Menurut Global Forest Watch (2024), sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia telah kehilangan lebih dari 10,5 juta hektare hutan primer dalam dua dekade terakhir. Kondisi ini tak hanya merusak keanekaragaman hayati, tetapi juga memicu krisis iklim yang kian sulit dikendalikan, bahkan melahirkan fenomena baru, yaitu pengungsi iklim atau climate refugee. Maka, dalam peringatan Hari Bumi Sedunia, perhatian dunia tertuju pada ancaman nyata terhadap keberlanjutan ekosistem global, khususnya deforestasi hutan tropis yang terus memburuk.
Di tengah kegentingan tersebut, pendekatan keuangan syariah berkelanjutan muncul sebagai alternatif strategis dan transformatif. Melalui instrumen wakaf, zakat, dan sedekah yang dikelola dengan prinsip keberlanjutan, keuangan syariah menawarkan solusi jangka panjang untuk restorasi hutan dan pelestarian lingkungan. Hal itu dikatakan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (PLH & SDA MUI), Hayu Prabowo.
Sejak tahun 2001, Indonesia telah kehilangan 30,8 juta hektare tutupan pohon. Angka itu setara 19% dari total hutan yang ada di Indonesia. Sebab utamanya adalah perubahan fungsi lahan menjadi perkebunan, tambang, dan infrastruktur. Dampaknya multidimensional, yaitu pelepasan karbon yang memercepat perubahan iklim, peningkatan bencana hidrometeorologi semisal banjir dan longsor, hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat adat dan pedesaan.
Tak hanya itu. Kerusakan lingkungan kini telah memicu migrasi paksa akibat bencana, yang dikenal sebagai climate refugee. Studi menunjukkan bagaimana banjir bandang di Pulau Jawa dan Sumatera, abrasi di Pantai Utara Jawa, serta kebakaran hutan di Kalimantan dan Papua, telah memaksa ribuan keluarga meninggalkan rumah dan tanah mereka.
Hayu Prabowo pun menegaskan pentingnya sinergi antara ajaran Islam dan aksi nyata lingkungan. “Pelestarian alam bukan hanya tanggung jawab ekologis, tetapi juga manifestasi dari ibadah yang memiliki dimensi spiritual dan sosial,” ujarnya.

Inovasi Hijau dalam Bingkai Syariah
Menanggapi situasi itu, berbagai inisiatif berbasis syariah mulai dikembangkan secara sistemik. Salah satunya adalah Green Waqf Framework, hasil kerja sama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sejak 2022. Kerangka ini mendorong pemanfaatan lahan wakaf – yang tercatat mencapai 57.300 hektare di 440.500 lokasi – untuk konservasi hutan dan ekosistem.
Program semisal “Hutan Wakaf”, “Sedekah Pohon” melalui gerakan Pohon Asuh, serta “Adopsi Hutan” menjadi contoh konkret bagaimana filantropi Islam bisa digunakan untuk membiayai pemulihan ekosistem secara berkelanjutan. Pendekatan Green Zakat yang dipelopori Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pun telah berhasil memobilisasi dana umat untuk rehabilitasi lahan kritis, penanaman mangrove, dan edukasi masyarakat. Langkah ini tak hanya memerbaiki lingkungan, tetapi juga meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar hutan dengan pendekatan berbasis pemberdayaan ekonomi.
Sementara itu, Blue Waqf Framework turut berperan dalam pelestarian wilayah pesisir. Terutama melalui restorasi mangrove dan terumbu karang yang menjadi benteng alami terhadap perubahan iklim dan abrasi pantai.
Menuju Ekosistem Pembiayaan Hijau yang Terintegrasi
Dengan kerusakan hutan tropis yang kian parah, Indonesia menatap solusi masa depan melalui wakaf, zakat, dan sedekah lingkungan yang berpijak pada nilai spiritual Islam. Dengan mengintegrasikan Green Waqf, Green Zakat, dan Blue Waqf, Indonesia sedang membangun ekosistem pembiayaan konservasi yang inklusif dan berbasis nilai.

Optimalisasi Sistem Informasi Wakaf Nasional (SIWAK) memungkinkan pemetaan lahan wakaf untuk penghijauan secara digital dan strategis. Di sisi lain, kolaborasi dengan lembaga filantropi Islam memerkuat jaringan dan skala program konservasi. Model pembiayaan hybrid yang menggabungkan dana sosial keagamaan dan investasi komersial syariah sedang dikembangkan sebagai solusi restorasi hutan tropis berskala besar.
Hari Bumi Sedunia diperingati setiap tanggal 22 April. Refleksi Hari Bumi 2025 mengingatkan kembali bahwa menjaga bumi bukan sekadar pilihan etis, tetapi amanah spiritual yang tak terpisahkan dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi. Melalui penguatan instrumen keuangan syariah berkelanjutan, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pelopor konservasi hutan tropis yang berbasis nilai dan berdampak global.
Hayu Prabowo menutup pernyataannya dengan sebuah seruan. “Wakafkan hutan, zakatkan untuk lingkungan, sedekahkan pohon – karena menjaga bumi adalah ibadah nyata bagi generasi mendatang,” katanya.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!