Pada 16-19 Juli 2024 telah dilaksanakan perhelatan penting oleh Forum Zakat Nasional (FOZNAS). Sebuah entitas bersama gerakan zakat Indonesia yang memiliki visi untuk menjadi asosiasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang amanah dan profesional, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rapat Akbar 3 tahunan yang disebut MUNAS (Musyawarah Nasional) FOZ, kini telah menginjak kali yang ke-10 dan diselenggarakan di Kota Padang, Sumatera Barat. Dengan demikian, asosiasi ini telah menjalankan misinya sebagai rumah besar gerakan zakat Indonesia selama lebih dari 27 tahun hingga berhasil membawa gerakan zakat dalam posisi seperti sekarang melalui estafet 9 periode kepengurusan dari tahun 1997 hingga tahun 2024.
Saat ini FOZ Pusat mengelola 23 Forum Zakat Wilayah dan 8 Forum Zakat Daerah. Hingga tahun 2024, tercatat telah beranggotakan lebih dari 175 OPZ yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia baik level nasional, provinsi, maupun kota/kabupaten. Sudah begitu banyak inovasi produk, layanan, dan institusi turunan yang dilahirkan dari rahim lembaga ini yang tidak dapat dipungkiri telah ikut mendorong kemajuan pengelolaan zakat di tanah air. Di antaranya melahirkan Sekolah Amil Indonesia (SAI), Kampus Zakat, Sertifikasi Amil (bekerjasama dengan LSP/BNSP), berbagai dokumen protokol program, fasilitasi sinergi aksi berbagai elemen gerakan, advokasi regulasi, dan yang karya paling utama yakni, dokumen peta jalan gerakan zakat Indonesia 2045.
Selain menetapkan pimpinan FOZ periode ke-10, MUNAS FOZ pada bulan Juli 2024 di Padang, Sumatera Barat juga telah melahirkan banyak rekomendasi penting yang menjadi amanat bagi pengurus baru. Seperti untuk mengimplementasikan dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan zakat di tanah air, meluaskan jaringan kerja sama internasional serta memasifkan dampak zakat sehingga sungguh-sungguh memberikan kontribusi yang semakin besar dalam mengatasi problematika mendasar umat dan bangsa melalui skema ashnaf zakat, relasi operasionalnya dengan agenda SDGs, dan tentunya diharapkan juga turut mendukung program pencapaian pembangunan nasional menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Isu dan Tantangan Pengelolaan Zakat
Gerakan zakat dihadapkan kepada sejumlah isu dan tantangan yang semakin kompleks saat ini yang menuntut jawaban yang tepat seiring dengan perubahan lingkungan yang bergerak dengan cepat. Dalam pidato pembukaan MUNAS ke-10 pada tanggal 16 Juli 2024 di Istana Wapres, Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin, menyampaikan keyakinannya bahwa gerakan zakat yang masif akan mampu menghasilkan daya yang kuat untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di masyarakat. Potensi zakat yang mencapai Rp327 triliun atau setara dengan 76 persen anggaran perlindungan sosial pada APBN 2022 harus dioptimalkan agar dapat berkontribusi dalam pembangunan demi mewujudkan keadilan sosial.
Terdapat beberapa tantangan pengelolaan zakat yang harus mendapatkan perhatian yang serius dari seluruh elemen Gerakan. Tujuannya agar zakat dapat menjadi instrumen yang betul-betul dapat memainkan peranannya secara optimal.
Pertama, Tantangan SDM Pengelola Zakat (Amil). Jim Collins dalam “Good To Great” menyebutkan di dalam pengantar bukunya bahwa : “Ketika memulai proyek riset, kami mengharapkan bahwa langkah pertama yang akan membawa Perusahaan menjadi hebat adalah menetapkan arah baru, visi, dan strategi baru, kemudian menemukan orang yang tepat. Faktanya kami menemukan sesuatu yang sama sekali berlawanan. Kunci sukses menjadi hebat itu dimulai dari Siapa (menemukan orang yang tepat), baru selanjutnya adalah Apa (memastikan jalan yang paling tepat untuk menjadi hebat)”.
Dengan merujuk kepada kesimpulan Collins, kunci pertama dan utama dalam meraih keberhasilan pengelolaan zakat di tanah air terletak pada SDM yang terlibat langsung dalam menentukan hitam putihnya kinerja zakat. Mereka adalah para Amil dan aktor-aktor di sekitarnya. Termasuk dalam hal ini adalah Pengawas Syariah, Regulator dan Otoritas zakat lainnya.
Amil sebagai elemen SDM gerakan zakat paling strategis sesungguhnya adalah The Man Behind the Gun. Kondisi saat ini menghadapkan para amil pada sejumlah tuntutan peran. Amil diharapkan memiliki integritas tinggi, kompetensi yang mumpuni dan kesejahteraan yang memadai sebagai konsekuensi atas pilihan profesinya sehingga ia diharapkan dapat bekerja secara profesional, penuh passion, dan berkinerja tinggi. Tentu saja tuntutan-tuntutan tersebut tidak selalu mudah diimplementasikan karena berbagai faktor seperti ketersediaan sarana pelatihan dan pendidikan, indikator dan pengakuan industri atas kompetensinya, skema career path dan ketersediaan alokasi dana asnaf amil yang cukup untuk memenuhi berbagai beban operasional yang tentu saja diperoleh dari hasil kinerja penghimpunan zakat OPZ sebagaimana yang diatur syariah.
Alhamdulillah sebagian dari tuntutan tersebut secara bertahap telah mendapatkan jawabannya. Misalnya, saat ini profesi amil (pengelola zakat) telah memiliki standar kompetensi bersertifikasi yang diakui oleh BNSP, sebagai sebuah terobosan yang sangat penting dan menandai fase baru pengelola SDM dalam dunia zakat. Sisa persoalan yang lainnya, masih menjadi PR besar yang harus dapat dipecahkan jawabannya seiring berjalannya waktu jika sektor ini ingin terus bertumbuh dan semakin besar peranannya ke depan.
Kedua, Tantangan Kelembagaan OPZ. Menguatkan kelembagaan OPZ dari aspek sistem, tata kelola, dan adopsi teknologi yang relevan adalah tantangan-tantangan penting lainnya. Pembenahan di aspek kelembagaan diharapkan dapat membawa OPZ menjadi entitas yang dapat meraih tiga hal baik utama, yaitu pertama, 3 Aman (Aman Syar’i, Aman Regulasi, Aman NKRI), kedua, Unggul, dan ketiga peran dan keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat (Etis).
OPZ yang unggul terlihat setidaknya dari 5 indikator penting yang menggambarkan proses bisnis utamanya (Gambar 1) : Kinerja Pengumpulan, Kinerja Penyaluran/Pendayagunaan, Kinerja SDM dan Operasional (Administrasi, Keuangan), Kinerja Proses, dan Kinerja Kepatuhan (Regulasi dan Syariah). Kelima indikator kinerja ini secara terintegrasi diikat oleh Kode Etik yang akan menjadi kompas lembaga untuk memastikan rambu-rambu moral OPZ – the do’s dan the donts - di level operasional dapat terjaga. Selain itu, penting pula agar OPZ dapat memberikan perhatian yang serius terhadap manajemen risiko dan secara terus menerus untuk melakukan proses monitoring serta penilaian atas aktivitasnya. Indeks Zakat Nasional (IZN) ver 3.0 yang dirilis oleh BAZNAS RI merupakan indikator yang cukup relevan digunakan karena dapat menjadi alat bantu bagi OPZ dalam menilai kinerjanya baik dari sisi tata kelola maupun dampak zakat.
Ketiga, Tantangan Sinergisme. Menurut catatan BAZNAS RI, Sampai bulan Februari 2024, tercatat lebih dari 660 OPZ (BAZNAS dan LAZ) dan 49.132 UPZ (Unit Pengumpul Zakat) resmi telah beroperasi di tanah air. Jumlah ini berarti naik hampir 24% dari jumlah OPZ di tahun sebelumnya. Angka tersebut tidak termasuk dengan 100-an lagi lembaga yang saat ini tengah mengajukan izin operasional sebagaimana dipersyaratkan oleh regulasi. Diperkirakan sampai akhir tahun 2024, jumlah OPZ (di luar UPZ) di Indonesia dapat mencapai lebih 800-an lembaga.
Tantangannya adalah bagaimana membangun kolaborasi dan sinergisme antara OPZ ini. Penulis membagi agenda sinergisme ini menjadi 3 : Permanent Agenda, Current Agenda, dan Future Agenda (Gambar 2 dan 3) . Ketiganya dapat berjalan secara bersamaan tanpa harus saling menunggu apalagi meniadakan.
Permanent agenda yang dimaksud adalah agenda besar yang menyatukan semua OPZ untuk meraih misi otentik dari zakat : melepaskan mustahik dari jeratan problematikanya, mentransformasikan mereka agar berubah dari penerima zakat menjadi pembayar zakat, meminimalkan kesenjangan, dan menciptakan peradaban zakat yang lebih berkeadilan. Permanent Agenda adalah the ultimate goal dari gerakan zakat, terlepas dari apapun skema regulasi, desain arsitektur zakat, pembagian aktor/peran, dll. Dua Agenda lainnya (Current dan Future) haruslah didesain dan diarahkan untuk mencapai Permanent Agenda.
Current Agenda adalah kolaborasi antar elemen gerakan zakat yang berkaitan dengan peningkatan secara bersama kinerja pengelolaan zakat dalam konteks regulasi yang saat ini berlaku, yaitu UU 23/2011 beserta turunannya. Masih terdapat ruang yang begitu besar bagi gerakan zakat untuk bersama-sama bekerja walaupun dalam kondisi regulasi dan ekosistem zakat yang masih menyisakan berbagai catatan kritis dan peluang perbaikan. Apalagi jika mengingat persoalan-persoalan esensial masyarakat miskin yang menuntut solusi segera tanpa harus menunggu kesiapan elemen-elemen lainnya sesuai idealita yang diharapkan.
Sedangkan Future agenda adalah kolaborasi elemen gerakan zakat dalam upaya untuk memperkuat arsitektur zakat di tanah air melalui perbaikan ekosistem, kebijakan dan regulasi agar pengelolaan zakat semakin baik ke depan.
Kesemua agenda ini harus berjalan simultan dan tidak saling meniadakan. Diperlukan komunikasi, koordinasi, dan itikad yang baik dari seluruh elemen gerakan zakat agar semua agenda-agenda besar zakat dapat dijalankan secara efektif, berdampak luas, semakin baik dalam bingkai ukhuwah islamiyah.
Keempat, Tantangan Desain Arsitektur dan Ekosistem Zakat. Relasi pengelolaan zakat antara negara dan masyarakat menjadi perdebatan lama yang hangat di kalangan gerakan zakat dengan seluruh pro dan kontranya. Termasuk di dalamnya adalah isu penerapan zakat rezim obligatory (diwajibkan) atau partisipatory (partisipasi). Ada juga diskursus tentang apakah zakat termasuk rezim keuangan negara atau rezim keuangan lainnya dengan masing-masing konsekuensinya.
Terlepas dari perdebatan-perdebatan tersebut, menurut penulis, ke depan diharapkan kebijakan pengelolaan zakat yang diterjemahkan dalam berbagai aturan dan regulasi dapat mendorong prinsip-prinsip check balances, fairness, juga berdaya ungkit tinggi bagi kinerja pengelolaan zakat (Gambar 4). Dialog yang konstruktif antar seluruh elemen gerakan zakat penting dilakukan agar semua pihak memiliki solusi bersama untuk menciptakan arsitektur dan ekosistem zakat sebagai habitat yang tepat dalam menumbuh suburkan gerakan zakat yang semakin baik seiring berjalannya waktu. Penulis meyakini, ini adalah never ending process.
Kelima, Tantangan Literasi, Riset dan Pengembangan Seputar Problematika Zakat. Bank Indonesia pernah merilis hasil penelitiannya di tahun 2018 terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh OPZ. Permasalahan-permasalahan tersebut terbagi ke dalam 3 kategori: internal, eksternal, dan sistem. Satu dari sekian banyak problematika itu yang menurut penulis sangat penting adalah yang terkait dengan tingkat literasi zakat masyarakat yang masih sangat rendah. Ini memerlukan langkah-langkah solid dan terukur yang dilakukan secara bersama-sama dengan memanfaatkan seluruh kanal dan metode yang ada oleh seluruh elemen gerakan zakat. Semakin tinggi tingkat literasi zakat masyarakat, diharapkan semakin luas kesadaran masyarakat dalam penunaian kewajiban zakatnya. Hal ini tentu saja akan semakin meningkatkan realisasi zakat dari angka potensinya.
Persoalan-persoalan lainnya adalah minimnya karya publikasi, riset dan penelitian terhadap berbagai isu yang penting. Seperti bagaimana mengukur dan mengetahui dampak zakat atas program-program yang dijalankan, solusi zakat dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, integrasi zakat dan wakaf, dan skema bridging antara social islamic finance dan commercial islamic finance, dll.
Keenam, Kontribusi Zakat dalam Pencapaian Visi Indonesia Emas 2045. Menurut penulis, Visi Zakat 2045 haruslah dapat merelasikan 4 elemen penting, di antaranya:
- Sejauh mana zakat dapat berkontribusi kepada 5 sasaran dan 4 pilar pembangunan dalam konteks visi Indonesia Emas 2045,
- Visi tersebut tetap menjadikan 8 asnaf zakat sebagai sasaran utamanya,
- Visi zakat tersebut betul-betul sejalan dengan pencapaian maqashid syariah, dan,
- Visi tersebut dan seluruh aspek turunannya dibangun dalam koridor 3 Aman (Syariah, Regulasi, dan NKRI).
Syukur Alhamdulillah, dalam konteks ini Pengurus FOZ Perioda 9 (2021-2024) telah berhasil merumuskan peta jalan gerakan zakat Indonesia Emas 2045. Peta tersebut memberikan panduan secara garis besar arah gerakan zakat hingga tahun 2045 yang tentunya memerlukan rincian-rincian lebih teknis di level operasional. Di sisi lain, dokumen tersebut setidaknya menjadi bukti komitmen kuat FOZ sebagai salah satu elemen gerakan zakat dalam ikut mendukung tujuan pembangunan nasional.
Ketujuh, Tantangan Zakat dalam menjawab persoalan-persoalan mendesak. Angka kemiskinan yang tinggi, tingkat pengangguran, kesenjangan yang lebar, persoalan pemenuhan pelayanan kesehatan dasar, stunting, pemberdayaan ibu dan anak, human trafficking, isu-isu lingkungan hidup dan lain sebagainya merupakan daftar panjang yang menunggu jawaban untuk dapat diberikan oleh gerakan zakat saat ini dan di masa depan yang tidak dapat ditunda-tunda.
Harmonisasi Elemen Gerakan Zakat.
Atas semua tantangan-tantangan yang tidak mudah itu, maka sudah menjadi suatu keniscayaan dari semua pihak untuk menguatkan ikhtiar dalam mewujudkan pencapaian terbaik melalui harmonisasi semua elemen gerakan zakat. Harmonisasi ini melibatkan semua aktor utama pengelolaan zakat baik dari unsur LAZ, BAZNAS, KEMENAG, MUI, Institusi Pendidikan, Media, Tokoh Masyarakat, dan elemen-elemen penting lainnya di tengah-tengah masyarakat.
Perlunya untuk kembali menguatkan dan mengingatkan kembali gerakan zakat dalam konteks moralnya. Prinsip ta’awun (gotong royong) dalam kebaikan dan taqwa, serta menjauhkan “kerjasama” dalam dosa serta permusuhan sebagaimana dijelaskan dalam QS Al Maidah ayat 2 adalah nilai inti sekaligus koridor gerakan zakat.
Di samping itu pembinaan secara terus menerus dalam rangka membangun integritas gerakan dengan menjauhkan serta mengikis elemen gerakan zakat dari penyakit al wahn (cinta dunia dan takut mati) adalah unsur yang sangat penting dari gerakan ini. Karena sifat al Wahn ini yang seringkali menjadi sumber petaka lembaga dan menghilangkan kekuatan OPZ, walaupun jumlahnya banyak, sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad. Membangun kekuatan moral agar seluruh elemen gerakan zakat dapat selesai dengan urusan dirinya sendiri.
Semua pihak harus memainkan peranannya secara rapi, terorkestrai, harmoni, saling menguatkan, kompak sehingga diharapkan dampak zakat akan semakin signifikan dalam memecahkan problematika zakat dalam semua aspeknya.
Wakil Menteri Agama RI, Bapak Saiful Rahmat Dasuki, dalam kesempatan pembukaan MUNAS FOZ ke-10 mengatakan, “Kita harus memperkuat sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, lembaga zakat, dan seluruh elemen masyarakat. Dengan demikian, kita dapat mengoptimalkan potensi zakat untuk mendukung program-program pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial yang berdampak luas bagi masyarakat,” tegasnya.
Itulah esensi program tiga tahun ke depan yang ingin diwujudkan secara sungguh-sungguh oleh Pengurus FOZ ke-10, bersama-sama dengan melibatkan seluruh elemen gerakan zakat yang lainnya. Mewujudkan gerakan zakat yang HARMONI, KOMPAK, dan BERDAMPAK.
Oleh karena itu pula, masukan, dukungan dan doa dari semua pihak sangat terus diharapkan agar dapat membantu pengurus FOZ terpilih untuk sedikit demi sedikit mewujudkan ikhtiar terbaiknya, Insha Allah.
Wallahu a’lam
Hasbunallahu wa nimal wakiil
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!