Akhlak Pemimpin
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman."(QS. At-Taubah 9: Ayat 128)
Dalam Islam konsep yang mendekati etika itu adalah akhlak. Subtansinya hampir sama. Tetapi konsep akhlak lebih mendasar. Tidak hanya berimplikasi dunia, tetapi juga akhirat.
Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya tampak dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah perbuatan, sikap, atau tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan pergaulannya yang kental akan aturan dan prinsip terkait tingkah laku yang dianggap benar.
Sedangkan pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat.
Dengan begitu, Etika adalah ilmu yang mempelajari baik dan buruknya serta kewajiban, hak, dan tanggung jawab, baik itu secara sosial maupun moral, pada setiap individu di dalam kehidupan bermasyarakatnya. Atau bisa dikatakan juga bahwa etika mencakup nilai yang berhubungan dengan akhlak individu terkait benar dan salahnya.
Menurut para ahli bahwa etika itu cabang ilmu filsafat yang membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku manusia ke dalam kehidupannya.
Baca juga: Kepemimpinan yang Berkah
Dalam filsafat hukum, kita mengenal tingkatan hukum yang berawal dari nilai, asas, norma, dan undang-undang. Dalam konsepsi tersebut, etika berada pada tataran norma dan asas, dengan demikian posisi etika adalah jauh di atas hukum.
Hukum dan etika memainkan peran yang tak terpisahkan dalam membentuk fondasi keadilan dalam masyarakat. Sementara hukum memberikan kerangka kerja formal untuk tindakan dan hubungan sosial, etika memberikan pedoman moral yang memandu perilaku individu dan kelompok
Ringkasnya sama-sama berusaha menegakkan hukum. Ada yang bisa berbuat adil dan ada yang tidak bisa berbuat adil. Karena dalam diri penegak hukum itu ada atau tidak adanya komitmen etika dalam dirinya.
Juga seorang pemimpin umumnya diberi perangkat hukum atau aturan lain. Namun ada yang bisa berbuat adil dan ada yang tidak bisa berbuat adil dan mengayomi. Sekalipun sama-sama mempunyai perangkat hukum atau aturan lainya. Yang membedakan adalah komitmen terhadap etika, yaitu kejujuran, keadilan dan integritas moral dalam dirinya.
Raja Fir'aun tentunya punya hukum dan perangkat aturan lainnya. Tidak bisa berbuat adil dan mengayomi. Karena tidak punya komitmen dalam etika. Sebaliknya Nabi Sulaiman AS punya perangkat hukum dan aturan lain serta beliau bisa menegakkan hukum dan bisa mengayomi rakyatnya karena punya komitmen dalam etika berbangsa dan bernegara.
Ilustrasi sederhana seorang pemimpin yang berakhlak sebagaimana dalam firman Allah ﷻ:
"Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman."(QS. At-Taubah 9: Ayat 128)
Baca juga: Mental Dan Perangkat Kemenangan
Maka dalam Islam akhlak pemimpin digambarkan pada pribadi Rasulullah ﷺ yang punya sifat jujur (sidiq), dapat dipercaya (amanah), cerdas (fathonah) dan menyampaikan (tabligh).
Jadi etika itu bersumber dari kebaikan dan keutamaan manusia. Sedangkan akhlak selain bersumber dari kebaikan dan keutamaan manusia juga bersumber dari keimanan dan ketakwaannya. Maka dengan etika dan akhlak, seorang pemimpin mampu mewujudkan keadilan tidak hanya untuk orang lain, tetap juga pada dirinya. Misalnya, sebagaimana komitmen Rasullullah ﷺ dalam penegakan hukum:
“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.
Itulah akhlak Rasulullah ﷺ sebagai role model akhlak pemimpin dalam Islam.
Wallahu A'lam.