Hamas Terima Usul Gencatan Senjata, Joe Biden Dilanda Dilema

Hamas Terima Usul Gencatan Senjata, Joe Biden Dilanda Dilema
Presiden AS Joe Biden disambut oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel / Handout (Anadolu Agency)

Sebuah surat yang ditanda tangani 88 anggota kongres dari Partai Demokrat dilayangkan ke Gedung Putih pada Sabtu, 4 Mei 2024. Isi surat itu menekan Biden agar mengambil tindakan tegas terhadap sekutu setianya, Israel. Selain itu, aksi protes keras yang dilakukan oleh para mahasiswa di kampus-kampus AS juga menjadi berita utama. Ini merupakan desakan sekaligus dilema bagi Joe Biden.

Kurang dari satu jam setelah berakhirnya panggilan telepon Presiden AS, Joe Biden, dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan beberapa jam setelah tentara penjajah Israel mengeluarkan perintah bagi warga yang mengungsi untuk keluar dari pinggiran timur kawasan Rafah di selatan Gaza, Hamas membalikkan keadaan “melawan” pihak Israel. Di dalam persiapan melancarkan operasi militer di sana, pada Senin, 6 Mei 2024, Hamas mengambil tindakan dengan mengumumkan bahwa mereka menerima proposal usulan Mesir-Qatar, yang didukung oleh Amerika, mengenai gencatan senjata.

Beberapa jam kemudian, Direktur CIA, William Burns, kembali berkeliling untuk negosiasi di Kairo dan Doha. Berkontribusi dalam memperjelas posisi Amerika mengenai kesepakatan yang sedang dinegosiasikan.

Di dalam diskusi diplomatik berturut-turut yang berlangsung di Kairo dan Doha selama beberapa jam terakhir, Departemen Luar Negeri AS menegaskan, rencana militer Israel saat ini untuk menyerang Rafah tidak dapat didukung oleh Washington, dan Israel belum melakukan suatu tindakan yang cukup untuk meringankan penderitaan warga sipil Palestina di Gaza.

Pembicaraan Berlangsung Tanpa Henti

Sementara itu, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan, kesepakatan pertukaran sandera adalah cara terbaik untuk menyelamatkan nyawa.

Baca juga: Hamas Setujui Usul Perjanjian Gencatan Senjata, Warga Israel Tuntut Netanyahu

Kami masih percaya bahwa kesepakatan pertukaran sandera adalah cara terbaik untuk menyelamatkan nyawa para sandera dan menghindari invasi ke Rafah, tempat dimana lebih dari satu juta orang berlindung, katanya.

Sebelumnya, Presiden Joe Biden mengatakan kepada Perdana Menteri Israel bahwa menyerang Rafah adalah sebuah kesalahan. Dan Biden menyatakan tidak akan mendukungnya.

Menyerang Rafah adalah sebuah kesalahan, dan Washington tidak akan mendukung serangan tanpa rencana yang baik terhadap mereka yang membutuhkan bantuan, sekitar 1,2 juta warga sipil yang berlindung di sana,” tutur Biden.

Posisi Internal Biden yang Rumit

Mengapa Joe Biden tidak mendukung serangan Israel ke Rafah? Sebab, di dalam negeri, para pejabat Amerika khawatir bahwa tekad Netanyahu untuk melakukan serangan darat secara besar-besaran di Rafah akan mengakibatkan banyak jatuh korban jiwa di kalangan warga sipil. Tindakan ini akan meningkatkan kemarahan rakyat di dalam negeri Amerika atas sikap Bidan yang pro-Israel.

Biden melakukan tindakan tersebut karena tekanan dari pemerintahannya sendiri. Selain itu, Biden melakukan hal ini dalam upaya mendekati musim pemilu. Melalui upaya diplomatik yang intensif, ia menengahi gencatan senjata antara Hamas dan Israel untuk mencegah invasi Rafah. Ia juga memberikan solusi untuk membebaskan sandera dan tahanan, termasuk lima warga negara Amerika, yang merupakan prioritas utama.

Meningkatnya kekerasan di Gaza juga akan memperumit politik internal Biden. Konfrontasi dengan gerakan oposisi di Partai Demokrat terlihat jelas dalam pola pemungutan suara pada pemilu lalu. Selain itu, gerakan protes besar-besaran melanda, termasuk demonstrasi yang digelar di banyak universitas di Amerika karena kebijakannya yang mendukung Israel.

Baca juga: Dukung Gaza! Demonstrasi Mahasiswa di Berbagai Universitas Amerika Kian Meluas

Para pendukung Biden berharap, gencatan senjata akan memberikan jalan keluar bagi presiden, di tengah meluasnya protes dan kekhawatiran akan terjadinya kekacauan selama pemilu Partai Demokrat pada Agustus mendatang.

Sementara itu, seorang profesor hukum internasional di York University School of Law di Kanada, Heidi Matthews, mengatakan, sejak beberapa minggu lalu pemerintahan Biden secara vokal tak mendukung operasi darat di Rafah, tetapi tidak ada rencana kemanusiaan yang meyakinkan.

Di dalam wawancara dengan Al Jazeera, dia menyatakan bahwa sebelum invasi, Israel memerintahkan pemindahan sekitar 100.000 warga sipil di Rafah ke daerah-daerah yang tidak tersedia kebutuhan hidupnya, baik dari segi tempat tinggal, sanitasi, maupun nutrisi.

Mantan Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Tengah, David Mack, menyatakan dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, bahwa hal terbaik bagi AS adalah dengan mengumumkan larangan ekspor senjata ke Israel dan merealisasikan gencatan senjata secara permanen.

Hal terbaik yang dapat dilakukan Biden sehubungan dengan opini publik Amerika adalah dengan mengumumkan larangan ekspor Amerika ke Israel atas semua senjata hingga gencatan senjata permanen terealisasi, pungkasnya.

(Sumber: Al Jazeera)

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.