Berita-berita yang sesungguhnya nggegirisi (menakutkan atau menyebabkan takut, red). Namun, tak banyak pihak yang terusik untuk mencoba menelaah masalah ini secara serius.
Seorang pria berinisial K (usia 46 tahun) di Sulawesi Tengah, tega memperkosa anak kandungnya sendiri yang masih SD dan baru berumur 7 tahun! Terkutuknya lagi, ia melakukan kegilaan itu dengan melibatkan 2 orang rekannya. Kasus tersebut terungkap pada 15 Oktober 2023 lalu. Masih baru.
Nestapa serupa menimpa dua orang gadis remaja kakak-beradik yang masing-masing berusia 17 dan 20 tahun, asal Kota Padang, Sumatera Barat. Sang ayah ditangkap Polisi dan terkuaklah kebusukan yang ternyata telah berlangsung sejak tahun 2019. Kakak dan adik itu harus menerima kenyataan diperkosa secara berulang-ulang oleh sosok yang semestinya menjadi pengayom mereka. Kasus tersebut terungkap pada 8 November 2023.
Ada lagi berita tak kalah mengerikan. Kali ini dari Sukabumi, Jawa Barat. Seorang pria berinisial N (umur 49 tahun) dilaporkan telah memperkosa 2 anak kandungnya sendiri. Salah satunya sampai hamil dan melahirkan. Kehamilan itulah yang memicu terbongkarnya kekejian yang telah berlangsung bertahun-tahun itu. Kasusnya baru terungkap pada 9 November 2023.
Polisi menemukan fakta lebih mengerikan, bahwa perkosaan itu telah terjadi semenjak kedua anaknya duduk di bangku kelas 4 dan kelas 5 SD. Saat ini, kedua korban telah berusia 17 dan 19 tahun. Perkosaan itu terjadi berulang dalam waktu yang lama dan disertai ancaman. Celakanya lagi, ayah durjana itu ternyata berprofesi sebagai guru di sebuah Madrasah Diniyah.
Dan masih ada banyak kasus lain yang serupa. Khawatir membikin mual, jika diungkap satu-satu, dalam risalah ini.
Baca Juga : Menegakkan Jiwa Kepemimpinan Ayah dalam Keluarga
Kita masyarakat beragama umumnya memandang perkara semacam ini sangatlah menjijikkan. Bahkan, kita mungkin enggan untuk membaca lebih lanjut tatkala judul berita seperti itu nongol di gawai. Bisa karena ngeri, mungkin juga tak tega, atau boleh jadi amat risih dengan bayang dosa dan dampak yang sungguh keji bagi sang korban.
Jika alasan keagamaan yang kita jadikan argumen untuk tidak peduli dengan fakta semacam ini, maka sesungguhnya pelaku kebiadaban tersebut juga orang-orang yang beragama. Mungkin di antaranya bahkan tergolong agamis jika dilihat dari amaliah dhohir-nya.
Mungkin memang tak sepatutnya dibaca, karena membacanya bakal mengundang berbagai efek psikologis. Namun, tak berarti kita boleh tutup mata atas tragedi tersebut. Ada sejumlah alasan mengapa kaum muslimin, Ormas Islam, dan keluarga muslim penting mencermati fenomena yang mungkin sekali bersifat gunung es ini.
Pertama, hal ini terkait langsung dengan doktrin agama kita, untuk amar-makruf nahi munkar. Tindak perkosaan atas anak kandung adalah kekejian yang luar biasa. Bahkan semua pelaku meyakini itu, apa pun agama yang mereka anut.
Kedua, mencermati masalah tersebut akan mendorong munculnya analisa faktor penyebab, faktor pendukung, dan langkah pencegahan yang efektif. Apakah ini terkait dengan masif-nya content pornografi? Atau efek dari broken home, dan bisa jadi efek dari kesulitan ekonomi yang memicu stres dan situasi yang tidak normal? Nah, hasil analisa inilah yang memungkinkan pengambilan langkah amar makruf nahi munkar menjadi efektif.
Ketiga, bagi kaum muslimin, fakta perkosaan ayah atas anaknya adalah bentuk keruntuhan kualitas keluarga muslim, jika hal itu terjadi pada keluarga muslim. Bingkai norma Islam dalam keluarga mendapat ancaman serius yang entah karena apa. Pencermatan itu setidaknya akan menginspirasi munculnya penguatan norma keluarga Islami. Sejauh mana doktrin ku anfusakum wa ahlikum naara eksis dalam kehidupan keluarga muslim? Sejauh mana konsep baiti jannati tumbuh mewangi dalam geliat dinamika rumah tangga kaum muslimin? Jangan-jangan kita telah menepikan ini semua dari mainstream agenda dakwah kita hari ini.
Keempat, kasusnya yang cenderung meningkat dan kerap diwartakan itu perlu diwaspadai menjadi tren penyimpangan seksual. Naudzubillahi min dzalik. Kita berlindung kepada Allah dari kemungkinan yang mengerikan ini. Di balik itu, tetap harus waspada dan menerapkan kerja ekstra dengan dakwah, demi mencegah kemunkaran ini menjadi tren.
Baca Juga : Ayah Legendaris dan Pertanyaan Jelang Ajal
Kelima, penanganan korban. Selalu saja kasus semacam ini mentok di ranah hukum. Ayah durjana dihukum. Lalu apakah masalah selesai? Bagaimana dengan trauma yang dialami oleh para korban? Lantas apa yang mungkin terjadi pada jabang bayi yang mungkin lahir dari hubungan yang terlarang itu?
Setidaknya inilah beberapa argumen yang memaksa kaum muslimin, Ormas Islam, dan aktivis dakwah, untuk mencermati persoalan ini secara sungguh-sungguh. Butuh berapa kasus lagi, agar perhatian kita terbetot pada masalah tersebut? Haruskah kita tunggu kekejian itu mewabah luas?
Jika gerakan dakwah tak merespon fenomena ini, lalu siapa lagi yang akan peduli? Ingatlah firman Allah:
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah..." – QS. Ali 'Imran: Ayat 110
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!