Api Rindu (Episode Terakhir): Runtuhnya Harga Diri karena Zina
“Saya mau pulang!” teriak Danti kencang.
“Umi, abi mohon jangan tinggalkan abi dan anak-anak… Umi juga nggak mau, kan, ninggalin keluarga?”
“Abi nggak ngaca sama diri Abi sendiri! Kalau pun saya dosa ninggalin rumah, tapi coba, besaran mana sama dosa Abi!?” balas Danti dengan derai air mata menahan perih di hati.
“Abi mohon umi bersabar.”
Suami Danti merasa akan ada bencana dan malapetaka besar yang menghantam dirinya. Ya, jika Danti pulang ke rumah orang tuanya dan akhirnya keluarga besar mertuanya tahu alasan kepulangan Danti... Maka hancurlah harga dirinya. Betapa hina dirinya nanti di depan keluarga besar Danti.
Dada suami Danti mendadak panas dan sesak. Rasa malu dan takut telah menerjang jiwanya yang sedang rapuh. Ia memandang wajah istrinya, memelas. Perlahan ia dekati Danti, sementara kedua matanya juga basah. Ia jatuhkan badannya bersujud menciumi kedua kaki istrinya itu.
Danti bergeming. Ia masih muak mengetahui suaminya yang seorang ustadz jatuh dalam perbuatan keji terkutuk.
“Umi... Maafkan Abi… Demi Allah, Abi khilaf dan menyesali perbuatan Abi… Abi sangat takut dan bingung jika umi sampai pergi dari rumah ini… Betapa murkanya ayah dan ibu nanti...”
Baca juga: Api Rindu (Episode 10): Antara Udang Madu dan Perbuatan Zina
Danti tetap berdiri.
“Saya akan tetap pulang. Abi antar ataupun tidak!”
Sebenarnya Danti tahu bahwa tindakannya dilarang dalam agama. Haram bagi seorang istri meninggalkan rumah suaminya tanpa ada izin dan alasan. Tetapi rasa murka dan jijik kepada suaminya telah menarik dia begitu kuat. Tak sudi kini dia melihat wajah suaminya. Wajah ustadz yang telah berubah menjadi hidung belang.
***
“Cuma yang heran gini, Akhi... Kenapa ya seorang akhwat yang begitu baik akhlaknya dan rajin ibadah bisa begitu kelakuannya?” kawan saya kembali bertanya.
“Yah, kalau itu saya nggak tau-lah… Cuma saya pernah baca artikel di majalah apa koran gitu, saya lupa namanya... Jadi, ada penelitian tentang para pecandu film porno di Amerika, bahwa ada di antara mereka yang hidupnya justru lebih religius. Tapi ya religiusnya mereka tentunya begitu..."
“Di dalam penelitian tersebut ada fenomena dimana sebagian dari penikmat video porno lebih rajin ke tempat ibadah. Ternyata, hal itu tidak lebih karena adanya letupan rasa berdosa yang akhirnya mendorong mereka untuk mendekat kepada Tuhannya. Tapi itu kan penelitian, yang tentunya terbatas dengan berbagai hal. Kasuistik, lah… Nggak bisa kita pukul rata.”
“Jadi ya mungkin-mungkin aja si akhwat Ayu itu karena ngerti dosa besar zina, akhirnya ditutupi dengan banyak ngaji dan bersantun-santun. Bisa jadi, itu pencitraan buat nutup semua kebusukannya, atau bisa jadi juga memang saking bersalahnya maka dia seperti itu.”
“Nah, kemungkinan yang kedua, dan ini yang lebih gila...”
“Dulu saya pernah naik pesawat dari Jakarta ke Surabaya, dan di samping saya ada seorang bapak sekitaran umur enam puluhan, gitu. Dia cerita, ngakunya seorang makelar jabatan. Bonusnya, dia bilang, sangat fantastis. Bahkan kadang disuruh milih sendiri.”
Baca juga: Api Rindu (Episode 9): Ghibah
“Pernah, katanya, dia pas datang sowan sama seorang bupati, dia langsung disuruh milih sendiri sama bupatinya… Tuh, ambil sendiri di atas meja, terserah mau yang mana!... Katanya…”
“Terus dia bilang ke saya, ‘saya ambil yang tipis, Mas’.”
“Penasaran, langsung saya tanya ke bapak itu, ‘Loh, kenapa pak?’ begitu tanya saya, kepo.”
Dia jawab, “Lah iya, yang tipis itu udah pasti cek Mas!”
Oalaaah, baru mudeng saya.
“Nah, lama-lama dia cerita... Tapi naudzu billah ceritanya. Dia cerita kebejatan kelakuannya. Orang bejat, ternyata dia. Dia pecandu PSK. Setiap kali maen dua sekaligus, katanya. Dasar setan, memang.”
“Nah, pernah saat dia di sebuah restoran di Malang, dia lihat ada wanita bercadar. Tiba-tiba langsung timbul niatnya berzina sama dia. Dia terdorong sensasi dan penasaran berzina dengan wanita bercadar itu seperti apa… Tapi saya nggak usah cerita ke antum lah berikutnya.”
“Idih, najis!” timpal kawan saya.
“Emang najis! Setan mah kelakuannya najis!” jawab saya.
“Saya kok jadi mikir, jangan-jangan si akhwat Ayu itu juga gitu kelakuannya. Mungkin ada dorongan yang sama, pengen tahu sensasi maen zina dengan ustadz itu seperti apa. Naudzubillah, sableng kali tuh akhwat! Tapi kan ini su’udzan saya gegara setan makelar jabatan tadi. Belum tentu juga si akhwat itu begitu. Ya, Wallahu A'lam lah, kita nggak tau motifnya apa si akhwat begitu. Atau kali aja dia pengen meres setelahnya?” tambah saya.
“Nggak juga. Ustadz yang cerita ke ana, katanya, udah begitu aja setelah mereka begituan. Nggak ada hubungan sama sekali, baik WA ataupun apa,” jelas kawan saya.
Baca juga: Api Rindu (Episode 8): Hubungan dengan Lawan Jenis yang Bukan Mahram
“Yaah… Pokoknya naudzubillah min zalik kita sampai ada diuji seperti itu. Belum tentu juga kuat seperti Nabi Yusuf,” ujar saya.
“Tapi yang ente cerita, ada bajingan makelar jabatan itu, kok bisa ya dia tergoda oleh perempuan cadaran? Kan rada aneh itu? Beda kalau perempuannya pake bikini, terus sengaja menggoda dia.”
“Lah, nafsu kan nggak pake punya mata. Wanita mau pake gamis hitam bercadar, cadar polos, atau cadar butterfly, atau pake karung goni, pake baju gedombrong-gedombrong juga sama, tetep menarik nafsu.”
“Kalau pun nafsu punya mata, malah nggak bebas jika yang dilihat tertutup rapat. Boleh jadi nafsu nggak ada reaksi alias nggak ada respon, dan baru ada respon kalau yang dilihat telanjang. Ya, nggak begitulah kata nafsu. Makanya, wanita itu asalnya ya di dalam rumah. Karena kalau sudah keluar, pasti banyak yang terpikat. Mana ada laki-laki waras yang nggak terpikat dengan perhiasan? Mau perhiasannya pake bungkus ataupun nggak, ya tetap aja terpikat.”