Agenda Dakwah di Tahun Politik

Agenda Dakwah di Tahun Politik

Tahun 2023 belum genap dua bulan kita masuki. Tahun yang oleh banyak pihak disebut sebagai tahun politik. Dinamika dan suhu politik disinyalir akan naik drastis pada tahun ini. Prediksi ini tentu tidak terlepas dari penetapan tahun 2024 sebagai waktu dilaksanakannya Pemilihan Umum.

Semenjak tahun 2022 yang lalu, Komisi Pemilihan Umum sebagai panitia hajatan nasional ini, setidaknya telah menetapkan dua hal penting. Pertama, jadwal dan tahapan Pemilu tahun 2024. Dengan adanya penetapan tahapan dan jadwal, setidaknya ada keyakinan bahwa Pemilu 2024 masih on schedule, meski ada sejumlah usulan bahwa Pemilu perlu diundur. Kedua, KPU juga telah menetapkan 24 partai yang lolos sebagai kontestan Pemilu. Delapan belas partai nasional dan enam partai lokal.

Jumlah kontestan Pemilu 2024 dengan demikian mengalami kenaikan dibanding Pemilu 2019. Ketika itu, jumlah partai yang ikut Pemilihan Umum totalnya berjumlah 20 partai. Dengan rincian 16 partai nasional dan 4 partai lokal dari Aceh. Pesta demokrasi 2024 tentu akan lebih heboh karena pesertanya lebih banyak dibandingkan tahun 2019.

Seperti adu balapan mobil, partai-partai politik yang telah resmi menjadi peserta Pemilu sudah tentu mulai sibuk memanaskan mesin politik masing-masing. Menyiapkan dan mengganti suku cadang yang telah aus, memilih kru yang lebih terampil, dan tentu saja menyediakan sejumlah besar minyak pelumas dan bensin, untuk memastikan kendaraan politik mereka dapat melaju mulus di berbagai etape Pemilu.

Aktivitas memanaskan mesin politik ini akan makin maksimal dan intens pada tahun 2023. Tak hanya itu, lomba adu pikat bahkan sudah akan dimulai pada tahun ini. Partai-partai akan mendandani diri semolek mungkin, menebar aroma wangi janji-janji, meniup besar-besar balon harapan dan mimpi-mimpi masa depan, tentu semua itu dalam rangka membetot perhatian masyarakat dan menangguk dukungan yang makin luas.

Siapa target utama lomba adu pikat dan dukung-mendukung ini? Umat Islam Indonesia dengan berbagai latar organisasi dan golongannya sudah pasti akan menjadi target penting partai kontestan pemilu. Mengingat jumlahnya yang begitu besar, dukungan umat Islam menjadi sangat strategis dan menentukan.

Berbicara tentang umat Islam dan potensi dukungan politiknya, sesungguhnya Pemilu 2024 belum lepas dari sayatan luka dan bayang-bayang perpecahan yang diwariskan dari Pemilu 2019. Selain berhasil memilih presiden dan wakil presiden, Pemilu 2019 juga menghasilkan residu berupa perpecahan di kalangan umat Islam Indonesia. Umat terbelah dalam dikotomi Cebong dan Kadrun, yang hingga hari ini masih menebarkan kebencian dan sikap saling hujat, utamanya di media sosial.

Melihat posisi umat Islam dari sisi dakwah dan sudut pandang kepentingan politik sudah tentu berbeda. Dari sudut pandang politik, umat Islam adalah pasar dan konsumen besar. Ibarat kue, setiap partai ingin mendapat irisan yang paling besar dari kue dukungan umat. Tidak pandang apakah partainya berhaluan nasionalis, islamis, atau nasionalis-islam, bahkan mungkin partai sekuler, semuanya ingin mendapat cabikan yang paling besar.

Celakanya, semua partai politik juga memiliki pandangan atau strategi yang sama, agar kue dukungan umat tidak pernah bulat diberikan kepada satu partai saja. Karena jika hal itu terjadi, bisa dipastikan partai tersebut akan memenangi Pemilihan Umum.

Partai politik akan riang gembira, jika aspirasi politik umat bisa dikotak-kotakan dalam berbagai cluster aspirasi. Secara instingtif bisa ditebak, partai akan cenderung menarik garis-garis perbedaan yang ada di tubuh umat Islam Indonesia menjadi makin jelas. Beberapa partai bahkan lahir dari golongan atau organisasi yang ada di tubuh umat Islam, dengan alasan ingin mewadahi aspirasi golongan atau organisasinya masing-masing. Selanjutnya, umat Islam yang ada di dalam golongan atau ormas tersebut digarap untuk menjadi tulang-punggung dukungan atau basis massa.

Nah, secara sadar ataupun tidak, partai-partai ini akan cenderung memiliki kepentingan untuk makin mempertegas garis-garis perbedaan yang ada di tubuh umat. Perbedaan ini dipelihara, dipertegas, dan diperbesar untuk dikapitalisasi menjadi modal primordial partai politik.

Persatuan Umat Sebagai Agenda Prioritas.

Tentu cara pandang terhadap umat dari sudut politik berbanding terbalik dengan cara pandang dari sudut dakwah Islamiyah. Kekuatan dakwah akan mendidik umat untuk menepikan sejumlah garis perbedaan dan mempertegas bidang-bidang persamaan. Kekuatan dakwah Islam senantiasa bergerak mengajak umat untuk makin kuat terikat dengan Aqidah Islamiyah dan menyerukan bahwa kaum muslimin adalah umat yang satu.

Polarisasi politik yang membelah rakyat Indonesia dalam kubu Cebong dan Kadrun pada hakekatnya juga membelah umat Islam dalam polarisasi itu. Mayoritas Cebong dan Kadrun adalah muslim, mereka shalat, mereka juga sama-sama puasa. Saat bertikai dan saling olok, kedua belah pihak terlihat mahir menukil ayat Allah, menandakan bahwa mereka adalah bagian langsung dari umat Islam Indonesia.

Memasuki tahun politik ini, rivalitas Kadrun dan Cebong kemungkinan akan kembali memanas. Kadrun mendukung Anies Baswedan dan Cebong akan mendukung Ganjar Pranowo atau siapapun yang dianggap sebagai suksesor Presiden Joko Widodo. Patut dicemaskan jika perseteruan yang tidak penting ini eskalasinya justru lebih luas dibandingkan tahun 2019 lalu.

Gerakan dakwah harus melihat dinamika ini secara serius. Lebih penting lagi, gerakan dakwah dituntut mampu mengambil langkah-langkah strategis agar perpecahan umat Islam Indonesia tidak sampai memicu konflik horizontal, hanya gara-gara perbedaan pilihan politik.

Konflik Cebong dan Kadrun harus dipahami oleh gerakan dakwah sebagai ancaman serius terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Umat Islam sebagai mayoritas penduduk negeri merupakan modal penting bagi kelanggengan NKRI. Jika umat Islam berkonflik, bukan hanya merusak ukhuwah Islam, tetapi ke-utuhan kita sebagai bangsa dan negara juga dipertaruhkan.

Karenanya, menjaga ukhuwah Islamiyah menjadi agenda penting. Bukan hanya dari kepentingan internal umat Islam, tetapi juga untuk kepentingan berbangsa dan bernegara. Masalahnya, siapa yang peduli terhadap agenda ini? Tidak lain dan tidak bukan, gerakan dakwah-lah yang wajib peduli terhadap agenda penting ini.

Celakanya, karena ketiadaan visi besar agenda dakwah nasional, beberapa gerakan atau organisasi dakwah justru menjadi partisan. Ada yang menjadi partisan bahkan di level organisasi, terang terangan menyatakan dukungan politik pada partai atau calon tertentu. Banyak kasus lain, di level organisasi telah mengambil sikap untuk independen atau netral, tetapi para ustadz-nya mengambil jalan masing masing.

Makin miris, forum-forum ibadah semacam khutbah jumat menjadi ajang agitasi politik, tak segan-segan saling hujat dan bahkan kerap terjebak fitnah karena mengumbar keburukan lawan politik tanpa data dan fakta yang jelas. Situasi ini harus dihentikan. Para dai dan ustadz harus kembali ke tupoksi masing-masing. Jika pun harus mengambil keberpihakan, maka berpihaklah pada Allah dan Rasulnya, didik umat untuk menggapai ridho Allah ﷻ secara elegan.

Karenanya, di tahun politik ini, organisasi Islam dan organisasi dakwah penting untuk merapatkan barisan dalam rangka membangun cara pandang yang relatif dekat (jika membangun satu pandangan tunggal mustahil dilakukan) tentang kepentingan dakwah dan kepentingan nasional. Menilik sejarah lahirnya Republik Indonesia, mestinya membangun cara pandang yang lebih dekat bisa dilakukan, karena sejarah kita telah membuktikan itu. Beberapa langkah yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama, Organisasi-organisasi dakwah perlu membangun sikap bersama dalam rangka menghadapi Pemilu 2024. Bukan untuk membulatkan dukungan, tetapi untuk menyatakan kesamaan visi atau resolusi ukhuwah dan netralitas gerakan dakwah jelang Pemilu 2024

Kedua, Memberikan tarbiyah siyasiyah kepada umat, tentang arti penting politik, perbedaan politik, menjadi pemilih yang cerdas, dan lain sebagainya, dalam rangka membangun kedewasaan politik umat dan mencegah terjadinya perpecahan umat.

Ketiga, Kampanye bersama antar sesama organisasi dakwah untuk menyerukan Pemilu damai dan menjaga ukhuwah Islamiyah.

Keempat, merumuskan secara bersama tentang adab politik berbasis nilai-nilai Islam agar dapat menjadi pedoman bagi umat Islam Indonesia. Koridor adab ini diharapkan mampu memberi arah tentang bagaimana perilaku politik yang baik sesuai ajaran Islam.

Kelima, dalam jangka panjang, gerakan dakwah juga harus berpikir strategis dalam turut serta memberi arah pada peningkatan kualitas demokrasi dan efektifitas sistem multi-partai yang kita anut. Negara-negara yang sistem demokrasinya efektif, ternyata jumlah partai politiknya tidak terlalu banyak. Sementara di Indonesia, partai tumbuh banyak namun kualitas demokrasi masih rendah.

Wallahu a'lam...

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.