Paham sekuler pertama kali dikenalkan pemerintahan Turki di bawah Presiden pertama, Mustafa Kemal Ataturk, pada 1928. Setelah kematian dia, ideologi yang dia usung tak lantas terkubur. Sebaliknya, justru mewariskan banyak generasi pelanjutnya. Salah satu palanjutnya adalah Emomali Rahmon, Presiden Tajikistan hingga seumur hidup.
Di bawah pemerintahan Rahmon, Tajikistan telah mengalami serangkaian perubahan. Salah satu perubahan besar terjadi pada 2016, menyusul amandemen Konstitusi Tajikistan yang menghapus batasan masa jabatan presiden. Rahmon juga melarang partai politik berbasis agama beroperasi, karena dianggap dapat menentang partainya.
Kebijakan terbaru Pemerintahan Rahmon adalah aturan tentang pelarangan berhijab bagi muslimah Tajikistan, baik di sekolah-sekolah maupun di ruang publik. Suatu bentuk sekularisasi.
Sebetulnya, sekularisasi di Tajikistan sudah ada sejak negara ini masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Kala itu, Uni Soviet melakukan kontrol politik dan melakukan kampanye anti-Islam. Hal itu sudah dilakukan Uni Soviet sejak 1920-1930-an. Mereka menganggap segala bentuk agama adalah hal-hal yang dianggap berbahaya dalam kehidupan bernegara.
Di periode tersebut, banyak cendekiawan Muslim tewas terbunuh dan pelajaran agama dibatasi secara ketat. Soviet juga merusak dan membakar masjid-masjid.
Kontrol Soviet terhadap Tajikistan kian ketat di bawah pemerintahan Nikita Khrushchev yang mengampanyekan propaganda anti-Islam. Pemerintah Soviet menambah fungsi masjid sebagai ruang terbuka dan mengidentifikasi ulang konsep Islam dengan kerangka nasionalisme. Bukan agama.
Baca juga: Judi Online: Ancaman Tersembunyi di Era Digital
Setelah Soviet runtuh, Tajikistan belum bisa bernapas lega. Di awal kemerdekaan, negara ini dilanda konflik antara pemerintah dan oposisi Islam serta sekutunya.
Mayoritas penduduk Tajikistan beragama Islam, sebagian besar beraliran Sunni dengan Mazhab Hanafi, demikian dikutip Britannica. Di awal berdiri, Tajikistan dipimpin Rakhmon Nabiyev dari September-Oktober 1991. Dia kembali mengamankan kekuasaan pada Desember 1991-September 1992.
Di masa pemerintahan Rakhmon Nabiyev, Tajikistan bergejolak. Pada Maret 1992, ada protes besar-besaran di Dushanbe tetapi pasukan pengaman menanggapi dengan kekuatan berlebih. Kemudian, pada September 1992, kekuasaan beralih ke Akbarsho Iskandrov. Lalu pada November 1992, estafet kepemimpinan beralih ke Emomali Rahmon.
Rahmon kembali menjadi presiden Tajikistan pada 1994 dan masih berlangsung hingga sekarang. Selama memimpin, dia memang membatasi kebebasan beragama dan menghubungkan religiusitas dengan ekstremisme, demikian dikutip Al Jazeera.
Pada 1997, Rahmon sempat menanda tangani perjanjian dengan oposisi yang pro-Syariah, Partai Kebangkitan Islam Tajikistan (TIRP). Menurut perjanjian itu, TIRP mendapat bagian 30 persen dalam pemerintahan. Mereka juga diakui sebagai partai politik pasca-Soviet pertama di Tajikistan yang berdasarkan nilai-nilai Islam, dikutip EuroNews.
Namun, Rahmon berhasil menyingkirkan TIRP dari kekuasaan. Dia bahkan berhasil menutup partai dan menetapkan sebagai organisasi teroris.
Baca juga: Belajar Agama dari Google dan Medsos
Cukur Paksa Jenggot
Usai menyingkirkan TIRP, Rahmon kian gencar menghilangkan pengaruh fanatisme di kalangan warga muslim. Misalnya mencukur jenggot dengan paksa, membatasi usia orang yang masuk masjid, melarang penggunaan hijab, dan menutup masjid besar-besaran.
Tahun 2017, Pemerintah Tajikistan pernah menutup paksa 1.938 masjid selama setahun dan menggantinya dengan kafe, bioskop, kedai teh, sampai pusat medis semisal klinik. Berikut ini fakta-fakta Tajikistan yang membatasi ruang gerak masyarakat, terutama bagi kelompok Muslim.
Beberapa laporan menyatakan penegak hukum Tajikistan mencukur paksa laki-laki berjenggot lebat. Pihak berwenang Tajikistan memandang orang berjenggot sebagai tanda potensial dari agama yang dianggap ekstremis.
Pada April 2015, blogger ternama Rustam Gulov mengaku dipaksa mencukur jenggot usai ditahan aparat kepolisian. Saat berada di ruangan cukur, dia melihat rambut-rambut yang diduga sebelumnya milik sekitar 250 laki-laki.
Selanjutnya, pemerintah Tajikistan juga memberi sanksi kepada orang tua yang menyekolahkan anak mereka ke pendidikan agama di luar negeri. Kemudian, anak di bawah usia 18 tahun dilarang masuk masjid tanpa izin.
Aturan-aturan anti-Islam semacam itu bermunculan sejak Emomali Rahmon memimpin Tajikistan mulai tahun 1994 lalu. Presiden negara mayoritas Muslim itu ingin agar Tajikistan menjadi negara yang sekuler.
Baca juga: Sejarah Organisasi Kemasjidan (Bagian 3)
Presiden Seumur Hidup
Profil Emomali Rahmon
Emomali Rahmon dapat dikatakan sebagai pemimpin yang tak sengaja menjadi presiden seumur hidup Tajikistan. Tahun 1991, negara itu merdeka dan pemilu langsung digelar, yang memenangkan Rahmon Nabiyev sebagai presiden pertama negara itu. Nabiyev meraup 57 persen suara dalam pemilu langsung pertama tersebut.
Meski merdeka, kondisi Tajikistan tak serta merta stabil. Pemberontakan dan demonstrasi pecah di mana-mana. Pada 1992, demo anti-pemerintah di ibukota Dushanbe berubah menjadi perang sipil antara pasukan pemerintah, kelompok Islam, dan kelompok pro-demokrasi. Perang itu menewaskan 20.000 orang dan membuat anjlok ekonomi Tajikistan.
Kekacauan itu memaksa Nabiyev mundur pada September 1992. Usai kepergian Nabiyev, jabatan presiden ditiadakan. Ketua parlemen Tajikistan, yang saat itu diduduki Emomali Rahmon, otomatis menjadi kepala negara de facto.
Sebagai kepala negara, Rahmon mulai melancarkan aksinya dengan memberangus semua partai oposisi dan menyisakan Partai Komunis Tajikistan sebagai satu-satunya partai oposisi sah di negara itu.
Pada 6 November 1994, Rahmon menjadi presiden usai menang “pemilu semu”. Di tahun 1994 itu, ia berhasil mencapai perjanjian gencatan senjata dengan pemberontak Islam.
Pada 1997, rezim Rahmon dan kelompok pemberontak United Tajik Opposition (UTO) menyepakati perjanjian damai. Meski mengampuni para oposisi, Rahmon mengontrol ketat gerakan oposisi dan pemberontak.
Sejak berkuasa, Rahmon terus berusaha keras menjadikan Tajikistan sebagai negara sekuler yang bebas dari nilai-nilai agama, terutama Islam. Pasalnya, ia menganggap Islam sebagai ancaman terhadap kepemimpinannya menyusul perang sipil dahulu melawan UTO. Kendati begitu, Rahmon tetap memanfaatkan Islam sebagai alat diplomasi, terutama dalam mendekati negara-negara berpenduduk Muslim di Arab.
Baca juga: Efek Domino Penarikan Dana Muhammadiyah di BSI dalam Perspektif Ekonomi Mikro, Makro, dan Politik Ekonomi
Pada 1993, dua minggu sebelum berkunjung ke Arab Saudi, Rahmon bersedia masuk Islam dan mempelajari agama tersebut. Hasilnya, ia mendapatkan jutaan dolar bantuan finansial dari negara Arab usai tur diplomasinya ke sejumlah negara di Timur Tengah.
Meski begitu, Rahmon tetap membatasi pengaruh agama terutama Islam di negaranya. Laporan Kementerian Luar Negeri AS soal Freedom of Religion pada 1997 menyebutkan, Rahmon bahkan tidak segan mengampanyekan Islam sebagai ancaman pemerintah dan masyarakat. Tak hanya Islam, Tajikistan juga membatasi dan mengontrol ketat praktik keagamaan lainnya seperti Kristen dan Yahudi.
“Pemerintah Tajikistan menekan semua aktivitas keagamaan secara mandiri menjadi dikontrol negara, khususnya aktivitas umat Islam, Protestan, dan Saksi-Saksi Yehuwa. Pemerintah juga memenjarakan individu atas tuduhan kriminal yang tidak terbukti terkait dengan aktivitas dan afiliasi keagamaan Islam,” demikian bunyi laporan tahunan US Commission on International Religious Freedom soal Tajikstan pada 2013.
Awal Karir
Berawal dari Teknisi
Rahmon merupakan kelahiran 1952 di Kulob Oblast, Uni Soviet. Ia dibesarkan di keluarga tentara. Sang ayah, Sharif Rahmonov, merupakan veteran tentara Soviet atau Red Army yang ikut berperang dalam Perang Dunia II.
Rahmon muda sempat mengabdi sebagai tentara Soviet yang bertugas di kapal induk Soviet di Pasifik pada 1971-1974. Setelah merampungkan dinasnya, Rahmon kembali ke kampung halaman dan bekerja sebagai tukang listrik. Ia kemudian mengambil jurusan ekonomi di Tajik State National University.
Rahmon mulai menjajaki dunia politik sekitar tahun 1990 usai terpilih menjadi wakil DPRD Tajik Soviet. Sejak itu, karir Rahmon terus menanjak hingga akhirnya terpilih sebagai presiden hingga hari ini.
Baca juga: Urusan Palestina, Prabowo Lebih Progresif daripada Jokowi
Sekilas Tajikistan
Sejarah Tajikistan berawal dari Dinasti Samaniyah (875–999). Bangsa Tajik berada di bawah pemerintahan Rusia pada tahun 1860-an. Revolusi Basmachi terjadi pada awal Revolusi Rusia 1917 dan dipadamkan pada awal tahun 1920-an selama Perang Saudara Rusia.
Sebelum mendeklarasi kemerdekaannya, Republik Tajikistan bernama Republik Sosialis Soviet (RSS) Tajikistan. RSS Tajikistan adalah salah satu republik konstituen dari 15 republik yang membentuk Uni Soviet. Terletak di Asia Tengah, RSS Tajikistan dibentuk tanggal 5 Desember 1929 sebagai kesatuan nasional untuk bangsa Tajik.
RSS Tajikistan menjadi penerus Republik Sosialis Soviet Otonom Tajikistan (RSSO Tajikistan) sebagai bagian dari RSS Uzbekistan yang didominasi bangsa Turki dalam proses pembatasan nasional wilayah Soviet di Asia Tengah.
Pada tanggal 9 September 1991, RSS Tajikistan mendeklarasikan kemerdekaannya dari Uni Soviet dan berganti nama menjadi Republik Tajikistan. Setelah pembubaran Uni Soviet, negara ini ditiadakan pada tanggal 6 November 1994 dengan diadopsinya Konstitusi Tajikistan yang baru.
Republik otonomi baru ini meliputi Bukhara bagian timur dan mempunyai populasi sekitar 740.000 orang, dari populasi hingga hampir 5 juta orang di seluruh Republik Sosialis Soviet Uzbekistan. Ibukotanya adalah Dyushambe (sekarang Dushanbe), yang telah menjadi desa terhadap 3000 orang pada tahun 1920.
Pada bulan Desember 1929, RSS Tajikistan dipisahkan dari RSS Uzbekistan dan diberi status penuh sebagai sebuah Republik Soviet. Pada saat itu, ibu kota RSS Tajikistan diubah namanya menjadi Stalinabad dan wilayah yang sekarang merupakan bagian utara Tajikistan (Provinsi Sughd), ditambahkan kepada republik baru ini. Sekalipun dengan tambahan wilayah, RSS Tajikistan tetap menjadi Republik Soviet terkecil di Asia Tengah.
Republik Tajikistan, sebuah negara bekas Uni Soviet yang berada di Asia Tengah itu, berbatasan dengan Afganistan di selatan, Republik Rakyat Tiongkok di timur, Kirgizstan di utara, dan Uzbekistan di barat. Kondisi geografisnya merupakan dataran tinggi yang tidak berbatasan dengan laut.
Menurut akademisi lokal, lebih dari 90 persen populasi negara ini adalah Muslim, yang mayoritas menganut aliran Islam Sunni Hanafi.
Itulah sepenggal sosok Emomali Rahmon, yang terus mengebiri umat Islam di Tajikistan. Dialah ahli waris Mustafa Kemal Ataturk, Si Bapak Sekuler yang akhir hayatnya tak indah, Suul Khatimah.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!