Sejarawan Dr. Tiar Anwar Bahtiar hadir sebagai pemateri dalam kuliah pekan ke-12 Sekolah Pemikiran Islam (SPI) di Bandung, Kamis (20/11/2025) malam. Di kesempatan itu, Tiar mengeluarkan pernyataan yang menjadi pencerahan penting tentang hubungan Islam dan budaya yang sering disalahpahami.
"Islam tidak ada masalah dengan keris, kujang, kemenyan, dan lain-lain, karena semua itu merupakan benda fisik yang sebatas urusan dunia. Namun, ketika (benda-benda tersebut) dikaitkan dengan perkara ghaib, maka perkara ghaib inilah yang dikoreksi oleh Islam," tegas alumni Universitas Indonesia itu.
Dengan gaya pemaparan yang santai namun mendalam, Tiar pun menjelaskan bahwa nativisasi merupakan gerakan sistematis untuk menjauhkan masyarakat dari Islam dengan mengglorifikasi budaya-budaya pra-Islam. Mengglorifikasi artinya memuliakan, mengagung-agungkan, atau menjadikan sesuatu terlihat lebih baik atau lebih agung daripada yang sebenarnya.
”Mereka mengangkat Sriwijaya dan Majapahit seolah-olah itulah identitas asli Indonesia, sambil berusaha mengubur peran Islam dalam sejarah bangsa,” jelas Sekretaris Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam MUI Pusat itu.
Namun, ia menekankan bahwa Islam justru sangat lentur dalam menyikapi produk budaya yang zahir. Islam mengoreksi budaya yang berkaitan dengan perkara ghaibiyat yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah.
Dan perkuliahan pun berlangsung dengan menarik. Hal itu tecermin dari kesan yang disampaikan salah satu peserta, Muhammad Nurjana. Menurut Nurjana, selama ini banyak yang keliru mempertentangkan Islam dengan budaya lokal.

”Materinya benar-benar menarik. Dr. Tiar menyampaikannya dengan gaya santai tanpa slide, tetapi isinya sangat mendalam. Saya mendapatkan sudut pandang baru tentang hubungan Islam dan budaya,” kata Mahasiswa UNISBA asal Sulawesi itu.
Salah seorang murid yang berasal dari Bandung, Salma, menambahkan. Menurut dia, kita perlu benteng menghadapi gerakan nativisasi.
”Budaya lokal bukannya hilang karena dihapus oleh Islam, akan tetapi memang sudah tidak revelan dengan perkembangan zaman, makanya ditinggalkan oleh masyarakat. Seharusnya mereka justru berterima kasih kepada Islam, karena agama ini memodifikasi budaya di Indonesia, yang awalnya busana masyarakat Jawa itu sangat minim dan terbuka auratnya kemudian menjadi tertutup dan sampai sekarang busana di Indonesia adalah budaya Islam,” tuturnya.
Fenomena tersebut menuntut agar ada di antara para aktivis muslim yang berdakwah melalui budaya. Hal itu dipesankan Dr. Tiar Anwar Bahtiar saat menutup perkuliahan malam itu. Pesan ini menjadi pengingat pentingnya pendekatan kultural dalam dakwah di Nusantara.
”Ketika aktivis muslim meninggalkan budaya, apalagi terkesan narasinya memusuhi budaya, hal ini akan dimanfaatkan oleh para pembenci Islam untuk menjauhkan masyarakat muslim dari akar sejarah dan budayanya,” tegasnya.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!
