Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al-Aqsa (KPIPA) memfasilitasi insan-insan media Indonesia untuk berbicara langsung dengan jurnalis Al-Jazeera yang selama ini meliput di Gaza. Acara itu diadakan di antara kegiatan Konferensi Aktivis Palestina Asia Pasifik untuk Al-Quds dan Palestina yang diselenggarakan oleh KPIPA di Hotel Savoy Homann, Bandung. Para jurnalis pun bertemu mereka lewat konferensi pers bertajuk “Beritakan Kami, Jangan Diam”, Ahad (25/5/2025).
Salah satu jurnalis yang hadir di kesempatan itu adalah Youmna Al-Sayed. Ia adalah jurnalis Al Jazeera yang dikenal lewat liputan-liputannya dari Gaza. Video Youmna melaporkan langsung saat Israel meledakkan bom di latar belakangnya masih bisa ditemukan dengan mudah di internet. Di Bandung, Youmna berkisah tentang betapa sulitnya ia menjalankan tugas sebagai pewarta di tengah genosida.
“Kami bekerja dari mana pun kami bisa. Dari rumah sakit, reruntuhan, tempat pengungsian. Kami kehilangan rekan, kantor, listrik, makanan dan air. Tetapi kami tidak kehilangan komitmen untuk menyampaikan kebenaran,” tegasnya.
Kisah Youmna diperkuat oleh Maher Atiya Abu Qouta. Ia adalah juru kamera yang bekerja bersama Youmna. Di kesempatan itu, Maher Atiya menceritakan bagaimana mereka melihat tubuh-tubuh bergelimpangan. Kondisi itu ia sebut sebagai worst inhumanity. Tetapi, di saat seperti itu mereka harus tetap bersikap profesional.
“Kami tahu nyawa kami terancam. Tetapi kami tetap bertahan, karena kami punya tanggung jawab memerlihatkan kebrutalan ini kepada dunia,” tuturnya.

Youmna dan Maher lantas menuturkan, aksi boikot terhadap produk pendukung Israel sangat berdampak. “Boikot memukul ekonomi mereka. Protes memberikan tekanan. Selama kita bersuara, kita menciptakan perubahan,” katanya.
Dari sisi advokasi internasional, Dr. Fauziah Hassan yang pernah ikut misi kemanusiaan Freedom Flotilla kemudian kapalnya ditembak Israel, mengabarkan bahwa satu kapal akan kembali berlayar pada pertengahan Juni 2025. Mereka akan membawa aktivis dari lebih 30 negara untuk menembus pengepungan Israel.
“Kami tidak akan lagi bergerak diam-diam. Dunia harus tahu ada kapal yang sedang menuju Gaza, dan kami akan membawa suara kebebasan,” ucapnya lantang.
Perwakilan dari Maladewa, Dr. Shazra, menyatakan, aktivis di negaranya terus melawan dan mengedukasi rakyat, meski menghadapi represi, bahkan ia sendiri pernah dipenjara lantaran dinilai terlalu keras menggaungkan protes. Shazra rutin berdemo berdua temannya di depan Kedubes Saudi. “Kami tidak mendukung solusi dua negara. Palestina harus bebas sepenuhnya, dari West Bank hingga Gaza,” tandasnya bersemangat.
Sementara itu, Ketua Panitia Konferensi, Ir. Maryam Rachmayani, S.Th, MM, menekankan, suara perempuan Asia-Pasifik kini semakin menggema kuat di negaranya masing-masing. “Mereka bergerak dengan caranya, menggerakkan komunitas di tengah keterbatasan, dan hari ini kita satukan energi itu di Bandung, untuk Palestina,” tegasnya.
Ketua KPIPA, Nurjanah Hulwani, S.Ag, ME, mengeluarkan pernyataan senada dengan Maryam. “Kami ingin memastikan aksi nyata untuk perempuan dan anak Palestina dilakukan dengan cepat dan terukur. Apa yang sudah kita bangun di Asia-Pasifik, harapannya bisa menggema ke seluruh dunia,” katanya.
Konferensi pers itu menjadi salah satu dari serangkaian kegiatan Konferensi Asia Pasifik untuk Al-Quds dan Palestina yang digelar di Bandung. Agenda ini menjadi bukti bahwa gerakan perempuan dan media tidak pernah diam. Mereka akan terus berisik menuntut keadilan dan kemerdekaan Palestina.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!