Rilis OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) pada 31 Desember 2024 lalu sebenarnya mendapuk Bashar Al Assad, mantan Presiden Suriah, sebagai Person of The Year 2024 in Organized Crime and Corruption. Namun, suhu politik di tanah air ikut menghangat pasca rilis OCCRP itu. Pasalnya, Joko Widodo atau Jokowi sebagai Presiden ketujuh Republik Indonesia masuk sebagai salah satu nominator. Ia bahkan bertengger di urutan ketiga dari lima nominator lainnya.
Sontak saja rilis OCCRP tersebut menimbulkan pro dan kontra yang luas di tanah air. Pihak yang pro OCCRP tentu saja merasa mendapatkan dukungan atas kecurigaan mereka selama ini. Sementara kubu Jokowi yang kontra dengan rilis OCCRP itu membantahnya dengan keras.
Joko Widodo sendiri merespon soal dirinya yang masuk dalam nominasi pemimpin terkorup di dunia versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). “Terkurop itu korup apa? Yang dikorupsi apa? Ya, buktikan!” katanya.
Di hadapan awak media, Jokowi juga menambahkan bahwa akhir-akhir ini makin banyak fitnah dan framing jahat serta tuduhan-tuduhan tanpa bukti yang dialamatkan kepada dirinya.
Hal senada juga diungkap oleh Handoko, Sekretaris Jenderal Projo. Projo adalah organisasi kemasyarakatan pendukung Joko Widodo. Handoko menyatakan bahwa tuduhan yang dialamatkan kepada Jokowi adalah framing jahat. Ia bahkan menegaskan bahwa tuduhan itu bertolak belakang dengan kinerja Jokowi selama menjabat sebagai presiden.
Sementara itu, Emmanuel Ebenezer dalam kapasitasnya sebagai Relawan Joman (Jokowi mania), menganggap OCCRP telah melakukan framing kepada Jokowi sebagai pemimpin korup tanpa bukti dan data. Ia bahkan melemparkan kecurigaan bahwa ini adalah proxy intelijen yang melakukan propaganda untuk menghancurkan tokoh-tokoh bangsa yang dicintai rakyatnya.
Siapa OCCRP?
Terlepas dari pro dan kontra terhadap rilis OCCRP, masyarakat perlu tahu apa itu Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) ini. Hal ini penting untuk memberi semacam insight bagi masyarakat agar bisa mengambil sikap yang benar dalam pro dan kontra itu.
Mengutip dari laman resminya, OCCRP menyebut diri mereka sebagai organisasi pelaporan dan investigasi dengan produk pemberitaan dan investigasi bersifat nirlaba. Organisasi ini bahkan mengklaim sebagai yang terbesar di dunia dalam jurnalisme-investigasi yang mengarah pada tindakan nyata.
Klaim itu mungkin tidak berlebihan, mengingat OCCRP memiliki jaringan kerja di enam benua dengan staf dan jurnalis yang terlatih. Hal ini dimungkinkan dengan pola kemitraan yang mereka bangun dengan banyak media lain di seluruh dunia.
OCCRP didirikan oleh Drew Sulivan dan Paul Radu, dua jurnalis veteran yang kaya dengan pengalaman investigasi. Kendali OCCRP berpusat di tiga kota besar di Eropa; Amsterdam, Washington DC, dan Sarajevo. Di dalam sejarah pertumbuhannya, OCCRP memang memulai kiprahnya dari kawasan Eropa Timur.
Masih melansir dari laman resmi mereka, OCCRP dalam kiprahnya menyandarkan diri pada empat agenda yang mereka sebut sebagai pilar utama. Empat pilar utama tersebut adalah: Investigasi, infrastruktur untuk investigasi dan pemberitaan, inovasi dalam bidang jurnalisme, dan pilar terakhir adalah dampak dalam bentuk tindakan nyata dalam memerangi korupsi. Empat pilar itu dirumuskan guna mendukung pencapaian misi organisasi, yaitu “Berbagi dan mendukung jurnalisme investigatif di seluruh dunia, mengungkap kejahatan dan korupsi sehingga masyarakat dapat meminta pertanggungjawaban pihak berwenang”.
Sebagai organisasi nirlaba, OCCRP bisa eksis dan mengembangkan programnya berkat dukungan masyarakat internasional. Mengutip dari kantor berita Antara, OCCRP antara lain mendapat dukungan dari United Kingdom Foreign, Ministry for Europe and Foreign Affairs of France, Commonwealth & Development Office, Ford Foundation, dan lain-lain. Selain itu, OCCRP mendapatkan dukungan jaringan yang kuat dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang pro pada kebebasan pers dan demokrasi dari berbagai negara di dunia.
Benarkah Framing Jahat?
Terkait nominasi Person of The Year 2024 in Organized Crime and Corruption, OCCRP memang tidak melakukan riset apa pun. Setiap tahun, mereka mengundang masyarakat internasional untuk memberikan suara atau menominasikan pemimpin negara yang mereka anggap korup. Suara disampaikan secara online, dan selanjutnya dipilih lima besar berdasarkan banyaknya jumlah suara yang diberikan. Dari proses inilah, muncul nama Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo.
OCCRP menegaskan bahwa munculnya nama-nama tersebut tidak dalam kendali mereka. OCCRP juga memberikan klarifikasi bahwa mereka tak punya bukti apa pun terkait tindak korupsi yang dilakukan oleh mereka yang masuk nominasi. Namun, OCCRP menggarisbawahi bahwa munculnya nama-nama itu tidak terlepas dari kuatnya persepsi publik tentang korupsi. Setidaknya, mereka yang dinominasikan itu sadar bahwa masyarakat tengah mengawasinya.
Terkait keberadaan Presiden Jokowi dalam daftar Person of The Year 2024 in Organized Crime and Corruption, OCCRP memberikan beberapa argumen. Pertama, Jokowi dinilai memiliki andil signifikan dalam proses pelemahan institusi anti korupsi yang amat penting di Indonesia, yakni KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kedua, Jokowi dikritik secara luas karena dianggap merusak lembaga Pemilu dan peradilan di Indonesia demi memuluskan ambisi politik putranya untuk maju sebagai wakil presiden.
Dari fakta-fakta tentang OCCRP, tampaknya sulit diketemukan adanya kaitan langsung antara organisasi nirlaba tersebut dengan salah satu kekuatan politik di Indonesia. Sehingga, menuding rilis OCCRP sebagai framing jahat kepada pribadi Jokowi, nampaknya sulit dibuktikan. Sebab, apa kepentingan OCCRP?
Jika pun OCCRP memang “dibeli” oleh kekuatan di Indonesia untuk membuat framing jahat kepada Jokowi, lalu siapa yang kuat membayarnya? Hanya ada dua kandidat yang kemungkinan bisa melakukan hal itu. Pertama, kelompok yang disebut sebagai Sembilan Naga yang mungkin punya dana besar. Tetapi kan, tidak mungkin juga dan untuk apa mereka mengeluarkan biaya untuk suatu isu yang tidak cuan. Kedua, institusi pemerintah. Opsi ini semakin tidak mungkin, mengingat pemerintahan sekarang adalah kelanjutan dari pemerintahan Jokowi, bahkan Wapresnya malah anak Jokowi sendiri.
Poinnya, sebagaimana dinyatakan oleh OCCRP, sosok yang dinominasikan itu harus sadar bahwa dirinya tengah diawasi banyak elemen masyarakat. Selanjutnya, semestinya rilis OCCP ini segera ditindaklanjuti oleh KPK, untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Berani, nggak?
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!