Untuk Membungkam Suara Pro Palestina, Trump Kerahkan Pasukan Khusus AS

Otoritas federal Amerika Serikat menangkap seorang mahasiswa Palestina, Mohsen Mahdawi, pada 14 April 2025. Mahdawi adalah salah satu pemimpin gerakan solidaritas Gaza di Universitas Columbia.

Penangkapan Mahdawi terjadi saat Mahdawi menghadiri sesi wawancara kewarganegaraan di kantor imigrasi negara bagian Vermont. Ia ditangkap oleh pasukan khusus federal. Peristiwa itu memicu kecaman luas karena dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap kebebasan akademik dan solidaritas kemanusiaan.

Mahdawi telah tinggal secara legal di Amerika Serikat selama lebih dari satu dekade dan memegang green card. Ia hanya butuh satu langkah lagi untuk memeroleh status kewarganegaraan penuh. Namun, alih-alih mendapatkan paspor Amerika, ia justru ditangkap dan kini menghadapi ancaman deportasi ke Tepi Barat.

Ditahan karena Solidaritas untuk Gaza

Penahanan Mahdawi diduga kuat berkaitan dengan aktivitas vokalnya dalam mengecam genosida penjajah Israel di Gaza, serta peran dia sebagai pemimpin demonstrasi damai di kampus Universitas Columbia bersama mahasiswa lainnya.

Meski Mahdawi memiliki rekam jejak hukum yang bersih dan tidak pernah dijatuhi dakwaan pidana, sejumlah kelompok pro-penjajah Israel meluncurkan kampanye fitnah di dunia maya. Mereka mencantumkan nama Mahdawi dalam daftar “individu yang harus dideportasi”.

Pengacara Mahdawi, Luna Droubi, mengajukan gugatan hukum terhadap keputusan penahanan kliennya dan menyebut tindakan itu sebagai “upaya pembalasan langsung yang tidak konstitusional".

“Penahanan ini bukan karena pelanggaran hukum, tetapi karena identitasnya sebagai warga Palestina, dan keberaniannya mengritik kekejaman penjajah Israel. Ini bentuk baru pembungkaman yang melanggar kebebasan berbicara,” tegas Droubi.

Pengadilan federal di Vermont telah mengeluarkan perintah untuk mencegah deportasi Mahdawi ke luar negara bagian atau ke luar negeri, setidaknya hingga sidang lanjutan digelar. Sementara itu, seorang aktivis kampus yang enggan disebut namanya mengungkap bahwa pemerintah AS ingin membungkam.

“Pemerintah ingin membungkam kami. Mereka tak memberi ruang untuk berduka, atau memrotes pembunuhan warga sipil dan penghancuran Gaza,” ucapnya.

Tak Mau Tunduk, Dana Miliaran Dolar Harvard Dibekukan Trump
Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan, ia akan bekukan dana hibah Universitas Harvard sebesar USD 2,2 Miliar dan USD 60 juta berbentuk kontrak. Sebab, kampus tersebut enggan menuruti kebijakan pemerintah membatasi aksi-aksi pro Palestina di Universitas.

Tekanan terhadap Universitas dan Ancaman Pendanaan

Di dalam laporan The New York Times, kampanye ini merupakan bagian dari strategi pemerintahan Trump untuk menekan universitas-universitas elite AS agar menjalankan kebijakan yang membatasi kebebasan berpendapat.

Universitas Columbia, tempat Mahdawi berkuliah, dilaporkan mulai tunduk pada tekanan politik, termasuk ancaman pemotongan dana jika tak mengambil sikap tegas terhadap aksi-aksi pro-Palestina. Sebaliknya, Universitas Harvard memilih memertahankan prinsip kebebasan akademik, namun harus menerima konsekuensi berupa pembekuan dana hibah sebesar 2,2 miliar dolar AS.

Presiden Harvard, Alan Garber, menyatakan, tuntutan pemerintah terhadap universitas telah melampaui batas konstitusional dan merupakan bentuk campur tangan terang-terangan terhadap otonomi akademik.

 

(Sumber: TRT Arabi)