Pihak berwenang Prancis menangkap pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, di Bandara Le Bourget, Paris, Sabtu, 24 Agustus 2024. Penangkapan miliarder Rusia itu dilakukan tak lama setelah pesawat pribadinya mendarat dari Azerbaijan. Menurut salah satu pejabat Prancis, pria berusia 39 tahun tersebut ditangkap berdasarkan surat perintah penangkapan atas tuduhan kejahatan terkait aplikasi perpesanan Telegram.
Tahun 2013, Pavel Durov mendirikan aplikasi Telegram bersama saudaranya, Nikolai. Aplikasi tersebut lantas menjadi platform yang mendunia karena dikenal dengan enkripsi pesan yang aman dan komitmennya terhadap privasi pengguna. Kecanggihan fitur percakapan rahasia dan banyak fitur lainnya, menjadikan Telegram sebagai pilihan bagi mereka yang mencari komunikasi dengan keamanan tinggi.
Aplikasi ini mengalami perkembangan pesat, dari 45 juta pengguna aktif pada tahun 2014 menjadi lebih dari 900 juta pengguna di seluruh dunia pada tahun 2024. Telegram memiliki basis pengguna yang besar di Rusia, Ukraina, dan di banyak negara bekas pecahan Uni Soviet lainnya. Di kawasan itu, Telegram menjadi platform yang berpengaruh dan berfungsi sebagai sumber informasi utama, terutama selama perang yang berlangsung antara Rusia dan Ukraina. Aplikasi ini sering digambarkan sebagai “medan perang virtual” yang digunakan oleh kedua belah pihak untuk menyebarkan informasi dan propaganda.
Selain digunakan selama perang Rusia-Ukraina, Telegram juga menjadi salah satu platform utama bagi para pejuang Palestina untuk menyebarkan informasi tentang perjuangan mereka. Hal ini karena Telegram tidak memberlakukan pembatasan atau pemblokiran seperti Instagram, yang merupakan perusahaan Amerika Serikat dan diketahui mendukung zionis Israel.
Di dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Amerika, pada April lalu, Durov berbicara terus terang tentang tekanan yang dialaminya dari berbagai negara, termasuk upaya otoritas Amerika untuk memasukkan akses “penyadap” dalam aplikasi Telegram.
Durov juga mengungkapkan, agen FBI pernah berusaha membujuk salah satu pegawai engineering-nya untuk menanamkan sebuah program di aplikasi Telegram, yang akan memungkinkan mereka dapat memata-matai pengguna. Dia juga menceritakan pengalamannya bertemu dengan agen FBI di bandara. Bahkan mereka pun datang ke rumahnya. Hal ini menunjukkan bahwa otoritas AS menaruh perhatian khusus terhadap aplikasi tersebut.
Dengan hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia, Telegram menjadi aplikasi yang ditakuti zionis Israel. Melalui aplikasi ini, para mujahid Palestina dapat mengungkap kelemahan pasukan Zionis, semisal tewasnya ratusan tentara dan hancurnya kendaraan militer mereka. Hal itu membuat zionis khawatir di “medan perang virtual”.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!