Menurut laporan layanan ketenaga kerjaan Israel, selama enam bulan perang, jumlah pengangguran di Israel meningkat hingga mencapai ke tingkat tertinggi. Jumlah ini berasal dari warga Israel “pemukim ilegal” yang dievakuasi di sekitar Jalur Gaza (selatan) atau yang dekat Lebanon (utara).
Melansir dari situs web Israel Calcalist, jumlah pengangguran dari kalangan para pengungsi terus meningkat. Menurut laporan tersebut, selama bulan Maret 2024 jumlah pencari kerja dari kalangan pengungsi di pemukiman perbatasan meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2023. Laporan tersebut mencatat bahwa jumlah pencari kerja pada Maret 2024 mencapai 8.400 orang, meningkat dari 2.500 pencari kerja pada Maret 2023.
Menurut laporan tersebut, sekitar 80% penduduk Israel utara pindah untuk tinggal di hotel di Tiberias dan sekitarnya. Terdapat lebih dari 250.000 orang yang telah dievakuasi dari wilayah utara sejak tanggal tujuh Oktober lalu. Mereka tinggal di 380 hotel di seluruh Israel.
Para pengamat mengatakan bahwa pengungsian yang berkepanjangan dari penduduk di pemukiman perbatasan akan memberikan dampak negatif yang besar terhadap sektor ekonomi di wilayah tersebut.
Gangguan Pariwisata dan Pertanian
Pakar ekonomi Israel, Ramzi Halabi, mengatakan bahwa wilayah utara, terutama di dekat Lebanon, diklasifikasikan sebagai kawasan wisata, dan menarik banyak wisatawan karena keindahan alamnya. Dan penduduk Israel biasanya pergi ke sana pada hari libur Yahudi, yang mana tidak mungkin terjadi saat ini, karena wilayah tersebut berada dalam situasi yang tidak aman akibat perang.
Baca juga: Warga Israel Tuntut Netanyahu Segera Lakukan Kesepakatan Pertukaran Sandera
Mengingat adanya perpindahan penduduk di pemukiman utara dan selatan, maka musim pertanian sangat terganggu. Baik di utara maupun di Selatan. Sehingga, sektor pariwisata dan pertanian menjadi sangat terdampak.
Halabi mengatakan bahwa data dan laporan menunjukkan bahwa pengangguran di Israel melebihi 4%, sementara laporan resmi pemerintah hanya menunjukkan 3,3%. Faktanya bahwa angka ini salah. Angka pengangguran jauh lebih tinggi, karena laporan resmi tidak memasukan mereka yang menerima tunjangan dan dukungan dari pemerintah sebagai pengangguran.
Mengenai masa depan situasi ekonomi di Israel, Halabi menyatakan bahwa dalam waktu dekat tidak ada harapan akan terjadi pemulihan ekonomi atau perbaikan kondisi kehidupan. Hal ini disebabkan oleh berlanjutnya perang dan tidak adanya prospek untuk menghentikannya.
Halabi juga menyoroti kurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, terutama karena dipimpin oleh Benjamin Netanyahu. Di samping itu, keberadaan Menteri Keuangan garis keras, Bezalel Smotrich, dalam kabinet juga menjadi perhatian, karena dianggap sulit bagi mereka untuk membuat keputusan yang obyektif untuk memperbaiki kondisi warga Israel.
(Sumber: Al Jazeera)
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!