Telah lama berjudi dianggap sebagai induk dari berbagai penyakit sosial. Kecanduan judi dapat mengakibatkan seseorang terjebak dalam tindakan kriminal dan pelanggaran hukum. Semisal mencuri, menjambret, dan tindak pidana penipuan. Perjudian juga mengakibatkan munculnya banyak penyakit mental dan gangguan jiwa, stres, merebaknya tahayul, kebodohan, serta menjamurnya sikap irasional. Yang paling berbahaya, perjudian berpotensi menumbuhkan sikap syirik.
Karenanya, di dalam Islam, praktik perjudian dilarang keras dan dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama. Larangan ini tidak hanya berdasarkan pada prinsip moralitas, tetapi juga atas dasar keberpihakan Islam terhadap keadilan, kemanusiaan, keberkahan, dan kesejahteraan umat.
Larangan itu antara lain tertuang dalam Al Qur'an, surat Al Baqarah ayat 219 yang menyatakan, “Mereka menanyakan kepadamu tentang khamr (minuman keras) dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.”
Di dalam surat Al Maidah ayat 90, Allah ﷻ lebih tegas menyebutkan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Di dalam rentang waktu yang sangat panjang, bahkan semenjak berdirinya republik ini, umat Islam melalui para dainya telah bahu membahu dengan pemerintah untuk memberantas penyakit masyarakat yang sangat bandel ini. Tidak benar-benar bisa tuntas, namun bisa ditekan, dilokalisasi, dan dikenakan sanksi bagi para pelakunya. Sehingga, perjudian tidak merajalela.
Makin Luas dan Makin Sulit Diberantas
Kini, dengan adanya teknologi internet, perjudian justru berkembang masif. Menjadi virus sosial yang mewabah luas. Sulit diatasi dan tidak mudah untuk dilokalisasi. Ia berjalan senyap, tanpa markas, tanpa arena, namun mampu masuk dan menyeret banyak orang dalam lingkaran perjudian online.
Baca juga: Nggak Akan Pernah Ada Cerita Menang Judi, Pahami Cara Kerjanya!
Bahkan, dengan piranti HP di tangan, seseorang bisa terlibat dalam lingkaran perjudian yang bersifat trans-nasional. Website atau situs perjudian online bisa dikendalikan di rumah-rumah penduduk hanya dengan berbekal saluran internet dan personal computer. Tetangga di sebelah rumah pun tak akan tahu jika di samping rumahnya ada bandar judi online dengan perputaran uang yang sangat besar.
Dahulu, saat bentuk perjudian masih berupa permainan kartu, dadu, atau sabung ayam, masyarakat bisa dengan mudah melapor kepada aparat jika di kawasannya ada praktik perjudian. Kini, masyarakat tak bisa melihat adanya praktik perjudian di kawasannya, meski mungkin banyak warganya yang terlibat dalam permainan tersebut secara online.
Pada aspek inilah, mengapa judi online sulit diberantas. Masyarakat tidak bisa pro-aktif membantu. Pemerintah dan pihak aparat harus bekerja ekstra keras untuk mendeteksi adanya komunitas dan situs-situs judi online dengan patroli cyber.
Celakanya, banyak oknum dari aparatur yang justru terlibat dalam bisnis haram ini. Para oknum inilah yang diam-diam melindungi, menjadi backing, hingga membekukan penyelidikan atas suatu kasus perjudian online.
Belum lagi keterlibatan banyak pesohor atau influencer yang diam-diam ikut mempromosikan perjudian online melalui akun media sosial mereka. Follower yang umumnya mengidolakan sang pesohor akan menjadi pasar empuk sasaran judi online. Walhasil, judi online semakin sulit ditangani dan saban hari makin banyak masyarakat yang terjerat di dalam lingkaran setan perjudian.
Angka–angka yang Memprihatinkan
Guna melihat seberapa luas sebaran dan efek merusak dari judi online ini, ada baiknya kita simak kembali angka-angka seputar judi online yang sudah keluar di berita media mainstream tanah air.
Pertama, perputaran uang judi online berkisar antara 327 – 350 triliun Rupiah pada tahun 2023. Tentu saja sulit untuk melihat angka pastinya, namun pada Januari 2024 kemarin, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat total perputaran uang dari judi online sepanjang 2023 mencapai 327 triliun Rupiah.
Baca juga: Judi Online Membuat Merana
Sementara itu, Kompas.com pada 21 Oktober 2023 mewartakan, nilai transaksi judi online tembus 350 triliun Rupiah. Anggaplah angka pastinya 300 triliun Rupiah. Bayangkan, apa yang bisa dicapai oleh pembangunan dengan angka tersebut? Sekadar pembanding, APBD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2023 adalah sebesar 79,52 triliun Rupiah. Fantastis, bukan?
Kedua, ditengarai ada 3,29 juta penduduk Indonesia yang terlibat dalam transaksi judi online pada tahun 2023. Fakta ini disampaikan oleh Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, kepada wartawan. Menurut dia, pihaknya mendapati ada 168 juta transaksi terkait judi online dan dilakukan oleh 3,29 juta orang! Itu angka yang terendus oleh PPATK. Pasti ada yang yang tak terendus saat itu. Dan hari ini angkanya pasti telah bertambah lagi.
Ketiga, 425.506 konten terkait judi online telah dihapus oleh Kominfo. Diungkap langsung oleh Menkominfo, Budi Arie Setiadi, dalam tiga bulan terakhir (Juli, Agustus, September 2023), pihaknya telah menghapus 425.506 konten terkait judi online.
Tetapi di dunia online berlaku pula istilah “gugur satu tumbuh seribu”. Di dalam rentang waktu tiga bulan, ada lebih dari lima ratus ribuan konten yang dihapus, tetapi mungkin saat ini telah hadir lagi jutaan konten lain yang menawarkan judi online. Tak mudah memberantasnya. Belum lagi jika masuk melalui jaringan media sosial yang bersifat privat, semakin sulit mendeteksinya.
Keempat, ada angka menarik dari Bojonegoro, Jawa Timur. Angka gugatan cerai melonjak hingga 971 kasus dalam rentang waktu Januari-April 2024. Hanya dalam waktu 4 bulan. Uniknya lagi, penyebab dominan dari melonjaknya gugatan cerai tersebut adalah disebabkan atau dengan alasan sang suami kecanduan judi online.
Meski di daerah, angka ini menarik untuk diperhatikan. Bukan berarti di daerah lain tak ada kasus serupa, hanya mungkin tidak ada data dan laporan. Intinya, judi online telah memiliki dampak kerusakan yang amat nyata.
Kelima, melansir laporan dari mediaindonesia.com, ada 14 kasus bunuh diri karena judi online. Angkanya mungkin terbilang kecil, namun sebagai sebuah fenomena baru dan terjadi hanya dalam rentang waktu 1,5 tahun, angka ini cukup mencengangkan. Di dalam keterangannya, mediaindonesia.com memerinci bahwa 10 kasus terjadi di tahun 2023 dan 4 kasus sisanya terjadi pada Januari – April 2024.
Baca juga: MUI Dukung Pembentukan Satgas Berantas Judi Online
Keenam, kerugian negara mencapai 7 – 9 miliar USD atau setara 107 – 138 triliun rupiah. Data ini disampaikan oleh Menkominfo, Budi Arie, dalam rapat dengan Komisi I DPR RI, bulan September 2023.
Perlu Kesungguhan Semua Pihak
Telah begitu jelas dampak buruk dan kerugian yang diakibatkan oleh judi online. Maka, semua pihak perlu bahu membahu untuk mencegah mewabahnya judi online.
Pemerintah hendaknya dapat mengambil langkah yang lebih mendasar dan serius guna menangani masalah judi online ini. Operasi pemberantasan memang penting dan harus terus ditingkatkan intensitasnya. Tetapi pemberantasan hanya bersifat penanganan pada aspek gejala yang tampak.
Perlu langkah penanganan yang lebih bersifat substantif, yang menyentuh akar persoalan secara langsung. Kesejahteraan sosial-ekonomi yang rendah adalah masalah substantifnya. Kemiskinan dan kesejahteraan sosial yang rendah adalah medium tumbuh kembang yang paling subur bagi penyakit sosial semacam perjudian.
Karena itu, pemerintah jangan hanya mengerahkan aparat keamanan dalam memberantas judi online. Semua kementerian mestinya bahu membahu dalam isu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika tingkat kesejahteraan membaik, judi online akan mudah diberantas.
Pemberantasan judi online hanya dari sisi penegakan hukum akan melelahkan dan tak efektif. Saatnya kita hapus perjudian dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik lahir maupun batin.
Sementara itu, dakwah Islam juga perlu mengagendakan persoalan ini secara serius. Perlu keseimbangan antara dakwah perbaikan ibadah dan perbaikan kualitas sosial-ekonomi. Sebab, kesenjangan dalam dakwah juga terlihat nyata. Ustadz-ustadz kondang sibuk dengan majelis ilmu, melayani mereka yang haus ilmu dan pengetahuan. Umat yang datang ke majelis ilmu umumnya telah stabil kondisi sosial-ekonominya, walau mungkin belum kaya.
Tetapi ada bagian umat yang lain yang jumlahnya lebih banyak. Mereka tak sempat kepikiran untuk hadir di majelis ilmu. Mereka sibuk menjaga stabilitas dapur agar tetap ngebul, mereka belum butuh kemewahan ilmu, mereka perlu didekati dan disantuni dengan cara yang lain. Sebab, mereka inilah yang rentan kesambet judi online.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!