Catatan Perjalanan Seorang Dokter Kemanusiaan di Aceh

Catatan Perjalanan Seorang Dokter Kemanusiaan di Aceh

Di dalam lanskap kemanusiaan yang dipenuhi luka, ingatan, dan tanggung jawab moral, kesaksian lapangan menjadi suara yang tak tergantikan. Dari ruang-ruang bencana hingga wilayah konflik, pengalaman para relawan dan tenaga medis kerap membuka kenyataan yang tak selalu tertangkap oleh media serta laporan resmi.

Di dalam agenda Sabili Insight Hub Volume 3 yang mengangkat judul “Kami Hanya Punya Allah, Kesaksian yang Akan Mengubah Cara Pandang Anda terhadap Banjir Aceh”, 15 Desember 2025 malam, Sabili.id menghadirkan kesaksian langsung dari ruang-ruang krisis yang kerap luput dari perhatian publik. Agenda ini menjadi ruang untuk mendengar suara mereka yang hadir di tengah kehancuran pasca bencana alam. Mereka yang menyaksikan, merawat, dan bertahan bersama para korban.

Dr. Prita Kusumaningsih, Sp.OG menjadi salah satu narasumber Sabili Insight Hub Volume 3. Ia membuka pemaparannya dengan membawa peserta kembali kepada satu ingatan kolektif bangsa tentang peristiwa tsunami Aceh 2004. Lebih dari dua dekade telah berlalu sejak tragedi itu mengguncang dunia dan menewaskan ratusan ribu jiwa serta mengubah wajah Aceh untuk selamanya. Kini, nyaris 21 tahun setelahnya, Aceh kembali diuji. Kali ini oleh banjir bandang yang tak kalah menghancurkan.

Banjir tersebut mengubah hidup jutaan orang. Lebih dari seribu nyawa melayang, ratusan lainnya hilang tanpa kabar. Rumah-rumah tenggelam, kendaraan hanyut, ribuan hewan dan ternak ditemukan tak bernyawa. Infrastruktur lumpuh total: jembatan ambruk, akses jalan terputus, listrik padam dalam gelap yang panjang, dan jalur komunikasi menghilang seolah Aceh terisolasi dari dunia.

Layanan Kesehatan Jelang Tengah Malam di Gampong Meunasah Lhok
Tim medis BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) telah sampai di sebuah kampung bernama Gampong Meunasah Lhok di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Seluruh rumah warga di kampung itu habis dilibas banjir bandang. Sembari membagikan sembako, tim medis langsung menyiapkan pelayanan kesehatan.

Pada 30 November 2025, dr. Prita bersama tim Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) turun langsung ke Aceh. Titik pelayanan pertama berada di Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya. Di posko kesehatan, mereka menjumpai wajah-wajah yang menyimpan trauma mendalam. Di sana, ia melihat seorang lansia yang ditemukan terendam banjir selama dua hari, masih menggigil hebat ketika dievakuasi. Ada juga pasien yang mengalami stroke akibat bencana. Dan tak sedikit warga yang gangguan jiwanya kambuh karena syok menghadapi musibah yang datang tiba-tiba.

Di dalam interaksinya dengan warga, dr. Prita mendengar satu pernyataan yang semula terasa sulit dipercaya, yaitu “banjir ini lebih buruk daripada tsunami Aceh”. Ia mengaku awalnya ragu. Ia kemudian mencari tahu dan menanyakan langsung tentang alasan di balik mencuatnya kesimpulan tersebut.

Jawabannya adalah, tsunami tahun 2004 itu memang membawa air yang jauh lebih besar dan lebih tinggi, tetapi airnya relatif cepat surut. Banjir bandang kali ini bertahan lama, meski ketinggiannya tidak setinggi tsunami. Ketika air surut, ia meninggalkan lumpur tebal bahkan mencapai 60 sentimeter. Lumpur itu, jika dibiarkan, akan mengering dan mengeras, mustahil dibersihkan tanpa alat berat.

Dr. Prita juga menyoroti kelompok-kelompok rentan yang kerap terpinggirkan dalam narasi besar bencana. Kisah-kisah pilu pun bertebaran. Misalnya, ada balita yang tersangkut di pohon sementara ibunya entah di mana. Atau cerita tentang seorang ibu yang berusaha mendekap dua anaknya saat arus datang. Jika ia mempertahankan kedua buah hatinya, mereka bertiga akan terseret air dan mungkin tak akan selamat. Di tengah situasi yang tak terbayangkan itu, ia terpaksa harus melepaskan salah satu anaknya demi menyelamatkan yang lain. Sungguh bukan pilihan. Tetapi dalam sepersekian detik ia harus memilih. Sebuah pilihan yang tak seharusnya dihadapi oleh siapa pun, namun dipaksa oleh bencana yang datang tanpa memberi kabar sebelumnya.

Lenyapnya Pondok Bersalin Desa Simpang Mulia
Kali ini, catatan perjalanan Dr. Prita Kusumaningsih, SpOG mengisahkan pengalaman dia bersama Tim BSMI di Desa Simpang Mulia, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireun, Aceh. Di sana, polindes (Pondok Bersalin Desa) hanya tersisa dinding depan. Pintunya hampir lepas, terayun, tertahan engsel.

Dari Aceh, dr. Prita mengajak peserta menyeberang jauh ke Gaza. Sebuah wilayah lain yang juga ia kenal sebagai dokter kemanusiaan. Gaza, kata dr. Prita, mengalami kehancuran total. Di musim dingin, hujan lebat dan badai menerjang, menerbangkan tenda-tenda pengungsian. Namun di tengah cuaca ekstrem itu, pengeboman oleh penjajah Israel terus berlangsung tanpa henti. Kementerian Kesehatan Gaza (MOH) merilis data korban setiap hari: jumlah syuhada dan luka-luka dirinci berdasarkan gender, usia, dan kategori lainnya. Angka-angka itu terus bertambah, hari demi hari. Di Gaza, alat transportasi utama adalah keledai, dan itu pun berbayar dengan harga yang tidak murah.

Namun, di tengah krisis kemanusiaan yang begitu parah di Gaza, dr. Prita menyaksikan satu potret solidaritas yang mengguncang. Seorang warga Gaza menyisihkan 1.000 dolar AS untuk membantu korban banjir dan longsor di Sumatera. Artinya, di tengah keterbatasan dan ancaman hidup, empati mereka justru melampaui batas geografis.

Dokter Prita lantas menutup pemaparannya dengan menyampaikan pesan yang tegas. Jangan berhenti ketika musibah dianggap berakhir. Di Gaza, meski gencatan senjata diumumkan, blokade dan pengeboman tetap berlangsung. Korban terus berjatuhan, bukan hanya karena serangan penjajah, tetapi juga akibat kelaparan dan dinginnya cuaca. Demikian pula di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. Ketika air surut dan sorotan media meredup, penderitaan belum usai. Maka, jangan berhenti.

Pemulihan tidak boleh menjadi alasan untuk diam. Penyebab banjir bandang dan longsor harus terus disuarakan dan dikritisi. Sebab, kemanusiaan tidak sekadar hadir saat bencana datang, tetapi tetap setia bersuara setelahnya, hingga keadilan dan keselamatan benar-benar terwujud.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.