Ketua Umum PP Persis, Ustadz Jeje Zaenudin, dalam keterangannya, Sabtu (22/6/2024), menyatakan, Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) mengapresiasi dan mendukung gagasan pemerintah melalui Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, untuk membawa anak-anak Palestina keluar dari Palestina. Menurut Prabowo yang juga Presiden Republik Indonesia Terpilih, anak-anak Palestina tersebut nantinya akan diberikan trauma healing dan diberi kesempatan belajar di sekolah-sekolah atau pesantren-pesantren di Indonesia.
Namun, Ustadz Jeje juga mengingatkan, banyak yang keberatan dengan ide dan gagasan pemerintah membawa anak-anak Palestina untuk belajar di Indonesia. “Tentu saja ini suatu rencana yang patut diapresiasi, walaupun mungkin masih ada pro-kontra, polemik, dan berbagai macam pandangan. Saya kira itu hal biasa dalam sebuah kebijakan publik, karena memang banyak ide dan gagasan dari berbagai kalangan masyarakat,” kata Ustadz Jeje Zaenudin.
Di antara alasan penolakan dari berbagai kalangan itu adalah karena di Indonesia juga masih banyak anak-anak yang terlantar, kurang gizi, tidak mampu sekolah, harus drop out dari sekolah, atau mereka yang dengan berbagai alasan hidupnya sangat miskin sehingga tidak bisa sekolah. “Saya kira kewajiban menolong semua anak-anak, baik di dalam negeri sendiri maupun di luar itu kewajiban kita bersama. Memang, sebagai sebuah bangsa kita wajib mendahulukan kepentingan dan penanganan anak-anak dari dalam negeri sendiri,” tutur Ustadz Jeje.
“Namun, kita juga harus memahami situasi sulit yang dialami pemerintah Palestina dalam menangani anak-anak yang menjadi korban perang. Dan juga kesulitan dari negara-negara muslim untuk membantu warga Palestina, wabil khusus warga sipil,” sambungnya.
Ustadz Jeje melanjutkan, negeri-negeri muslim yang berdekatan dengan Palestina memang sudah sejak lama menampung para pengungsi korban perang dari Palestina. Misalnya Yordania, yang menampung puluhan ribu pengungsi dari Palestina atau pun pengungsi dari korban perang Suriah. Demikian pula Mesir, Lebanon, dan negara-negara Arab sekitarnya.
“Nah tentu saja, mereka mudah melakukan hal itu karena di negara perbatasan. Tentu lain halnya dengan Indonesia yang cukup jauh, di samping juga memiliki tradisi yang sangat berbeda,” imbuhnya.
Baca juga: Elemen Masyarakat Makassar Protes Tempat Hiburan Malam WSC Buka Kembali
Tetapi, lanjut Ustadz Jeje, tradisi di Indonesia juga untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. “Dan harus kita ingat, selama ini memang sekolah (terutama sekolah-sekolah swasta), sekolah-sekolah pesantren yang dikelola oleh ormas, memang sejak zaman dahulu itu telah membantu masyarakat yang tidak mampu untuk ditampung di sekolah-sekolah, di pesantren-pesantren, di rumah-rumah tahfidz, dengan cara mereka disekolahkan, digratiskan, dibeasiswakan, atau diberikan kemudahan pembiayaan dengan sukarela dari pesantren,” jelasnya.
Bahkan, jelas Ustadz Jeje, banyak sekali dari kalangan anak yatim dan duafa yang ditampung di pesantren-pesantren tanpa dipungut biaya apa pun. Ini juga merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab dari organisasi kemasyarakatan Islam terhadap nasib putra-putri dari bangsa sendiri. Artinya, Nasib putra-putri bangsa sendiri pun tidak dilupakan dan tidak boleh diabaikan.
“Namun bukan berarti bahwa kita juga tidak perlu peduli terhadap penderitaan dan anak-anak korban perang dari Palestina. Dan harus diingat bahwa untuk menangani korban perang anak-anak Palestina, tentu saja itu tidak untuk selamanya. Ini kan situasi darurat, situasi genting, yang memungkinkan untuk diambil tindakan penyelamatan, tindakan menolong, membantu secepatnya,” katanya kepada wartawan.
Ustadz Jeje pun mengingatkan, kebijakan menampung anak-anak Palestina untuk belajar di Indonesia hendaknya berlangsung sementara. “Ini adalah penanganan darurat, sampai mereka selesai perang dan pembangunan kembali sudah dilakukan untuk sarana tempat tinggal pendidikan, ibadah, dan yang lainnya, baru mereka dikembalikan lagi (ke negaranya),” tegasnya.
Ada pun tindakan yang sedang terus dilakukan juga dalam tataran global, tataran internasional, semisal bagaimana mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan dunia internasional terutama negara-negara besar adidaya, agar serius menekan Israel, menghentikan Israel melancarkan dari serangannya terhadap Palestina, juga agar Israel mau melakukan perdamaian dan genjatan senjata yang abadi, Ustadz Jeje menyabut, tentu para pemimpin dunia telah mengupayakan itu. Tetapi yang menjadi kebutuhan mendesak dan darurat saat ini adalah bagaimana menyelamatkan korban perang dari masyarakat sipil. Sebab, mereka ini terluka, membutuhkan pengobatan secepatnya, serta anak-anak yang terlantar tidak bisa sekolah, tidak memiliki tempat tinggal, dan yang mengalami trauma. Mereka semua juga membutuhkan pengobatan dan penanganan secepatnya.
“Karena mereka juga tidak mungkin mau jadi warga negara dan bangsa Indonesia, mereka wajib dikembalikan ke kampung halamannya, ke negara asalnya, untuk kemudian mereka membangun dan mempertahankan serta membela negaranya sendiri. Tentu saja, itu semuanya sudah dipahami oleh para pemimpin dunia Islam dan para aktivis pembela Palestina di mana pun berada, termasuk di Indonesia,” ucapnya.
Ustadz Jeje menekankan, rencana atau wacana menolong dan menampung anak-anak Palestina yang menjadi korban perang adalah sebuah program yang memungkinkan untuk dilakukan secepatnya. Itu pun jika telah disepakati bersama antar pemerintah Indonesia dengan otoritas Palestina. Sebab, berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan pertolongan darurat terhadap nasib rakyat dan anak-anak Palestina.
Baca juga: Dewan Pers Sampaikan Kekhawatiran Draf RUU Penyiaran dalam Rapat UNESCO di Kroasia
“Tetapi (di dalam) kondisi perang yang berkecamuk ini berat sekali melakukan pembelaan dan pertolongan kemanusiaan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa mereka. Maka, upaya yang paling dekat dan paling cepat bisa dilakukan (adalah) mengeluarkan mereka, karena sudah tidak tertampung umpamanya di negara-negara muslim yang berbatasan,” imbuhnya.
Ustadz Jeje pun mengatakan, tak salah jika Indonesia menawarkan untuk menampung anak-anak Palestina yang menjadi korban perang itu. “Nah, maka tidak ada salahnya Indonesia menawarkan itu kalau bisa diterima dan disepakati kedua belah pihak. Dan sekali lagi, itu bukan untuk selamanya. Ini adalah penanganan darurat, sampai mereka selesai perang dan pembangunan kembali sudah dilakukan untuk sarana tempat tinggal pendidikan, ibadah, dan yang lainnya, baru mereka dikembalikan lagi,” pungkasnya.
Jatim Siap Tampung
Sebelumnya, Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto, mengatakan, Indonesia siap menerima 1.000 orang pasien terdampak konflik Palestina dan 1.000 anak Palestina, untuk dirawat sekaligus bersekolah di Indonesia. Menurut Prabowo, hal itu merupakan solusi konkret yang ditawarkan Indonesia ketika ia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang membahas soal Gaza di Amman, Yordania. Prabowo mengatakan hal itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2024).
“Saya kira, di KTT itu Indonesia yang paling konkret. Kita juga sebut kita siap mengambil 1.000 pasien sebagai langkah awal, ya kan? Kita siap menerima 1.000 anak-anak yang kena trauma untuk kita sekolahkan di sini,” katanya.
Prabowo mengatakan, pasien dan anak-anak Palestina tersebut akan dikembalikan ke negara asalnya jika situasi dan kondisi Palestina telah kembali normal. “Pada saatnya kita kembalikan. Dan langkah-langkah itu saya kira dihargai oleh banyak negara. Dan kita siap rumah sakit tetap di situ, pesawat kita akan terus membantu. Lebih baik ke arah-arah konkret,” kata dia.
Prabowo mengatakan, gagasan yang ia tawarkan di forum KTT yang membahas soal Gaza di Amman, Yordania, itu merupakan inisiatif mantan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Sebab, sebelumnya Khofifah dan pimpinan pondok pesantren menyatakan siap menampung 1.000 anak-anak Palestina di Jawa Timur (Jatim).
“Ibu Khofifah menyampaikan gagasan beliau, inisiatif beliau, karena juga mendengar inisiatif Indonesia untuk mengevakuasi 1.000 korban, pasien yang luka-luka. Beliau juga memiliki gagasan untuk menawarkan bahwa Jatim siap menerima 1.000 anak-anak Palestina dan mungkin juga beberapa ibu-ibu yang kena trauma, untuk sementara dididik di pesantren-pesantren Jatim,” kata Prabowo waktu itu.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!