Dewasa ini, kasus-kasus yang berkaitan dengan istilah seksualitas seolah terus meradang, menemukan muara, apalagi pasca pembahasan undang-undang perihal perzinaan dan LGBT tersebar di lini massa. Bahkan hari ini, banyak sekali manusia yang mulai menormalisasi hal-hal yang sudah berseberangan dengan fitrah seksualitasnya.
Selain itu, kasus-kasus seksual di masa lalu pun meluap kembali. Mereka seakan menyuarakan haknya untuk diadili. Bahkan seolah mereka bertanya, “Mengapa semua ini terjadi?”
Melihat fenomena ini, apakah pembahasan mengenai seksualitas masih dianggap tabu untuk dibahas? Padahal, seharusnya pemahaman tentang seksualitas sejatinya sudah mulai sejak dini dipahamkan kepada anak-anak kita.
Fitrah gender atau seksualitas adalah bagaimana seorang laki-laki atau seorang perempuan berpikir, merasa, dan bersikap sesuai dengan kodratnya. Hal ini penting untuk dibangkitkan pada anak, karena akan berpengaruh kepada ketegasan seorang anak ketika menyebutkan identitasnya, “saya seorang laki-laki sejati” atau “saya seorang perempuan sejati”. Pembangkitan fitrah seksualitas pada anak akan membantu dia ketika dewasa – agar menjadi ayah atau ibu yang beradab pada pasangan dan anak keturunannya, sehingga ketika dewasa tidak akan berperilaku menyimpang.

Langkah konkret dalam pendampingan memahami seksualitas diri adalah mengenalkan anggota tubuhnya, mengenalkan batas aurat, dan memahamkan pada pola pikir anak bahwa mereka tidak boleh menjadi lelaki yang feminim dan tidak boleh menjadi perempuan yang maskulin. Di dalam upaya memahamkannya, kita sebagai orang tua bisa menggunakan sirah nabawiyah sebagai bekal pemahaman gender dari sisi agama, tentang bagaimana seharusnya laki-laki atau perempuan berperilaku, serta bagaimana cara berpakaian dan bergaul. Kita pun bisa memanfaatkan video edukasi tentang pendidikan seks dari media online sebagai media edukasi – orang tua bisa sambil sesekali menjelaskan maksud dari videonya.
Selain media visual yang ada (buku video, dan poster), orang tua perlu mendampingi dan membekali anak-anaknya dalam aktifitas verbal. Salah satunya adalah dengan memberi contoh dan membiasakan mereka untuk menggunakan kata-kata yang benar dan baik saat menyebutkan organ vitalnya; penis untuk kemaluan anak laki-laki, dan vagina untuk kemaluan perempuan. Awal mulanya kita pasti kikuk dalam menggunakan kata tersebut, tetapi ingatlah bahwa orang tua harus selalu mengajarkan kebenaran kepada anak.
Bagaimana jika terlanjur mengunakan istilah lain dalam menyebutkannya? Hal ini bisa diatasi dengan memerdengarkan istilah-istilah yang benar kepada anak, melalui penjelasan yang menyenangkan dan mudah dipahami. Misalnya, “Sebut saja ada sebuah benda, benda ini punya nama, tetapi banyak orang yang tidak pernah menyebut namanya. Tetapi banyak yang memberikan nama benda ini dengan sebutan yang lucu-lucu. Di tubuh Dede juga ada yang seperti itu, namanya vagina/penis. Anggota tubuh yang berfungsi sebagai tempat keluarnya air seni”.

Saat orang tua sedang menjelaskan, gunakanlah suara pelan agar mereka pun belajar: Nama yang benar, namun tidak boleh sembarang menyebutkannya. Penjelasan bisa ditambah tingkat kompleksitasnya pada anak yang sudah mulai dewasa.
Mengapa hal ini perlu ditanamkan kepada anak? Sebab, anak perlu tahu dengan benar nama-nama anggota tubuhnya, anak wajib tahu pengetahuan yang benar (penggunaan istilah), dan melalui pengetahuan tersebut anak-anak dapat terhindar dari pelecehan seksual melalui verbal. Dan dari semua metode serta media yang ada, yang paling penting dalam pendidikan seksualitas pada kehidupan anak adalah kehadiran ayah dan ibunya secara penuh dan utuh.
Membangkitkan Fitrah Seksualitas
Membangkitkan fitrah seksualitas sejak dini adalah upaya konkret manusia guna memaripurnakan peradaban. Dewasa ini, banyak manusia tidak beradab. Mereka menyalahi fitrah kodratnya, mereka menentang takdir Allah sebagai hamba ciptaan-Nya dengan mengubah fitrahnya sendiri; yang wanita ingin seperti pria bahkan ingin menjadi pria, begitu pula sebaliknya. Yang lebih tidak beradab lagi adalah perilaku manusia yang orientasi seksnya bukan kepada lawan jenis. Padahal, Allah berfirman dalam surah Ar-Rum:21 yang artinya:"Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya ...”
Penyimpangan orientasi seksual sudah terjadi sejak zaman Nabi Nuh as, dan Allah melaknat setiap hamba-Nya yang melakukan hal demikian. Penyimpangan seperti ini perlu kita telusuri akar masalahnya. Sebab, permulaannya bisa saja terpengaruhi dari lingkungan sekitar, pendidikan, atau bawaan sejak lahir.

Membangkitkan fitrah seksualitas perlu ditanamkan sejak dini. Pengenalan gender pada anak sedini mungkin akan berdampak baik, salah satunya adalah pada anak usia tiga tahun. Anak seusia itu harus sudah tegas menyebutkan identitas dirinya, “saya laki-laki” atau “saya perempuan”. Selain itu, kita pun perlu membekali anak-anak bagaimana cara merawat dan menjaga tubuhnya dari bahaya fisik ataupun psikis.
Menanamkan dan menumbuhkan fitrah seksualitas ini bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Salah satunya dengan bermain mengklasifikasikan identitas gender melalui pakaian, yang tingkat kesulitannya bisa disesuaikan dengan perkembangan anak. Menumbuhkan fitrah seksualitas artinya menjaga dan menghindarkan anak dari adanya penyimpangan seksual.
Berikut ini adalah poin-poin agar kecenderungan seksual anak terarah:
- Meminta izin ketika ingin memasuki rumah orang lain atau kamar pada tiga waktu tertentu (Surah an-Nur: 58-59).
- Membiasakan anak menundukkan pandangan dan menjaga aurat.
- Memisahkan tempat tidur anak.
- Melatih anak tidur dalam posisi miring menghadap ke kanan.
- Menjauhkan anak dari berikhtilat bersama lawan jenis.
- Mengajarkan mandi junub ketika anak mendekati aqil baligh.
- Menjelaskan perbedaan jenis kelamin dan bahaya zina ketika anak mendekati aqil baligh.
Agar fitrah anak tidak cedera, orang tua jangan membatasi daya kognitif dan jangkauan keterampilannya. Berilah anak kesempatan untuk belajar. Dampingi selalu mereka agar tidak keluar dari relnya. Arahkan aktifitas anak pada hal yang dapat membuat dia semakin tegas memahami fitrah seksualitasnya. Beri arahan kepada mereka dengan teladan dan dengan kehadiran utuh penuh kedua orang tuanya.

Pola Asuh sebagai Fondasi Kuatnya Penanaman Fitrah Seksualitas
Pola asuh dan membersamai anak adalah fondasi awal dari tegasnya fitrah seorang anak. Orang tua sebagai sekolah pertama bagi anak-anak punya kewajiban memberi pemahaman tentang seksualitasnya sedini mungkin. Pendidikan seksualitas berjalan sejak pertama kali bayi dilahirkan. Orang tua memosisikan anak sesuai dengan kodratnya, yang dengan seiring berjalannya waktu, orang tua menanamkan nilai agama tentang iman kepada takdir agar apa pun kondisinya, ia harus tetap menerima ketentuan Allah dan tidak berniat sedikit pun untuk menentang apalagi mengubah kodratnya.
Fitrah manusia sudah Allah gariskan sejak dalam kandungan. Fitrah manusia adalah lurus pada agama Allah. Siapa saja yang menentang jalan atau ketentuan Allah artinya dia sudah menyalahi fitrah dirinya sendiri.
Di dalam penanaman fitrah seksualitas, orang tua harus mampu membekali anak tentang batasan-batasan aurat, agar anak tidak terjerumus dalam hal-hal yang bertentangan dengan kodrat. Pola asuh sangat berpengaruh besar pada tampilnya kodrat seorang anak. Maka, solusi dari memerkuat fondasi dan menanamkan fitrah sejak dini dapat dimulai dari:
- Memberi perhatian kepada anak. Jika orang tua abai kepada anak, maka ia akan tumbuh sebagai manusia dewasa yang lemah dalam berpikir, lemah dalam memilih, dan lemah dalam mengambil keputusan.
- Memunculkan peran ayah lebih intens, karena peran ayah jarang hadir dalam pengasuhan.
- Ibu tidak boleh overlap dalam mendidik anak. Misalnya: segala kebutuhan anak dilayani tanpa memberi mereka kesempatan untuk belajar dan mencoba, anak dijadikan tempat curhat bagi ibunya untuk kekesalannya kepada suami, anak diajak mandi bersama, atau yang lainnya.
- Menguatkan potensi agama yang tidak hanya sebatas ritual, namun ditambah nilai dan teladan.
- Manajemen gawai (gadget), karena gawai sangat mudah menayangkan hal-hal yang berbau pornografi atau menampilkan tontonan-tontonan niradab.
Penyimpangan seksual terjadi karena lingkungan (pola asuh, lingkungan masyarakat, tempat tinggal, anak-saudara, dan lain-lain) mencederai fitrah anak-anak. Semoga Allah selalu membimbing kita pada jalan yang lurus lagi benar.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!