Setelah tujuh minggu berperang, gencatan senjata antara Zionis Israel dan Pejuang Hamas dimulai pada Jumat pagi. Namun, Kementerian Kehakiman Israel menyajikan daftar 300 tahanan Palestina yang sedang dipertimbangkan untuk dibebaskan. Tidak jelas apakah ini merupakan kemungkinan untuk tawaran pertukaran tahap kedua atau bukan. Sebab, kesepakatan tersebut memungkinkan perpanjangan jeda pertempuran selama satu hari untuk setiap 10 tawanan tambahan yang dibebaskan Pejuang Hamas.
Dikutip dari laman Al Jazeera, seorang pejabat Palestina mengatakan, setelah 7 Oktober 2023 ada penambahan jumlah warga Palestina yang ditahan oleh Zionis Israel dibandingkan sebelumnya. “Sebelum operasi Badai al-Aqsha di mulai pada 7 Oktober 2023, ada sekitar 5.200 warga Palestina yang ditahan oleh Zionis Israel. Namun, setelah serangan Pejuang Hamas pada tanggal 7 Oktober yang lalu, jumlahnya melonjak menjadi lebih dari 10.000 orang,” kata pejabat Palestina.
Dari seluruh warga yang ditangkap setelah 7 Oktober 2023, 37 diantaranya adalah jurnalis yang sedang bekerja melakukan peliputan atas apa yang berkecamuk di tanah Palestina. Menurut Addameer, sebuah lembaga asosiasi pendukung tahanan dan hak asasi manusia untuk Palestina melaporkan, bahwa sebagian besar jurnalis itu menjadi sasaran penahanan administrative, yang pada kasus-kasus sebelumnya mereka akan dipenjara tanpa batas waktu dan tanpa menghadapi proses peradilan atau tuntutan.
Berikut ini beberapa warga Palestina yang telah dibebaskan. Mereka mengungkapkan perasaan setelah dibebaskan.
Shurouq Dwayyat
Pada tahun 2015, Shurouq Dwayyat yang saat itu masih berusia 18 tahun ditangkap dan ditahan di penjara Damon, Haifa, dengan tuduhan mencoba menikam seorang pemukim Zionis Israel dengan pisau. Keluarganya yang sangat menantikan pembebasannya, membantah tuduhan tersebut.
Saksi mata warga Palestina mengatakan, seorang pemukim Zionis Israel mencoba melepas jilbabnya saat dia berjalan melewatinya. Hal itu sebagai tindakan provokasi yang disengaja. Dia mendorongnya ke belakang dan seketika itu pasukan Zionis Israel menembakkan empat peluru ke tubuhnya, membiarkan dia berdarah di tanah selama setengah jam, sebelum menangkapnya.
“Mustahil bagi saya untuk mempercayai cerita Israel bahwa putri saya menikam seorang pemukim. Shurouq lembut dan bahkan tidak bisa melukai binatang,” kata Salah Dwayyat, ayah dari Shurouq Dwayyat.
Baca Juga : Gencatan Senjata Hari Keempat: Beberapa Catatan yang Perlu Diketahui
Fareed Najm
Fareed Najm termasuk salah satu warga Palestina yang dibebaskan. Ia mengatakan kepada Al Jazeera setelah pembebasannya, menggambarkan kondisi yang dialami para tahanan di penjara Zionis Israel. Dia mengatakan, para tahanan tidak diberi air minum bersih atau makanan yang cukup.
“Kami sangat menderita di penjara,” kata Najm yang berasal dari Nablus. “Dan kami juga dipermalukan dalam perjalanan pulang. Mereka selalu memperlakukan kami dengan sangat buruk,” tambahnya.
Dirinya bersyukur dan berterima kasih atas perjuangan masyarakat Gaza. “Saya ingin berterima kasih kepada masyarakat di Gaza atas perlawanan mereka dan semoga Tuhan memberkati mereka dengan kesabaran. Gaza, kelompok Perlawanan yang tangguh, jika kita mengucapkan terima kasih setiap hari, itu tidak akan cukup,” kata Najm.
Marah Bakeer
Marah Bakeer mengatakan, masa-masa di penjara yang ia alami sangat berat. Namun, dia menanggungnya dengan keyakinannya kepada Allah dan dukungan dari keluarganya serta sesama tahanan Palestina.
“Ada banyak masa-masa sulit di penjara, tetapi sama seperti orang lain yang menjalani hidup, masa-masa itu pun berlalu,” katanya.
“Penjara sangat sulit karena saya masih muda (ketika saya mulai dipenjara) dan saya membutuhkan kasih sayang ibu dan dukungan keluarga saya," tambahnya.
“Meski banyak teman-teman narapidana yang merawat dan membantu saya, tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayang seorang ibu,” ujarnya.
Baca Juga : Gencatan Senjata Hari Kedua: Lebih Banyak Tawanan yang Akan Dibebaskan
Marah Bakeer, yang ditangkap pada tahun 2015 ketika berusia 16 tahun, termasuk di antara mereka yang dibebaskan di Yerusalem. Ia mengatakan kepada Al Jazeera bahwa banyak tahanan yang dibebaskan memerlukan perawatan medis. “Semua tahanan mengalami pengabaian perawatan medis yang sangat serius (saat ditahan),” katanya.
Israa Jaabis
Israa Jaabis menghabiskan tujuh tahun di penjara Israel dari hukuman 11 tahun. Pada 11 Oktober 2015, Jaabis yang saat itu berusia 31 tahun sedang dalam perjalanan menuju rumahnya di Yerusalem. Tiba-tiba tabung gas di mobilnya meledak dan terbakar. Dia menderita luka bakar tingkat tiga yang menghanguskan 60% tubuhnya, termasuk wajah dan tangannya.
Dikutip dari laman Anadolu Agency, "Saat dia keluar dari kendaraan, seorang tentara Zionis Israel menuduh bahwa dirinya mencoba menikamnya dan berteriak ‘Jatuhkan pisaunya’ kata tentara itu kepadanya... ‘tetapi saya tidak membawa apa pun, tubuh saya terbakar!’ katanya."
Pihak berwenang Israel menuduh Jaabis ingin melakukan serangan "teror".
“Saya malu untuk membicarakan kegembiraan ketika seluruh Palestina terluka,” kata Jaabis kepada wartawan di ruang tamunya, bersama putranya yang berusia 13 tahun. “Mereka harus membebaskan semua orang,” katanya.
Murad Atta
Murad Atta yang berusia 17 tahun menceritakan kepada Al Jazeera tentang penyiksaan yang dilakukan oleh para sipir di penjara Zionis Israel sejak awal Operasi Badai al-Aqsa di Gaza. Dia telah dibebaskan dan menceritakan tentang pemukulan kejam terhadap para tahanan hingga mematahkan tulang-tulang mereka, melemparkan mereka ke lapangan, memborgol tanpa pakaian, melarang mereka mandi, makan, bahkan tidur, dengan menyinari mereka dengan lampu yang terang di dalam sel.
"Tentara penjajah Israel biasa memukuli para tahanan sampai mereka pingsan, menyiram mereka dengan air dingin sampai mereka bangun, dan kemudian kembali memukuli mereka sampai mereka pingsan lagi," kata Atta.
Yazan Al-Hasanat
Yazan Al-Hasanat yang telah dibebaskan mengungkapkan rasa belas kasihannya kepada para syuhada di Gaza, dan menyerukan pemulihan yang cepat bagi mereka yang terluka. Ia mengatakan bahwa ia sangat menghormati masyarakat Gaza yang mempersembahkan para syuhada, yang rumahnya hancur, dan yang menderita di bawah pemboman untuk membebaskan para tahanan dan mengembalikan mereka ke keluarga mereka.
Baca Juga : Strategi Zionis Israel Lakukan Genosida: Bikin Rakyat Palestina Mati Kelaparan
Yazan mengatakan kepada Al Jazeera Mubasher bahwa administrasi penjara mencabut perawatan medis dan pengobatan para tahanan setelah banjir Al-Aqsa. Dikutip dari laman Al Jazeera Mubasher, "Para tahanan tidak mengetahui apa yang terjadi, karena pihak administrasi penjara pendudukan sengaja mengisolasi mereka dari dunia luar. Kami mengetahui berita tersebut dari para tahanan baru,” kata Yazan.
Dia kemudian melanjutkan, “Ketika kami mengetahui bahwa pasukan perlawanan telah mendapatkan tahanan Zionis Israel, dan bahwa mereka akan bernegosiasi dengan penjajah… Semua orang, terutama para tahanan yang menjalani hukuman yang lama, merasa berharap bahwa akan ada kesepakatan pertukaran yang akan membuat mereka mendapatkan keuntungan. Yaitu kebebasan. Tetapi kami tidak tahu kapan itu akan terjadi.”
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!