Dukung Israel, Citra Amerika Hancur
Amerika Serikat selalu merasa bangga, mengaku menjadi negara yang terbaik dalam hal kebebasan, supremasi hukum, dan nilai-nilai liberal. Mereka juga selalu menyebut diri sebagai pembela demokrasi, yang selalu membuka kran kebebasan berpendapat, semisal kebebasan pers, berekspresi, dan berkumpul. Namun, gerakan mahasiswa di universitas-universitas di Amerika belakangan ini telah mengubah citra tersebut.
Citra Amerika Serikat saat ini sedang rusak. Beberapa hari ini, puluhan ribu mahasiswa di seluruh Amerika bergerak marah, dan itu dampaknya sangat besar bagi Amerika, khususnya bagi pemimpin dan masa depan negara. Sebab, kampus adalah tonggak peradaban. Jika kampus di suatu negara sudah kolaps, maka kolaps-lah negara tersebut.
Para generasi muda di Amerika itu telah muak dengan pemerintahnya karena mendukung Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang notabene mementingkan kepentingan pribadinya. Pemerintah Amerika Serikat dengan sengaja mengabaikan pelanggaran berat yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina, yang telah menderita selama beberapa dekade di bawah penjajahan brutal Israel.
Bahkah, Amerika Serikat telah menggagalkan semua upaya internasional untuk menghentikan mesin pembunuh Israel, dengan menggunakan hak veto mereka di Dewan Keamanan PBB sebanyak 4 kali sejak awal perang.
Selain itu, senjata yang diberikan Amerika kepada Israel secara langsung telah melanggar undang-undang mereka sendiri, yaitu undang-undang yang melarang penggunaan senjata secara sengaja terhadap warga sipil dan infrastruktur publik, serta penggunaan kelaparan sebagai alat dalam perang melawan warga Palestina di Gaza.
Baca juga: Penjajah Israel Serang Tepi Barat dan Tangkapi Mahasiswa-Mahasiswa di Nablus
Akibat dari dukungan pemerintah Amerika terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel di Gaza, mahasiswa di universitas-universitas Amerika memprotes kejahatan ini dengan melakukan aksi untuk menghentikan kegilaan Israel yang sudah tidak terkendali.
Puluhan ribu mahasiswa berkumpul di lebih dari 100 universitas di seluruh Amerika Serikat untuk menyerukan penolakan mereka terhadap tindakan dan kebijakan pemerintahnya, serta berupaya untuk menekan agar genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza dihentikan.
Tetapi ribuan mahasiswa dari pengunjuk rasa ini justru ditangkap oleh polisi di negara yang “mengaku paling bebas berekspresi dan berkumpul”. Kejadian tersebut mengakibatkan protes di universitas-universitas ternama lainnya di Amerika Serikat dan memicu gelombang demonstrasi yang semakin meluas setiap harinya, bahkan menginspirasi gerakan serupa di banyak negara.
Demonstrasi di Amerika telah menjadi krisis politik dan konstitusi. Sebab, peraturan Universitas Negeri di Amerika, seperti University of California - Los Angeles, menegaskan kewajiban universitas untuk menghormati konstitusi Amerika Serikat, terutama “Amandemen Pertama” yang menjamin kebebasan berekspresi. Namun, kali ini mereka justru meminta pasukan keamanan untuk membubarkan para pengunjuk rasa tersebut.
Israel dan para pembela hegemoni global Amerika sangat khawatir akan gerakan mahasiswa ini, karena gerakan ini memiliki potensi untuk mempengaruhi opini publik dan mengubah posisinya dalam mendukung hak-hak Palestina. Bahkan, Israel dapat kehilangan simpati dari seluruh generasi.
Baca juga: Hamas Terima Usul Gencatan Senjata, Joe Biden Dilanda Dilema
Tidak bisa dimungkiri, sejarah gerakan mahasiswa memainkan peran penting dalam mengubah lanskap sosial dan politik global. Melalui aksi-aksi seperti demonstrasi massal, aksi duduk, dan bentrokan yang berisiko kematian, telah menjadikan mahasiswa sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak dan isu-isu nasional maupun internasional.
Keberanian yang ditunjukkan oleh mahasiswa di seluruh Amerika Serikat selama beberapa minggu terakhir sangat luar biasa. Jika gerakan mahasiswa terus dipertahankan dalam momentum ini, hal tersebut dapat mengubah sikap masyarakat global terhadap isu Palestina dan berpotensi berkontribusi pada perubahan kebijakan AS di seluruh kawasan.