Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia: Youtuber dan Selebgram Wajib Zakat
Bagi para youtuber, selebgram, dan pelaku industri ekonomi kreatif di dunia digital yang lainnya wajib mengeluarkan zakat atas penghasilan mereka. Itulah salah satu hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, yang berlangsung di Ponpes Bahrul Ulum, Sungailiat, Bangka Belitung, tanggal 28 sampai 31 Mei 2024. Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII itu dibacakan Ketua Steering Commitee Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Prof. Dr. KH Asrorun Niam Sholeh, Kamis (30/5/2024) sore, usai sidang pleno terakhir dituntaskan.
Kiai Asrorun Niam yang sehari-hari menjabat Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa itu pun menjelaskan, ketentuan zakat bagi youtuber, selebgram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya tersebut menjadi salah satu hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII.
“Ijtima’ Ulama melihat bahwa teknologi digital punya potensi untuk terus dikembangkan dalam memberi manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Para ulama merespon perkembangan digital di tengah masyarakat, termasuk aktifitas digital yang dapat menghasilkan keuntungan. Forum ijtima’ menetapkan bahwa youtuber, selebgram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya, wajib mengeluarkan zakat,” demikian dijelaskan Kiai Asrorun Niam.
Kewajiban zakat bagi youtuber tersebut, lanjut Kiai Niam, dengan sejumlah ketentuan. Pertama, obyek usaha (jenis konten) tidak bertentangan dengan ketentuan syariah. Kedua, telah mencapai nisab, yaitu senilai 85 gram emas dan mencapai hawalan al haul (satu tahun) kepemilikan. Ketiga, jika sudah mencapai nisab, maka zakatnya dapat dikeluarkan pada saat menerima penghasilan, sekali pun belum mencapai hawalan al haul (satu tahun). Keempat, jika belum mencapai nisab, maka dikumpulkan selama satu tahun, lalu dikeluarkan setelah penghasilannya sudah mencapai nishab. Kelima, kadar zakatnya sebesar 2,5% (jika menggunakan periode tahun qamariyah) atau 2,57% (jika menggunakan periode tahun syamsiyah) dalam hal terdapat kesulitan untuk menggunakan tahun qamariyah sebagai tahun buku bisnis (perusahaan).
“Akan tetapi, kewajiban zakat tersebut khusus bagi aktifitas digital yang tidak bertentangan dengan syariat. Kalau kontennya berisi ghibah, namimah, pencabulan, perjudian, dan hal terlarang lainnya, maka itu diharamkan,” tegas Pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang biasa disapa Kiai Niam itu.
Baca juga: Waketum MUI Pusat: Ijtima’ Ulama Turut Mainkan Peran dalam Membangun Bangsa
Lebih lanjut, Kiai Niam yang pernah menjabat Ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) periode 2014-2017 itu pun menguraikan, penghasilan dari youtuber, selebgram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya yang kontennya bertentangan dengan ketentuan syariat adalah haram, namun wajib digunakan untuk kepentingan sosial.
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII mengangkat tema “Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan Umat”. Rangkaian acara Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII berlangsung di Ponpes Bahrul Ulum, Sungailiat, Bangka Belitung, tanggal 28 sampai 31 Mei 2024. Sehari sebelum acara pembukaan yang digelar Rabu (29/5/2024), telah diselenggarakan sesi-sesi pleno yang memberikan perspektif dalam penguatan pada tema “Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan Bangsa”.
Acara Ijtima’ Ulama VIII ini diikuti oleh 654 peserta dari unsur pimpinan lembaga fatwa Ormas Islam Tingkat Pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan Fakultas Syariah perguruan tinggi keislaman, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah semisal Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan muslim dan ahli hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau.
Acara Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII dibuka oleh Wakil Presiden RI, KH Ma’roef Amin, Rabu (29/5/2024). Sejumlah tokoh turut hadir dan memberikan materi pengayaan terkait tema pembahasan Ijtima. Mereka antara lain adalah Ketua BAZNAS, Prof. Noor Ahmad; Kepala BPKH, Fadlul Imansyah; Dirjen Pengelolaan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama RI, Prof. Hilman Latief; Staf Ahli Menteri Luar Negeri RI Bidang Hubungan Antar Lembaga, Muhsin Syihab; Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, KH Jusuf Kalla; serta Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid.