Kereta MRT (Mass Rapid Transit) dari kawasan Rawa Buntu, BSD City, Tangerang, menuju tengah kota Jakarta, telah menjadi pilihan transportasi yang nyaman. Menikmati perjalanan jauh pun bisa dilakukan dengan alat transportasi publik yang dilengkapi fasilitas full AC, tepat waktu, dan tarif yang ekonomis.
Namun, kondisi berdesakan penumpang pada jam-jam sibuk, terutama saat berangkat dan pulang kerja, masih menjadi tantangan yang perlu diperhatikan agar kenyamanan penumpang tetap terjaga. Upaya menambah frekuensi kereta atau memperbesar kapasitas gerbong bisa menjadi solusi untuk mengatasi kepadatan itu.
Kemacetan di wilayah Jabodetabek telah menjadi masalah kronis yang menimbulkan berbagai dampak negatif. Mulai dari kerugian ekonomi, pemborosan waktu, hingga peningkatan polusi udara. Menurut data dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), kemacetan di Jabodetabek menyebabkan kerugian ekonomi hingga sekitar 100 triliun Rupiah per tahun. Penyebab utama kemacetan ini meliputi tingginya jumlah kendaraan pribadi, kurangnya infrastruktur jalan yang memadai, serta belum optimalnya sistem transportasi publik.
Pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi di Jabodetabek sangat pesat, tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan. Banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan transportasi umum, karena sistem transportasi yang ada dinilai kurang nyaman, tidak terintegrasi, dan tak dapat diandalkan. Selain itu, kurangnya tempat parkir publik yang teratur serta minimnya jalur transportasi publik yang menghubungkan area perumahan dengan tempat kerja juga memperburuk situasi ini.
Kemacetan lalu lintas mengakibatkan waktu perjalanan yang semakin lama, konsumsi bahan bakar yang meningkat, dan berkurangnya produktivitas kerja. Dampak langsungnya adalah kerugian ekonomi yang sangat besar, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi perekonomian secara keseluruhan. Selain itu, polusi udara akibat kendaraan bermotor di wilayah Jabodetabek juga menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara, yang pada akhirnya berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat.
Sebagai perbandingan, sistem transportasi publik di Paris menunjukkan betapa pentingnya transportasi yang terintegrasi dan mudah diakses oleh masyarakat. Dengan sistem transportasi yang meliputi metro, bus, kereta, dan sepeda umum (Vélib), Paris mampu mengurangi ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi. Transportasi publik yang ramah pengguna, terjangkau, dan terintegrasi tidak hanya mengurangi kemacetan, tetapi juga menurunkan tingkat polusi. Penelitian dari Paris Transport Authority menunjukkan bahwa sekitar 68% penduduk Paris menggunakan transportasi umum secara rutin, menjadikan kota tersebut lebih efisien dan ramah lingkungan.
Untuk menurunkan tingkat kemacetan di Jabodetabek, diperlukan transportasi publik yang manusiawi. Artinya, harus terjangkau, nyaman, aman, dan terintegrasi dengan baik. Sistem seperti ini akan menarik lebih banyak masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadinya. Para ahli transportasi, semisal Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), menyatakan, “Jika masyarakat diberikan pilihan transportasi umum yang nyaman dan andal, mereka akan lebih memilih menggunakan transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi”.
Maka, pemerintah perlu terus mendorong pengembangan Bus Rapid Transit (BRT), Mass Rapid Transit (MRT), dan Light Rail Transit (LRT) yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Selain itu, fasilitas semisal halte yang nyaman, jadwal yang tepat waktu, dan harga yang terjangkau, harus menjadi fokus utama.
Jika fasilitas transportasi umum di Jabodetabek dapat ditingkatkan, tidak hanya kemacetan yang akan berkurang, tetapi juga terjadi pengurangan polusi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Biaya perjalanan yang lebih rendah akan memberikan manfaat ekonomi, sedangkan waktu perjalanan yang lebih efisien akan meningkatkan produktivitas masyarakat.
Pada akhirnya, transportasi publik yang terintegrasi dan manusiawi adalah solusi jangka panjang untuk dapat mengurangi kemacetan di Jabodetabek, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan menciptakan kota yang lebih layak huni. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, harus bekerja sama untuk mewujudkan sistem transportasi yang berkelanjutan dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!