Ratusan orang dari berbagai tempat dan organisasi hadir dalam diskusi yang digelar Poros Jakarta, Rabu (18/9/2024), di Benz Zone, Jakarta. Diskusi yang menyoroti Fenomena Gerakan Coblos Semua (Gercos) di Pilkada itu menghadirkan tiga narasumber. Mereka adalah peneliti BRIN, Prof. Dr. Siti Zuhro; pakar hukum tata negara, Prof. Dr. Refly Harun; dan ekonom, Ichsanuddin Noorsy. Hadir pula Ketua Poros Jakarta, Biem T Benyamin.
Sekjen Poros Jakarta, Eka Jaya, memberikan sambutan sebelum diskusi dimulai. Ia mengatakan, diskusi ini terlaksana karena melihat fenomena Gercos yang belakangan tengah ramai, sembari menyebut Refly yang pernah menyinggungnya. “Selain itu, ini juga sebagai bentuk perlawanan kita kepada partai politik. Ada jegal menjegal bagi pihak yang layak memimpin Jakarta,” ujarnya.
Refly tampil sebagai pemateri pertama. Ia menyebut, Gercos (Gerakan Coblos Semua) adalah hak politik setiap warga negara. Menurut dia, Gercos adalah gerakan politik warga yang merasa resah dengan keangkuhan penguasa saat ini. Gercos, kata Refly, muncul dari kesadaran warga untuk melawan rezim yang merusak demokrasi dalam pencalonan di Pilkada. Menurut Refly pula, Gercos tak bisa disanksi sebagaimana tertuang dalam UU Pilkada Pasal 187 huruf a yang berisi sanksi terhadap praktik politik uang. Sebab, Gercos di Pilkada itu tidak berkaitan dengan politik uang.
“Kampanye dengan kesadaran adalah hak politik warga negara. Apalagi jika Gercos dianggap ekspresi sebagai perlawanan kepada kartel politik. (itu) Sah-sah saja. Itu hak kita. (yang) Terpenting, kita tidak menjanjikan atau iming-iming dan lainnya,” kata Refly.
Siti Zuhro berpendapat, fenomena Gercos adalah bentuk ketidakpercayaan warga kepada para pengelola pemilu. Sebab, semestinya pemilu itu duduk atau berdiri berkedudukan sama. Namun, kata Siti, Gercos ini seperti swing voters. Mereka masih dalam fase mengamati. Masih wait and see.
“Jika demikian adanya tidak seperti itu, maka warga mesti menjadi pemilih yang cerdas. Bukan memilih karena dimobilisasi receh. Jangan kita hilangkan harkat dan martabat,” ucapnya. “Daripada golput lebih baik saya coblos semua, itu tidak menjadikan kita happy,” imbuhnya.
Sedangkan Ichsanuddin Noorsy mengatakan, Gercos lahir karena adanya sistem yang salah. Selain sistem, juga karena adanya tokoh buruk.
Poros Jakarta sendiri merupakan sebuah organisasi kerelawanan yang berkomitmen untuk menyajikan forum-forum diskusi yang konstruktif dan informatif mengenai berbagai isu sosial dan politik di Jakarta.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!