Dibilang Feodal, Pesantren Jawab dengan Prestasi Mendunia

Dibilang Feodal, Pesantren Jawab dengan Prestasi Mendunia
Dibilang Feodal, Pesantren Jawab dengan Prestasi Mendunia/foto:almunawwir.com

Belakangan ini, perhatian publik kembali tertuju pada dunia pesantren. Ragam pemberitaan dan tayangan memunculkan berbagai pandangan tentang kehidupan di dalam pesantren — ada yang memahami dengan baik, ada pula yang belum sepenuhnya melihatnya secara utuh. Padahal, di balik pagar-pagar sederhana itu tersimpan kehidupan yang kaya makna. Di sana, ilmu, karya, dan cita-cita tumbuh dengan kesungguhan.

Pesantren bukan hanya tempat belajar agama, melainkan taman peradaban yang terus hidup, berdenyut, dan melahirkan generasi yang mencintai ilmu sekaligus mencintai bangsanya. Dari tempat-tempat yang tenang itu, lahir generasi muda yang membawa cahaya baru. Mereka tumbuh dengan disiplin, berakar pada ajaran Islam yang penuh kasih, namun menatap dunia dengan pandangan yang luas dan terbuka.

Santri hari ini tidak hanya belajar tentang ibadah dan adab, tetapi juga menyalakan kembali semangat untuk berkontribusi kepada kehidupan global. Mereka membaca kitab, menulis karya, berkarya dalam seni, dan berdialog dengan dunia luar tanpa kehilangan akarnya.

Di antara kisah yang menenangkan hati dari dalam pesantren itu adalah perjalanan seorang santri bernama Achmad Jalaluddin, kaligrafer asal Tangerang, Banten, yang kini menetap di Surabaya, Jawa Timur. Sejak muda, ia menekuni seni kaligrafi dengan penuh kesabaran dan cinta. Dari lingkungan pesantren yang sederhana, ia melatih jemarinya menulis huruf-huruf Arab dengan ketelitian tinggi. Setiap goresan tinta bukan sekadar estetika, tetapi ungkapan pengabdian.

KH Hasyim Asy’ari dan Kelahiran Hari Santri Nasional
Tanggal penetapan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 lantas diperingati di Indonesia sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional itu berdasarkan Keppres Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.

Siapa sangka, karya yang lahir dari kesunyian malam di pesantren itu dapat menembus Kompetisi Kaligrafi Internasional Ke-13 yang diselenggarakan IRCICA (Pusat Penelitian Sejarah, Seni, dan Budaya Islam) di Turki. Di ajang itu, karya Achmad Jalaluddin menjadi “honorable mention” dalam kategori Jaly Diwani.

Karyanya tidak hanya dipamerkan di Turki, tetapi juga pernah ditampilkan di Uni Emirat Arab, Kanada, dan Irak. Karyanya terpajang bersama karya para seniman dunia, membawa nama Indonesia sekaligus mengingatkan dunia bahwa keindahan Islam tidak pernah kehilangan pesonanya.

Kisah seperti itu berlanjut di berbagai penjuru negeri. Di Sulawesi Selatan, misalnya, ajang Musabaqah Qira’atil Kutub Internasional menjadi saksi bagaimana para santri menghidupkan kembali khazanah klasik Islam. Mereka membaca, menafsirkan, dan mendialogkan teks-teks kuno dengan kecermatan luar biasa. Kitab yang dahulu hanya menjadi bacaan di ruang sunyi pesantren kini menjembatani pertemuan lintas negara. Peserta dari Malaysia, Brunei, dan Thailand duduk sejajar, membuktikan bahwa tradisi keilmuan pesantren mampu berbicara dengan bahasa peradaban modern. Dari Wajo yang damai, ilmu yang diwariskan turun-temurun kini bergema hingga ke luar negeri.

Di sebuah pesantren perempuan di Madura, suasana serupa hadir dalam bentuk yang berbeda. Para santri Pesantren Annuqayah Lubangsa Putri menulis puisi, berdiskusi, dan berdebat dalam bahasa Arab di ajang sastra internasional. Mereka menunjukkan bahwa kecerdasan tidak harus kehilangan kelembutan. Di dalam setiap bait yang mereka tulis,
terkandung ketenangan, ketegasan, dan ketulusan yang tumbuh dari hati seorang santri. Bahasa bagi mereka bukan sekadar alat komunikasi, tetapi jembatan kasih antara ilmu dan makna.

Sementara itu, dari Brebes, sekumpulan santri muda dari MA Al-Hikmah 2 membawa semangat yang sama hingga ke Doha, Qatar. Mereka berdiri di panggung kompetisi debat bahasa Arab internasional, mengemukakan argumentasi dengan percaya diri di hadapan juri-juri dunia. Siapa yang mengira, dari pesantren di tengah sawah dan kampung kecil, muncul pemuda-pemuda yang mampu berbicara di forum internasional dengan kejernihan berpikir dan kelapangan hati. Mereka membuktikan bahwa nilai-nilai pesantren justru melahirkan generasi yang kuat, berpikir kritis, namun tetap rendah hati.

Jangan Hakimi Pondok Pesantren!
Orangtua mesti lebih giat, telaten, dan hati-hati dalam pendidikan anak-anaknya. Orangtua harus mengawasi lebih ketat anak-anaknya. Anak-anak harus sering diajak berkomunikasi tentang banyak hal, termasuk pengajaran, pembelajaran dan interaksi yang mereka dapat di lembaga pendidikan.

Rangkaian kisah ini mengalir seperti sungai yang membawa pesan kebaikan. Di tangan mereka, ilmu tidak berhenti di ruang belajar. Ia menjelma menjadi karya yang menyentuh hati, menjadi bukti bahwa keikhlasan mampu menembus batas dunia. Ketika sebagian pihak
mencoba menilai pesantren dari sudut yang sempit, kisah-kisah seperti ini menjadi penegasan yang lembut namun pasti. Bahwa pesantren bukanlah ruang yang tertinggal, melainkan ruang yang menumbuhkan. Bahwa santri bukan hanya murid, melainkan penjaga cahaya ilmu dan peradaban. Mereka belajar dengan kesederhanaan, namun berpikir dengan keluasan; hidup dengan doa, namun melangkah dengan karya.

Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS Al-Mujādilah: 11)

Dari ruang-ruang sunyi itu, lahir generasi yang menjawab stigma dengan prestasi, membela kehormatan ulama dengan ilmu, dan menghadirkan wajah Islam yang teduh di tengah dunia yang sering terburu-buru menilai. Santri tidak butuh sorotan — karena setiap langkah mereka sudah menjadi cahaya yang menerangi zamannya.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.