal ini bukan merupakan perselisihan hanya karena mereka berbeda keyakinan, melainkan karena mereka juga termasuk penduduk Palestina.
Hamas menganggap konfliknya dengan penjajah Israel sebagai “konflik eksistensi bukan konflik perbatasan”, dan memandang Israel sebagai bagian dari proyek “kolonial Zionis Barat” yang bertujuan untuk mengusir warga Palestina dari rumah mereka dan memecah-belah kesatuan dunia Arab. Oleh karena itu, Hamas percaya bahwa jihad dengan berbagai bentuknya adalah cara untuk membebaskan wilayah Palestina, dan mengatakan bahwa negosiasi perdamaian dengan penjajah Israel hanya membuang-buang waktu dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina. Hamas menilai proses perdamaian yang dilakukan oleh negara-negara Arab pasca Konferensi Madrid tahun 1991 adalah salah.
Hamas aktif dalam bidang keagamaan, politik, dan kesadaran sosial. Para pemimpin politiknya tersebar di Palestina dan luar negeri, dan mendapat dukungan dari sejumlah lembaga internasional.
Baca juga: Veto Resolusi PBB, Amerika Kian Menunjukkan Standar Ganda dalam Melihat Palestina
Aksi Militer
Aksi militer yang dilakukan oleh gerakan Hamas merupakan arah strategis untuk menjaga api perjuangan tetap menyala dalam menghadapi “Zionis Israel” dan mencegah penjajahan yang semakin meluas serta adanya proyek memecah belah negara-negara Arab, dan Islam yang komprehensif. Hamas adalah pendorong utama Intifada Pertama dan memainkan peran penting dalam Intifada Al-Aqsa tahun 2000.
Hamas melakukan banyak operasi militer melalui sayap militernya yang dikenal dengan nama “Brigade Izzuddin al-Qassam”, dan operasi syahidnya memicu kontroversi internasional yang tercermin dalam perjuangan rakyat Palestina.
Politik dan Pemerintahan
Sejak tahun 2007, Hamas telah memerintah di Jalur Gaza setelah memenangkan mayoritas kursi pada pemilihan parlemen Palestina tahun 2006, dan mengalahkan organisasi politik Fatah yang saat ini berkuasa di wilayah Tepi Barat, Palestina. Hamas secara politis menguasai Jalur Gaza dengan wilayah seluas sekitar 365 km persegi (141 mil persegi) yang merupakan rumah bagi lebih dari dua juta orang yang diblokade oleh Zionis Israel.
“Kami tidak akan melepaskan satu inci pun tanah air Palestina, apa pun tekanan yang terjadi saat ini dan berapa pun lamanya penjajahan,” kata Khaled Meshaal, salah satu petinggi Hamas, dalam pengasingannya pada tahun 2017.
Amerika Serikat memasukkan Hamas ke dalam daftar teroris, mengingat perlawanan yang mereka lakukan di wilayah Palestina terhadap Zionis Israel adalah sebuah “aksi teroris” menurut Amerika Serikat. Sehingga, Amerika Serikat memberikan lampu hijau kepada pemerintah penjajah Israel untuk menyingkirkan Hamas dengan cara mereka sendiri dan melikuidasi Hamas secara permanen.
Baca juga: Peningkatan Serangan Zionis Israel Jadikan Gaza Tempat Paling tidak Aman di Dunia
Kepemimpinan
Hamas memiliki sejumlah badan kepemimpinan yang menjalankan berbagai fungsi politik, militer, dan sosial. Kebijakan umum ditetapkan oleh badan konsultatif, sering disebut biro politik, yang beroperasi di beberapa negara. Komite lokal menangani permasalahan akar rumput di Gaza dan Tepi Barat.
Ismail Haniyeh saat ini menjabat sebagai pemimpin politik, menggantikan pemimpin lama Khaled Meshaal pada tahun 2017. Haniyeh telah beroperasi dari Doha, Qatar, sejak tahun 2020, kabarnya karena Mesir membatasi pergerakannya untuk keluar dan masuk dari Jalur Gaza. Urusan sehari-hari di Gaza diawasi oleh Yahya Sinwar, yang sebelumnya mengepalai sayap militer Hamas dan menjalani hukuman dua puluh dua tahun di penjara Israel.
(Sumber: Al Jazeera Mubasher)