Dr. Tiar Anwar Bachtiar: “Peristiwa Tanjung Priok Adalah Salah Satu Monumen Sejarah”
Versi lembaga-lembaga kemanusiaan asing menyebut, korban yang tewas terbunuh dalam peristiwa Tanjung Priok mencapai ratusan orang. Kendati ada perbedaan jumlah korban yang jatuh, semua pihak rasanya sepakat bahwa pada 12 September 1984 itu telah terjadi peristiwa berdarah yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka akibat diberondong peluru dan ditabrak serta dilindas truk-truk tentara.
Di mata Pengamat Sejarah Politik Indonesia, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, Peristiwa Tanjung Priok terjadi ketika Orde Baru sedang dalam puncak kekuasaannya. Kondisi yang sedang berada di puncak kekuasaan itu membuat pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto berusaha untuk mengamankan semua lini agar tidak mengganggu kekuasan. Termasuk “gangguan” dari umat Islam.
“Jadi ada sebagian umat Islam yang tidak setuju dengan beberapa kebijakan Soeharto, terutama yang pada masa itu sedang menggulirkan ‘asas tunggal’. (Asas Tunggal) artinya semua organisasi maupun partai politik, harus berasaskan Pancasila. Tidak boleh memasukkan agama dan sebagainya sebagai asas. Hal itu untuk benar-benar mengontrol masyarakat secara penuh. Oleh sebab itu, peristiwa-peristiwa yang berkait atau protes-protes dari umat Islam terkait hal itu dianggap sebagai tindakan yang subversif, dan (dianggap) tindakan yang ingin menghancurkan negara,” katanya.
Menurut Tiar, pemerintah Orde Baru ketika itu benar-benar tidak mentolerir protes atau kritik yang dianggap bisa mengganggu kestabilan negara. Tindakan-tindakan serupa itu digolongkan sebagai tindakan subversif. Oleh sebab itu, semua protes dari para mubaligh, ustadz, dan umat Islam itu akan disikapi dengan cara-cara yang sangat keras.
“Peristiwa Tanjung Priok adalah salah satu yang menjadi monumen Sejarah, bahwa pada masa itu tindakan-tindakan protes terhadap negara disikapi dengan cara yang sangat keras dan kejam. Sampai-sampai pengajian dibubarkan, sebagian ada yang menjadi korban karena ditembaki oleh para tantara, dan sebagainya,” katanya.
Baca Juga : Tragedi Tanjung Priok: Hak Korban yang Terabaikan
Tiar menyebut, Peristiwa Tanjung Priok adalah salah satu kejadian terkait sikap pemerintah terhadap protes warganya. Terutama umat Islam.
“Ini semacam bentuk ketakutan dari pemerintah Orde Baru (yang dipimpin) Soeharto waktu itu terhadap kemungkinan adanya perlawanan dari umat Islam. Padahal, sebetulnya umat Islam tidak dalam kerangka melawan atau ingin menggulingkan kekuasaannya, tetapi ingin mengingatkan beberapa hal yang keliru dan menyimpang dari kebijakan Soeharto, misalnya kebijakan asas tunggal itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tiar mengatakan, ada Pelajaran penting dari Peristiwa Tanjung Priok. “Pelajaran pentingnya adalah bahwa umat Islam harus menjadi pengendali kebijakan. Jangan sampai kebijakan-kebijakan diambil atau dipegang oleh orang-orang yang tidak mengerti Islam dan bahkan memusuhi Islam itu sendiri. Akibatnya kalau kebijakan dipegang oleh orang yang memusuhi Islam, maka umat Islam akan menjadi korban. Maka, perjuangan politik untuk menempatkan wakil-wakil dari kalangan Islam dan pemimpin dari kalangan Islam adalah suatu keniscayaan. Tidak boleh kita mengabaikan masalah ini. Karena kalau kita tidak memegang kendali kebijakan, maka kita akan menderita kerugian,” tutupnya.