Pada Selasa (23/7/2024), Fatah dan Hamas sepakat untuk mengakhiri perpecahan dan memutuskan untuk bekerja sama dalam membentuk pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara, untuk mengelola Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kesepakatan Fatah dan Hamas itu dicapai di Beijing, ibukota Tiongkok (Cina). Selain Fatah dan Hamas, ada 12 faksi Palestina lainnya yang mengikuti deklarasi persatuan tersebut.
Deklarasi tersebut bertujuan untuk menyatukan rakyat Palestina dalam menghadapi genosida dan agresi Israel serta mengakhiri konflik dan perpecahan internal, guna mencapai cita-cita rakyat Palestina akan persatuan dan kemerdekaan. Selain itu, juga untuk menyatukan upaya secara nasional dalam menghadapi agresi Zionis dan menghentikan genosida yang dilakukan oleh negara penjajah dan kawanan pemukim ilegal dengan dukungan dan partisipasi Amerika Serikat.
“Dan menolak segala upaya pengusiran terhadap rakyat kami dari tanah air, Palestina. Serta mendesak pasukan Zionis untuk mengakhiri penjajahannya di Jalur Gaza dan seluruh wilayah jajahan lainnya,” demikian antara lain isi deklarasi tersebut.
Pemerintah akan mulai menyatukan semua faksi di Palestina dan memulai rekonstruksi Jalur Gaza, serta bersiap untuk menyelenggarakan pemilihan umum di bawah pengawasan Komisi Pemilihan Umum Pusat Palestina. Pemilihan umum akan dilaksanakan sesegera mungkin sesuai dengan undang-undang pemilu yang disetujui.
Mereka juga menolak upaya dari pihak mana pun yang mencoba mencabut hak warga Palestina untuk hidup dan mengelola tanah airnya sendiri, merujuk pada rencana Amerika Serikat dan penjajah Israel untuk menyerahkan roda pemerintahan Gaza kepada kekuatan internasional dan kawasan.
Di dalam deklarasi itu, faksi-faksi di Palestina juga menyambut baik putusan Mahkamah Internasional, yang menegaskan bahwa kehadiran pemukiman Israel di tanah Palestina adalah illegal, dan perlunya mereka (penjajah) untuk segera meninggalkan wilayah tersebut secepatnya.
“Hari ini kami menanda tangani perjanjian persatuan nasional bahwa jalan untuk menyelesaikan perjalanan ini adalah persatuan nasional,” kata Perwakilan Hamas, Musa Abu Marzouk.
Tentu saja kesepakatan itu membuat pihak penjajah Israel cemas. “Alih-alih menolak terorisme, Mahmoud Abbas malah merangkul para pembunuh dari Hamas dan mengungkapkan wajah aslinya,” gerutu Menlu penjajah Israel, Israel Katz.
Hamas dan Fatah sebelumnya pernah mengadakan beberapa perundingan setelah Hamas mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza pada tahun 2007. Namun, upaya-upaya persatuan tersebut selalu terhenti karena perselisihan antara faksi-faksi dan penolakan negara barat untuk menerima pemerintahan mana pun kecuali mereka mau mengakui negara Israel.
Ujian terbesar dari kesepakatan tersebut kini ada di ranah implementasi. Akankah kesepakatan Beijing mampu dijalankan oleh semua Faksi yang bersepakat?
Yang pasti, persatuan menjadi faktor penting dalam tangga menuju kemenangan.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!