Prof. Ugi Suharto mengungkapkan betapa pentingnya zakat sebagai instrumen dalam perekonomian negara. Pandangan Prof. Ugi itu ia katakan saat menyampaikan pemaparan tentang “Peran Zakat dalam Pengembangan Ekonomi Negara-Negara Muslim” dalam acara ZEDx (Zakat Enrichment & Idea eXchange), yang digelar di Universitas Islam Internasional Indonesia, pada Rabu (11/9/2024).
Lewat paparan itu, Ugi Suharto juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi negara-negara muslim dalam pengembangan ekonominya. Ia menjelaskan bahwa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) saat ini terdiri dari 57 negara anggota, di mana 48 di antaranya merupakan negara dengan mayoritas Muslim. OKI, yang sejak tahun 1969 hingga 2011 dikenal sebagai Organisasi Konferensi Islam (OIC), adalah organisasi kedua terbesar di dunia setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). OKI memiliki berbagai organisasi anak, spesialis, serta afiliasi, termasuk Liga Arab dan GCC.
“The OIC has 57 member countries, of which 56 are part of the United Nations, with Palestine being the exception,” ujar Ugi Suharto.
Geografi OKI mencakup 27 negara di Afrika, 27 negara di Asia, 1 negara di Eropa, dan 2 negara di Amerika. Negara-negara itu memiliki berbagai tingkat perkembangan ekonomi dan sosial. Ugi mencatat, meski pun negara-negara OKI memiliki potensi yang besar, mereka sering kali menghadapi tantangan signifikan dalam hal pengembangan manusia dan ekonomi.
“Among the ten countries having the lowest Human Development Index (HDI), half of them are Muslim countries. And among the top ten highest HDI, none is among the OIC countries,” kata Ugi Suharto, menyoroti perbedaan mencolok dalam Indeks Pembangunan Manusia antara negara-negara OKI dan negara-negara lain di dunia.
Menurut dia, profil ekonomi negara-negara OKI menunjukkan, total GDP mereka tahun 2023 mencapai USD 8,9 triliun, yang hanya berkontribusi sebesar 8,5% dari GDP global. Sementara itu, GDP Amerika Serikat sendiri mencapai USD 27,9 triliun pada tahun yang sama. Data ini menunjukkan perbedaan signifikan dalam ukuran ekonomi antara negara-negara OKI dengan negara-negara maju semisal Amerika Serikat.
Khusus dalam hal pendapatan per kapita, Ugi Suharto mencatat, Qatar adalah negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di OKI, mencapai USD 81.000, sedangkan Afghanistan berada di posisi terbawah dengan pendapatan per kapita kurang dari USD 1.000. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup besar dalam distribusi kekayaan di antara negara-negara OKI.
Ia juga menekankan pentingnya peran zakat sebagai instrumen untuk memitigasi ketidaksetaraan ekonomi dan sosial di negara-negara Muslim. Menurut dia, zakat seharusnya memainkan peran penting dalam tiga siklus utama: peran fiskal, pembiayaan sosial, dan ritual.
“Zakat has not played its ideal economic, social, and religious roles! The cycles are Fiscal Role, social finance, and ritual,” ungkap Ugi Suharto.
Prof. Ugi Suharto menjelaskan, meski pun merupakan salah satu pilar penting dalam Islam, zakat belum sepenuhnya diterapkan dengan cara yang dapat memaksimalkan manfaat ekonominya. Ia menggarisbawahi perlunya strategi yang lebih efektif untuk mengelola dan mendistribusikan zakat agar dapat memberikan dampak yang lebih besar dalam mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan di negara-negara Muslim.
Acara ZEDx merupakan platform yang penting untuk membahas berbagai ide dan solusi terkait pengembangan zakat dan bagaimana hal tersebut dapat berkontribusi pada perbaikan kondisi ekonomi dan sosial di negara-negara Muslim. Ugi Suharto berharap, dengan adanya diskusi seperti ini, akan ada peningkatan pemahaman dan implementasi zakat yang lebih baik di masa depan. Data dan analisis yang disajikan oleh Ugi Suharto saat itu diharapkan dapat membuat para peserta dan pemangku kepentingan dapat lebih memahami tantangan yang dihadapi oleh negara-negara OKI, lalu mencari solusi yang lebih efektif untuk memanfaatkan zakat dalam pengembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!