Diantara Deru Mesin, Keringat dan Religiusitas, Sepenggal Kisah Driver Ojewa

Diantara Deru Mesin, Keringat dan Religiusitas, Sepenggal Kisah Driver Ojewa
Diantara Deru Mesin, Keringat dan Religiusitas, Sepenggal Kisah Driver Ojewa / Foto Istimewa

Di balik kemudi motor dan layar aplikasi ojek online, ada banyak kisah perjuangan yang jarang terdengar. Salah satunya adalah Heni, seorang driver ojol wanita (Ojewa) yang juga Ketua Majelis Taklim Perempuan Ojol Bersatu (MTPOB). Saban harinya, ibu dari lima anak ini berjibaku mencari nafkah ditengah hamparan debu, pekatnya asap serta sengatan matahari yang membakar tubuh. Heni harus membagi peran antara mencari nafkah dan mengurus keluarga. "Saya mulai narik setelah anak-anak berangkat sekolah," katanya.

Anak pertamanya yang kini sedang menyelesaikan skripsi di salah satu Universitas swasta di Depok, anak kedua yang seorang hafidz Al-Qur'an, anak ketiga yang masih duduk di bangku SMP, hingga anak keempat yang akan menempuh pendidikan di Rumah Qur'an, semuanya menjadi alasan utama bagi Heni untuk terus bekerja.

Namun, menjadi driver ojol, terutama bagi perempuan, bukanlah pekerjaan mudah. Selain harus berjibaku di jalanan dengan segala risikonya, mereka juga dihadapkan pada penghasilan yang kian tidak menentu. Salah satu isu yang hangat diperbincangkan belakangan ini adalah kebijakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pengemudi ojol. Meski terdengar sebagai angin segar, Heni menjelaskan bahwa tidak semua driver bisa menikmati kebijakan ini.

"Hanya 20% pengemudi setiap tahun yang bisa mendapatkan THR. Itu pun dengan syarat yang cukup berat, seperti memiliki performa yang bagus, bekerja minimal 200 jam per bulan, serta mempertahankan rating bintang lima dan 100% penyelesaian orderan," ungkapnya.

Selain itu, tarif yang diberlakukan oleh aplikator kian hari semakin ditekan, berdampak langsung pada kesejahteraan para driver. "Bayangkan, perjalanan sejauh 5 km hanya dihargai Rp10.500," kata Heni. "Belum lagi mereka meluncurkan berbagai skema tarif murah seperti GoHemat, yang membuat penghasilan pengemudi semakin kecil." Dengan kondisi ini, Heni dan banyak ojek wanita (Ojewa) lainnya sering kali harus bekerja lebih keras hanya untuk bisa membawa pulang pendapatan yang cukup untuk makan sehari-hari.

“Bisa Quran Kids”, Belajar Al Qur’an dengan Cara Menyenangkan
Salah satu platform yang berhasil menarik perhatian dalam memerkenalkan Al Qur’an kepada generasi muda itu adalah channel “Bisa Quran Kids”. Simak wawancara Sabili.id dengan founder “Bisa Quran Kids”, Wildan Ahmad Sopian, berikut ini.

Dari Nongkrong Tak Produktif ke Majelis Taklim yang Solid

Kesulitan hidup yang dialami banyak pengemudi ojek wanita membuat Heni berpikir untuk melakukan sesuatu yang lebih bermakna. Dari situlah lahir Majelis Taklim Perempuan Ojol Bersatu (MTPOB). Berawal dari sekadar tempat berkumpul di basecamp, majelis ini berkembang menjadi wadah bagi para pengemudi wanita untuk meningkatkan kualitas diri. "Dulu, teman-teman sering nongkrong tanpa kegiatan yang berarti, hanya sekadar berkumpul dan menghabiskan pulsa untuk berselancar di media sosial," kenangnya.

Namun, dengan inisiatif yang ia bangun, majelis taklim ini mulai memberikan manfaat. "Awalnya, kami hanya belajar membaca iqro bersama. Tapi lama-kelamaan, majelis ini berkembang hingga ke berbagai wilayah Jabodetabek," ujarnya. Selain menjadi tempat untuk memperdalam ilmu agama & memantapkan aspek spiritualitas, majelis ini juga menjadi wadah berbagi keluh kesah dan solusi bagi para ojek wanita yang menghadapi kesulitan ekonomi.

"Banyak di antara kami adalah janda, ibu tunggal, atau perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga," kata Heni. "Pendapatan mereka sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk biaya sekolah anak atau membayar kontrakan."

Bertahan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Memasuki bulan Ramadan, tantangan bagi para pengemudi ojol semakin berat. "Bulan ini sepi sekali," kata Heni. "Pendapatan rata-rata hanya berkisar Rp10.400 hingga Rp14.000 per perjalanan." Dengan aturan aplikator yang mengharuskan saldo minimal Rp100.000 sebelum bisa dicairkan, banyak driver kesulitan mendapatkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan harian mereka.

Untungnya, MTPOB memiliki jaringan donatur yang rutin membantu. "Setiap hari Jumat, ada beberapa donatur yang menitipkan bantuan untuk teman-teman ojol," jelasnya. Bantuan ini biasanya berupa bantuan makanan.

Namun, tantangan utama bagi ojek wanita bukan hanya soal pendapatan. Masalah lain yang sering dihadapi adalah perawatan kendaraan. "Motor sering rusak, butuh servis, tapi pihak aplikasi tidak memberikan bantuan apa pun," keluh Heni. Semua biaya perbaikan harus ditanggung sendiri, meski pendapatan mereka sudah pas-pasan. Untuk mengatasi hal ini, Heni bahkan membuka bengkel khusus bagi para pengemudi ojol perempuan. "Tujuannya agar mereka bisa mendapatkan layanan servis dengan harga lebih terjangkau dan tidak perlu khawatir jika kendaraannya bermasalah."

Kholid Nelayan: “Hanya Ada Dua Konsekuensi, Dipenjara atau Mati”
Kholid adalah seorang aktivis nelayan yang kini viral lantaran dikenal gencar memerjuangkan hak masyarakat pesisir, khususnya di wilayah Banten. Kholid dengan tegas menyampaikan pendapat, bahwa tindakan memasang pagar di laut adalah contoh kekuatan oligarki yang tak pernah merasa cukup.

Terjerat Pinjaman Online dan Realitas Pahit Ojek Wanita

Penghasilan yang minim membuat banyak ojol wanita terjebak dalam kondisi finansial yang semakin terpuruk. Tidak sedikit yang terpaksa meminjam uang dari pinjaman online (pinjol) dengan bunga mencekik, hanya untuk bisa bertahan hidup. Bahkan, ada yang sampai diusir dari kontrakan karena tunggakan berbulan-bulan.

“Banyak teman-teman yang kontrakannya nunggak 3-4 bulan, diusir karena tidak mampu bayar. Belum lagi anak-anak mereka yang sekolahnya terancam putus karena SPP yang belum dibayar hingga enam bulan,” kata Heni

Di balik semangat dan solidaritas yang dibangun dalam komunitasnya, Heni tetap merasa prihatin dengan kondisi rekan-rekan sesama ojek wanita. "Kesejahteraan mereka masih sangat jauh dari kata layak," katanya. "Banyak yang akhirnya terjerat pinjaman online (pinjol) hanya untuk bisa makan."

Situasi ini terjadi karena pendapatan yang tidak mencukupi, sementara kebutuhan hidup terus berjalan. "Mereka bukan hanya harus memenuhi kebutuhan pribadi, tapi juga harus menyekolahkan anak, membayar kontrakan, dan mengatasi biaya tak terduga seperti servis motor," jelasnya.

Bagi Heni, perjuangan ini belum selesai. Ia berharap ada perhatian lebih dari pemerintah dan perusahaan penyedia aplikasi terhadap nasib para ojek wanita. "Kami tidak meminta belas kasihan, tapi kami ingin ada kebijakan yang lebih adil dan berpihak kepada para pengemudi, terutama perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga," tegasnya.

Sementara itu, ia dan komunitasnya akan terus berjuang, saling membantu, dan menjaga solidaritas. Di tengah ketidakpastian, majelis taklim yang ia bangun menjadi bukti bahwa di balik kerasnya hidup di jalanan, masih ada ruang untuk berbagi dan saling menguatkan.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.