Saat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait batas usia minimal 40 tahun, putra bungsu Presiden Jojo Widodo, Kaesang Pangarep, memang belum menjadi bagian resmi PSI. Namun, ia telah menakhodai PSI ketika Mahkamah Konstitusi (MK) secara internal memproses gugatan tersebut.
Tak berlebihan jika ada pihak yang lantas menuding MK tengah berubah dari Mahkamah Konstitusi menjadi Mahkamah Keluarga. Betapa tidak, Kaesang adalah Ketua PSI, partai yang mengajukan gugatan tersebut. Publik tahu, gugatan tersebut dalam rangka merintis jalan bagi sang kakak, Gibran Rakabuming Raka, yang digadang-gadang maju dalam Pilpres mendampingi Prabowo Subianto. Tidak pula kebetulan, jika Ketua Mahkamah Konstitusi adalah Anwar Usman, adik ipar Presiden Joko Widodo, yang berarti paman dari Gibran dan Kaesang!
Ya, tanggal 16 Oktober 2023 kemarin memang jadi ajang pementasan drama yang bukan saja mengaduk rasa ingin tahu publik. Namun, plot cerita yang dirangkai demikian cantik, tidak saja mengecoh masyarakat awam, bahkan para pengamat politik kondang pun dibuat melongo dan kecele.
Awalnya, orang-orang yang punya nalar rasional gembira saat MK mengetok palu; menolak permohonan uji materi oleh PSI! Putusan ini bahkan langsung disambar oleh Prof. Yusril Ihya Mahendra, Ketua Partai Bulan Bintang, “Putusan itu membuktikan bahwa tudingan MK tengah menjadi Mahkamah Keluarga adalah tidak benar,” begitu kata Yusril.
Namun, kurang dari setengah hari, putusan berbeda dikeluarkan oleh MK atas uji materi terkait UU yang sama. Kali ini gugatan diajukan oleh mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru. Melalui amar putusannya, MK mengubah Pasal 169 huruf q yang semula berbunyi, “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun,” menjadi “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Baca Juga : Titah Demi Trah, Projo Terbelah!
Banyak yang kaget. Alasan kagetnya pun beragam. Bagi penggemar Drama Korea (Drakor), plot ceritanya cukup cantik dan berhasil mengecoh penonton. Hebatnya, Draker (Drama Keluarga) yang dilakonkan oleh Anwar Usman sebagai paman, Kaesang sebagai adik sekaligus Ketum PSI, dan Gibran sebagai kakak yang memerankan satrio piningit, ternyata nggak hanya menipu penonton, Saldi Isra hakim konstitusi yang juga menjadi aktor penting drama uji materi UU Nomor 7 Tahun 2007 itu pun tak kalah dibikin kaget.
Ungkapan rasa bingung sang hakim konstitusi atas putusan tersebut dimuat oleh hampir semua media mainstream, tentu dengan berbagai redaksinya. “Hakim MK Saldi Isra Dissenting Opinion: Saya benar-benar bingung” begitu CNN Indonesia mewartakannya. Sementara Tempo.co memotret kebingungan Sal Isra dengan kalimat: “Saldi Isra Bingung, Putusan Hakim MK Berubah Setelah Anwar Usman Ikut Rapat”.
Drakor hanya membingungkan penontonnya. Para aktornya nggak bingung-bingung amat. Mereka telah membaca sinopsis cerita, mendalami karakter yang harus dimainkan dan paham ending cerita. Draker yang melibatkan MK ternyata lebih canggih, karena sampai aktornya pun bingung!
Sebagian publik berharap, kebingungan Saldi Isra bukanlah bagian dari plot cerita, untuk makin menambah efek dramatis Draker tersebut. Pastinya, masyarakat kita yang condong berpihak dengan argumen like or dislike akan kembali terpecah dalam sikap saling serang.
Drama MK dalam Pusaran Draker sudah pasti akan menambah energi bagi para pihak anti Jokowi untuk kembali menyerang kebijakannya. Sementara bagi yang pro-Jokowi, putusan ini sangat cerdas dan strategis. Karenanya perlu dibela dengan semua argumen paling ilmiah yang bisa dikedepankan.
Pihak-pihak yang masih memiliki sisa kewarasan untuk berbangsa dan bernegara dengan menggunakan patokan konstitusi pun tak kalah bingung. Akan sampai sejauh mana MK terlibat dalam permainan politik perebutan kekuasaan? Sembari memikirkan apa dampak yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, di tengah kegenitan MK di ranjang politik dan kekuasaan.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!