Entah mengapa, kabar wafatnya H. Hardi M. Arifin terlambat saya baca. Akibatnya, empat hari sesudah Kang Ifin (demikian saya menyapa Allahuyarham) berpulang pada 30 April 2023, saya baru bertakziyah ke rumah keluarga beliau di Tajur, Bogor.
Di Dewan Da'wah, Kang Ifin terhitung kader senior. Di dalam sebuah naskah yang tak diterbitkan berjudul "Dari Penjara ke Penjara", Kang Ifin menuturkan kali pertama iabersua M. Natsir, tokoh yang ia idolakan. Kisahnya, ketika Kang Ifin menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Sukabumi, dia diikutsertakan oleh para seniornya untuk menghadiri Peringatan 10 Tahun Partai Masyumi di Kantor PP Masyumi, Jalan Kramat Raya 45, Jakarta Pusat. Peringatan tersebut diselenggarakan di aula, yang kelak menjadi tempat percetakan Abadi.
Meskipun Kang Ifin tidak bisa masuk ke aula tempat acara diselenggarakan, karena hadirin penuh sesak, tetapi dari balik pintu, ia bisa melihat sosok yang ia kagumi, M. Natsir. Itulah untuk kali pertama Kang Ifin melihat M. Natsir. Ketika tahun 1957 Kang Ifin hijrah dari Sukabumi ke Jakarta, M. Natsir sudah sibuk dengan sidang-sidang Konstituante di Bandung.
Pada Januari 1958, M. Natsir pergi ke Medan untuk menghadiri pelantikan Mr. Mohamad Roem sebagai rektor Universitas Islam Sumatera Utara. Sesudah itu, M. Natsir pergi ke Sumatera Barat untuk mencegah pergolakan daerah di sana berkembang menjadi gerakan separatis.
Pada 1962, PB PII menugaskan Hardi Arifin bersama Yahya Sutisna meninjau lokasi Muktamar PII di Medan. Ketika itu, Kang Ifin menyempatkan diri pergi ke Padang Sidempuan. Kedatangannya disambut Ketua PII Padang Sidempuan, Mas'oed Abidin. Kini Buya Mas'oed Abidinadalah Wakil Ketua Dewan Da'wah Sumatera Barat).
Oleh Buya Mas'oed, Kang Ifin diajak bertemu M. Natsir yang saat itu sedang kurang enak badan. Kang Ifin juga bertemu Pak Sjafruddin Prawiranegara, Pak Burhanuddin Harahap, dan Mr. Assaat. Semula Kang Ifin hendak ke Bukittinggi untuk menemui Ummi, tetapi dicegah oleh Pak Natsir. "Jangan. Keadaan belum aman," katanya.
Karena batal ke Bukittinggi, Kang Ifin berencana pergi ke Banda Aceh. Rencana itu didukung oleh M. Natsir yang malah menganjurkan agar Hardi Arifin menemui Tengku Daud Beureueh. Tetapi, kader-kader PII di Banda Aceh tidak merekomendasikan rencana Kang Ifin karena jaraknya terlalu jauh.
Ketika para pemimpin Masyumi dimasukkan ke Rumah Tahanan Militer (RTM) pada Desember 1962, komunikasi Kang Ifin dengan Pak Natsir cs semakin intens. Ketika Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) diselenggarakan di Bandung, yang pembukaannya diselenggarakan di Hotel Indonesia pada 12-15 Maret 1965, beberapa kali Kang Ifin mendapat tugas khusus dari Pak Natsir, yaitu mengantarkan surat Pak Natsir kepada delegasi KIAA. Surat itu ditulis tangan oleh M. Natsir dalam bahasa Indonesia. Maka, sebelum menyerahkan surat itu kepada delegasi KIAA di HI, lebih dulu Kang Ifin menemui K.H. Sadeli Hasan di Serang, Banten, seorang tokoh Masyumi yang pernah jadi anggota Konstituante. Kang Ifin meminta Kiai Sadeli untuk menerjemahkan suraf Pak Natsir ke dalam bahasa Arab.
Pak Natsir sendiri sesungguhnya fasih berbahasa Arab. Hal itu terbukti saat Pak Natsir menerima penghargaan dari Raja Faisal. Sesudah menerima hadiah itu, Pak Natsir berpidato dalam bahasa Arab. Namun, Pak Natsir ingin surat yang ia tulis diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang baik dan benar.
Tugas menerjemahkan surat itu, atas saran Kiai Sadeli, dilakukan oleh H.M.S. Agustin yang menurut Kiai Sadeli bahasa Arabnya lebih fasih ketimbang dirinya. Kelak, H.M.S. Agustin menjadi orang kepercayaan Pak Natsir dalam urusan penerjemahan bahasa Arab.
Usai diterjemahkan, Kang Ifin mengantarkan surat Pak Natsir tersebut. Alhamdulillah, surat Pak Natsir itu sampai ke tangan Ketua Delegasi Saudi Arabia, Raja Faisal, yang baru dinobatkan pada 2 November 1964.
Kang Ifin sering membezuk Pak Natsir dan kawan-kawan pada jam resmi, tetapi lebih sering lagi pada jam bezuk tidak resmi. Pada kesempatan itu, Pak Natsir menitipkan tulisannya untuk diperbanyak dan dibagikan kepada generasi muda yang istiqamah. Karena saat itu belum ada mesin fotokopi, maka tulisan Pak Natsir setebal 38 halaman diketik ulang dalam kertas sheet kemudian diperbanyak dengan mesin stensil.
Kang Ifin sempat pula diminta oleh PT Bank Sukapura dan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) mengantarkan bantuan untuk keperluan rumah tangga tokoh-tokoh Masyumi yang masih di penjara di RTM. "Tentunya secara rahasia," tulis Kang Ifin.
Intens berhubungan dengan tokoh-tokoh utama Masyumi, tanpa disadari, membuat naluri politik Kang Ifin tumbuh dan berkembang. Saat Pak Rasjidi memulai tugas di luar negeri, ia menitipkan rumahnya kepada Kementerian Luar Negeri. Ternyata, tanpa sepengetahuan dan atau seizin Rasjidi, oleh Kemenlu rumah itu dipinjamkan kepada Menteri Oei Tjoe Tat. Sampai Rasjidi kembali ke Tanah Air, rumah itu masih ditempati keluarga Oei Tjoe Tat. Lantaran itu, selama hampir dua tahun, Rasjidi tinggal menumpang di Gedung Menteng Raya 58, markas GPII dan PII ditemani oleh Kang Ifin. Sambil menemani Pak Rasjidi, Kang Ifin terus berpikir, bagaimana cara mendapatkan kembali rumah Pak Rasjidi secepatnya.
Rasjidi kembali ke Tanah Air di hari-hari terakhir kekuasaan Presiden Soekarno. Tidaklama sesudah pemberontakan berdarah G.30.S/PKI. Di dalam situasi itu, pemerintah baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto giat mengonsolidasikan kekuatannya.
"Memanfaatkan" situasi, Kang Ifin menghubungi seorang kawan lamanya saat aktif di BKS Pemuda-Militer yang saat itu menjadi perwira menengah di Kodam V/Jakarta Raya. Kepada kawannya itu, Kang Ifin mengusulkan supaya Kodam mengumpulkan tokoh-tokoh Islam untuk diberi pencerahan mengenai Islam dan komunisme. Kang Ifin menggarisbawahi tokoh yang tepat bicara soal itu ialah Prof. H.M. Rasjidi.
Pak Rasjidi pun tampil dengan ceramah berjudul "Islam Menentang Komunisme." Saat itu tidak lupa Kang Ifin berpesan kepada Pak Rasjidi agar sebelum berceramah, ia menyampaikan soal rumahnya kepada perwira Kodam Jaya yang hadir. "Selanjutnya, saya yang akan mengurus," ujar Kang Ifin.
Berkat siasat Kang Ifin itu, tidak lama kemudian, Pak Rasjidi bisa kembali menempati rumahnya. Selamat jalan, Kang Ifin. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu.-
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!