Gajah dan Perspektif Kemanusiaan: Ketika Alam Menjadi Relawan Tanpa Kata

Gajah dan Perspektif Kemanusiaan: Ketika Alam Menjadi Relawan Tanpa Kata
Gajah dan Perspektif Kemanusiaan: Ketika Alam Menjadi Relawan Tanpa Kata / Foto ANTARA

Aceh, Desember 2025. Jalanan di Desa Meunasah Bie, Pidie Jaya, masih dipenuhi puing kayu dan lumpur setelah banjir bandang serta tanah longsor menerjang berbagai wilayah di Sumatera beberapa pekan terakhir. Alat berat sulit menembus medan yang rusak parah. Namun, di tengah reruntuhan itu, muncul sekumpulan makhluk besar yang tak terduga: empat ekor gajah Sumatera terlatih.

Mereka hadir bukan sebagai tontonan, tetapi sebagai bagian dari upaya pemulihan nyata. Mido, Ajis, Abu, dan Noni, adalah nama-nama yang tak biasanya disebut dalam laporan bencana. Dengan belalai yang kuat dan tubuh yang besar, mereka memindahkan hambatan berupa kayu-kayu besar, membuka akses jalan, dan membantu warga keluar dari isolasi. Mereka bekerja bersama Tim BKSDA Aceh, mahout, dan personel lainnya dalam pembersihan pascabanjir.

Bencana monsun yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, telah menelan ratusan korban jiwa, menyebabkan puluhan ribu rumah rusak parah, serta membuat infrastruktur utama lumpuh. Ribuan warga mengungsi dan jaringan jalan strategis nyaris runtuh. Penyebab klasiknya adalah curah hujan ekstrem yang memicu banjir bandang dan longsor. Selain yang paling utama tentunya akibat ulah manusia yang ugal-ugalan melakukan deforestasi.

Di beberapa titik, alat berat tidak bisa merambah jauh karena medan terjal dan akses jalan yang terputus. Di sinilah gajah masuk. Mereka turun membantu. Hewan besar dengan kaki kuat dan belalai presisi yang mampu menjangkau dan mengangkat puing serta membuka celah yang tak bisa ditembus truk atau ekskavator.

Membaca Realita di Sumatera: Bahlil Jangan Bohong Lagi!
Ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan kepada presiden bahwa 93 persen listrik di Sumatera sudah pulih, banyak warga merasa bahwa itu bertolak belakang dengan kenyataan yang mereka alami. Bagi mereka, angka itu sangat keliru dan terasa jauh dari kondisi lapangan.

Bahwa gajah digunakan dalam upaya penanganan bencana, itu bukanlah hal sepenuhnya baru. Kepala BKSDA Aceh, Hadi Sofyan, mengingatkan bahwa hewan-hewan ini juga pernah membantu evakuasi dan pembersihan saat tsunami Aceh 2004: tragedi alam yang menjadi salah satu musibah yang terburuk dalam sejarah Indonesia.

Kini, dua dekade kemudian, konteksnya berbeda, tetapi premisnya sama: ketika medan tak lagi bersahabat bagi mesin, tenaga hidup dari alam sendiri kerap menjadi jalan keluar pertama yang efektif. Namun, langkah ini bukan tanpa kontroversi atau kekhawatiran. Aktivis dan pakar kesejahteraan satwa memberi peringatan bahwa meski pun gajah yang dikerahkan adalah terlatih dan sudah akrab dengan interaksi manusia, tugas berat dan lingkungan pascabanjir bisa memicu stres fisik dan psikologis pada hewan besar tersebut.

Pihak Kementerian Kehutanan pun menegaskan bahwa pelibatan gajah telah melalui survei, pengawasan ketat artis satwa, serta prinsip-prinsip kesejahteraan hewan (animal welfare). Gajah yang dipilih pun adalah yang terbiasa berinteraksi dengan manusia dan lingkungan kerja berat, sehingga risiko overexertion diminimalkan.

Namun juga bukan tanpa kritik tajam. Sekelompok masyarakat sipil mengampanyekan untuk mengevaluasi kembali penggunaan gajah sebagai “alat” dalam bencana yang pada hakikatnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan perubahan iklim di mana habitat mereka sendiri pun terus menyusut akibat deforestasi.

Kasus gajah di Aceh membuka banyak pertanyaan: ketika manusia membutuhkan bantuan alam melawan konsekuensi dari perubahan iklim dan bencana ekstrem, pada saat yang bersamaan habitat dan kelangsungan hidup spesies semisal gajah Sumatera pun terus terancam. Fakta bahwa gajah sering menjadi “penyelamat dadakan” di alam bukan berarti mereka tak memiliki kebutuhan sendiri.

Renungan Panjang untuk Kita: Tidak Ada Ekonomi di Tanah yang Mati
Ketika hutan hilang, bukan hanya pohon yang runtuh, tetapi juga ekonomi rakyat. Petani kehilangan lahan garapan, nelayan sungai kehilangan ikan, masyarakat adat kehilangan rumah dan identitas mereka. Anak muda pun terpaksa meninggalkan desa dan menjadi buruh murah di kota.

Lalu bagaimana manusia memikirkan nasib habitat gajah yang kian terhimpit? Tak berbeda nasibnya dengan Taman Nasional Tesso Nilo, kawasan gajah di PLG Sebanga, Riau, saat ini hanya tersisa satu hektare. Sisanya? Dipenuhi perkebunan sawit dan permukiman warga. Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Riau tahun 1992, PLG Sebangga mencakup area sekitar 5.700-5.873 hektare yang diperuntukkan sebagai habitat dan kawasan latihan bagi gajah Sumatera. Namun, seiring waktu, sebagian besar lahan itu beralih fungsi menjadi kebun dan perkebunan, sehingga kini hanya tersisa sekitar 1-10% dari luas awal. Dilansir dari detik.com, PLG Sebanga kini hanya dihuni oleh enam gajah saja.

Ketergantungan terhadap gajah dalam situasi krisis mengingatkan kita pada simbiosis yang sering terlupa: bukan hanya manusia yang memengaruhi alam, tetapi alam juga memengaruhi bagaimana manusia bertahan. Dan ketika alam tampil sebagai relawan yang tak berfoto-ria, kita pun dihadapkan pada pertanyaan filosofis: apakah pertolongan itu sekadar utilitas, atau sebuah undangan untuk mengubah cara kita memahami hubungan antara manusia dengan makhluk hidup lain?

Keberadaan gajah di garis depan pemulihan bencana adalah fenomena yang menyentuh. Warga Meunasah Bie yang rumahnya terhubung kembali ke dunia luar melihat bukan hanya tenaga kerja besar, tetapi sosok yang menghidupkan kembali asa mereka. Di tengah kehancuran, gajah menjadi simbol kemanusiaan yang tak berbicara, tetapi bekerja keras bersama manusia.

Di dalam realitas yang semakin terintegrasi antara bencana alam dengan krisis ekologis, peran gajah Sumatera bukan hanya soal tenaga atau simbol, tetapi cermin bahwa alam tidak sekadar latar belakang bagi kisah manusia, melainkan pemain aktif yang layak dihormati, dilindungi, dan diperlakukan dengan martabat tinggi.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.