Universitas Muhammadiyah Jakarta Dorong Revisi UU Penyiaran Dilanjutkan
Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 atau UU Penyiaran telah berusia lebih dari 22 tahun. Maka, UU Penyiaran sudah saatnya diamandemen, mengingat usianya yang telah panjang sedangkan teknologi digital terus berkembang pesat, sehingga dikhawatirkan UU tersebut sudah tidak lagi up to date. Belum dilakukannya amandemen atas UU Peniaran itu kini menjadi salah satu tantangan bagi lembaga penyiaran di Indonesia.
Menyikapi hal itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si, mendorong pemerintah, khususnya DPR RI, agar segera membahas amandemen UU Penyiaran. Hal itu ia sampaikan saat memberikan sambutan dalam acara Kick Off Konferensi Penyiaran Indonesia 2024 di Auditorium dr. Syafri Guricci, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Cirendeu, Kamis (4/7/2024).
“Amandemen UU Penyiaran sampai saat ini masih belum ada tanda berakhir, penyelesaian, atau wujud UU yang baru. Padahal usianya sudah lebih dari 22 tahun,” kata Ma’mun.
Menurut Ma’mun, aturan penyiaran sangat penting. Terlebih berkaitan dengan pengukuhan ideologi bangsa Indonesia. Ma’mun mengaku risau dengan perkembangan penyiaran, khususnya karena kehadiran platform media baru. Banyak konten siaran yang tidak bisa dikontrol, misalnya saja perihal LGBT.
“Penting adanya pembahasan terkait UU Penyiaran baru supaya komprehensif dan tetap mengedepankan khas Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UU NRI 1945,” tegas Ma’mun.
Baca juga: Unlimited Qur'an Miracles, Kuatkan Nilai-Nilai Al Qur’an di Semua Lini Hidup
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, membenarkan pernyataan itu. Ia mengakui, KPI Pusat belum menerima naskah RUU Penyiaran.
“Kami tidak tahu RUU dari baleg (badan legislatif) akan dibahas pemerintah di periode ini atau periode selanjutnya,” kata Ubaidillah.
Acara Kick Off Konferensi Penyiaran Indonesia 2024 itu juga diisi seminar bertajuk “Opportunnities and Challenges of Indonesian Broadcasting Industry in The Digital Transformation Era”. Seminar tersebut menghadirkan para pakar yang membahas tren dan tantangan serta peluang industri media penyiaran secara global. Tampil sebagai pembicara utama (keynote speaker) pada seminar yaitu Direktur Jenderal Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kemenkominfo RI, Wayan Toni Supriyanto, S.T., MM.
Konferensi Penyiaran Indonesia merupakan gelaran rutin Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang kali ini menggandeng Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ dan Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APIK PTMA).
Penyelenggaraan acara di UMJ itu disambut baik oleh Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Muchlas, MT. Ia pun mengucapkan terima kasih atas jalinan kerja sama UMJ dan KPI dalam penyelenggaraan acara tersebut.
“Atas nama persyarikatan Muhammadiyah, kami bangga dan mengucapkan terima kasih kepada KPI yang bekerja sama degan UMJ menyelenggarakan konferensi,” ucapnya.
Baca juga: Bersama Prima DMI Jakarta, UPZ Al-Ittihaad Tebet Gelar “Super Camp” untuk Anak Yatim/Dhuafa Binaan
Muchlas juga menyambut baik kerja sama yang disepakati oleh UMJ, KPI, APIK PTMA, dan Prodi Ilmu Komunikasi. Muchlas menilai, melalui kerja sama itu, muncul potensi besar karena PTMA di seluruh Indonesia jumlahnya 172 serta 58 Program Studi Ilmu Komunikasi yang tergabung dalam APIK PTMA.
“Kerja sama PTMA bisa dalam berbagai bentuk seperti program magang mahasiswa, riset bersama, konferensi, dan lainnya. KPI juga barangkali bisa membuat program KPI Goes to Campus. Saya kira ini sangat baik. Ini potensi besar untuk menjalin kerja sama,” kata Muchlas.
Muchlas yang juga Rektor Universitas Ahmad Dahlan itu lantas menyoroti perubahan kebiasaan masyarakat yang didominasi oleh generasi milenial dan generasi z akibat adanya transformasi digital. Hal itu menurut dia penting untuk dikaji agar menjadi salah satu aspek masukan untuk UU Penyiaran.
“Transformasi digital secara infrastruktur sudah berjalan sejak 2022, tetapi di sisi lain kita masih harus mempertanyakan bagaimana aspek psikis ke depannya?” ungkap Muchlas.
Sementara itu, Ketika tampil sebagai Keynote Speaker seminar tersebut, Wayan Toni Supriyanto mengatakan, konten khususnya televisi memerlukan biaya besar yang ditentukan dari penerimaan belanja iklan. Dengan kata lain, jika konten penyiaran berkualitas berarti pemasukan periklanan sangat memadai.
“Belanja periklanan sangat ditentukan oleh keadaan ekonomi makro. Jika ekonomi makro dalam keadaan sebaik-baiknya, semestinya belanja iklan akan gencar dilakukan,” ungkapnya
Jika melihat ekonomi makro selama dua dekade terakhir, Indonesia relatif stabil dengan pendapatan sekitar 5%. Melalui data tersebut, jika industri penyiaran tidak mendapatkan dampak, maka bisa dikatakan industrinya tidak sehat dan kompetisinya cenderung tidak adil.
Baca juga: Pemuda Muhammadiyah Gelar Pelatihan Gratis Sertifikasi Profesi BNSP Guna Atasi Pengangguran
Seminar tersebut juga menghadirkan lima narasumber, yaitu Ketua Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia, Prof. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS; Komisioner KPI Pusat, Amin Shabana; Praktisi Industri Televisi sekaligus Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UMJ, Dr. Makroen Sanjaya, M.Sos; Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia, M Rafiq; dan Dosen Bidang Ilmu Hukum Ekonomi dan Teknologi di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Angga Priancha, SH,LL.M.
Kelima narasumber menjelaskan peluang dan tantangan Indonesia dalam transformasi digital. Selain dapat mencapai audiens lebih luas serta meningkatkan kreativitas memproduksi konten, transformasi digital juga menghadapi tantangan cukup banyak dan menimbulkan ancaman serius.
Tantangan yang begitu kentara ialah terkait regulasi yang hanya menyasar pada lembaga penyiaran televisi dan radio saja. Sedangkan untuk penyiaran di platform media baru tidak ada aturan ketat sehingga mereka dapat memproduksi konten dengan bebas.
Kelima narasumber yang membahas secara spesifik dari sisi televisi, radio dan artificial intelligence, lantas mendorong adanya regulasi terkait penyiaran, agar masyarakat Indonesia mendapatkan informasi dan menikmati konten sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia.