Kemerdekaan sejati bukan hanya soal bebas dari belenggu penjajahan, tetapi juga bebas dari dosa, kebiasaan buruk, dan hal-hal yang menjauhkan kita dari Allah Swt. Di momen yang penuh semangat kemerdekaan ini, kita tak cuma diajak mengingat perjuangan para pahlawan yang membebaskan negeri dari penjajahan fisik, tetapi juga untuk merenung, sudahkah kita memerdekakan hati dan jiwa kita sendiri? Nah, di sinilah hijrah menjadi bentuk kemerdekaan yang paling indah bagi seorang muslim.
Apa sih “Hijrah” itu?
Secara bahasa, istilah “hijrah” sebenarnya sudah menjadi kosa kata resmi bahasa Indonesia. Di dalam KBBI, “hijrah” sebagai kata benda punya dua makna utama. Pertama, merujuk pada peristiwa perpindahan Nabi Muhammad saw bersama sebagian sahabat dari Mekkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum Quraisy. Kedua, Hijrah berarti berpindah atau menyingkir sementara dari suatu tempat ke tempat lain yang dianggap lebih baik, biasanya karena alasan keselamatan, kebaikan, atau hal positif lainnya.
Di zaman sekarang, hijrah lebih sering dimaknai sebagai perubahan sikap dan perilaku seseorang ke arah lebih baik. Dikutip IDN Times tahun 2020, Ustadz Hanan Attaki pernah menjelaskan, “Hijrah yang lebih luas lagi maknanya, yaitu hijrah meninggalkan kebiasaan buruk, dosa-dosa, maksiat, kepada kebiasaan baik, ibadah, dan perbuatan-perbuatan yang berpahala. Nah, hijrah inilah yang kita coba jadikan sebagai culture baru kita.”
Sedangkan Ustadz Abi Makki, founder Terang Jakarta — sebuah komunitas hijrah di Jakarta — menegaskan bahwa hijrah adalah bagian penting dari identitas setiap mukmin. Mengaku beriman berarti siap menerima konsekuensi untuk memerbaiki sikap dan perilaku menuju kebaikan. Wujudnya bisa beragam, mulai dari menjaga lisan dan perbuatan, menutup aurat, berbagi rezeki lewat infak dan sedekah, menunaikan shalat (terutama berjamaah), hingga membiasakan diri membaca Al Qur’an.

Allah Swt berfirman dalam surah An-Nisaa’ ayat 100:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat/cita-cita yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Rasulullah saw pernah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Seorang Muslim adalah yang membuat Muslim lainnya selamat dari lisannya dan tangannya. Dan muhajir (orang yang berhijrah) adalah yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah,” (HR Bukhori dan Muslim).
Mengapa sih Kita Harus “Hijrah”?
Dikutip dari artikel di NU Online, “Sekarang Kita dari Mana ke Mana?”, ada beberapa alasan penting kenapa kita harus mulai berhijrah. Jika dulu Rasulullah saw hijrah untuk menghindari musuh-musuh agama yang terang-terangan berkomplot, sekarang kita juga punya musuh yang tak kalah ganas — bahkan lebih licik, karena mereka menyerang ke dalam hati. Inilah alasan mengapa kita wajib hijrah di zaman sekarang:
- Kebablasan Cinta Dunia
Kalau sudah terlalu cinta dengan dunia, kita jadi mudah lupa dengan tujuan hidup. Segalanya diukur dari uang dan gengsi. Padahal Rasulullah berkata, “Cinta dunia itu biang semua kesalahan”. Punya dunia sih tak salah, asal jangan sampai mabuk karenanya. - Hawa Nafsu Liar
Nafsu itu sangat liar. Jika tak dikendalikan, ia akan membawa kita masuk ke dalam jurang maksiat. Di dalam QS Yusuf ayat 53, Nabi Yusuf as sudah memeringatkan kita, “Sungguh, hawa nafsu benar-benar menyuruh kepada kejahatan”. Begitu kita menuruti semua keinginan dan hasrat tanpa filter, hati kita akan menjadi keras, dan iman pun akan terkikis. - Setan Gaib yang Menyusup
Setan bisa menyusup sedekat aliran darah. Allah sudah mewanti-wanti, “Sesungguhnya setan itu musuhmu, maka jadikan dia musuh!” (QS Fathir: 6). Mirisnya, justru banyak dari kita yang sering terlena dan tertipu dengan bujuk rayu setan yang begitu halus, padahal setiap langkah dan bisikan dari setan gaib itu bisa menjauhkan kita dari jalan yang benar dan melemahkan iman jika tak disadari - Setan versi Manusia
Nah, ini yang lebih berbahaya. Mereka bukan cuma menyebarkan bisikan buruk, tetapi juga mendorong kita buat mengikuti arus maksiat. Al Qur’an sudah mengatakan, ada setan dari golongan jin dan manusia. Sering kali setan dalam bentuk manusia ini lebih licin, karena mereka bisa senyum manis sambil mengajak kita pelan-pelan menjauh dari Allah. - Lingkungan Negatif
Teman dan lingkungan itu sangat berpengaruh. Kalau lingkungannya jauh dari kebaikan, kita bisa ikut hanyut. Maka, hijrah juga berarti mencari circle yang bikin iman kita tumbuh, bukan malah kering.
Jadi, kalau kemerdekaan 17 Agustus mengajarkan kita untuk lepas dari penjajahan fisik, hijrah sejatinya adalah bentuk kemerdekaan yang bisa membuat hati dan jiwa kita bebas dari empat musuh berbahaya itu. Merdeka jasmani itu penting, tetapi merdeka rohani itu jauh lebih menyelamatkan!

Sesungguhnya, saat seseorang memutuskan untuk melangkah menuju kebaikan, ia sedang memerdekakan jiwanya dari pengaruh yang menyesatkan, membebaskan hatinya dari gelisah yang tak berkesudahan, dan menukar kegelisahan itu dengan ketenangan yang lahir dari ketaatan. Kemerdekaan hati inilah yang menjadi bekal terbesar untuk menjalani hidup dengan arah yang jelas dan tujuan yang mulia.
Ke Mana dan dari Apa
Bagi seorang muslimah, khususnya, hijrah bukan sekadar perubahan penampilan, melainkan sebuah perjalanan panjang menuju versi terbaik dari dirinya. Di tengah arus zaman yang penuh godaan dan standar dunia yang mengekang, memilih untuk menjaga diri sesuai tuntunan syariat adalah bentuk keberanian luar biasa. Kemerdekaan sejati bagi seorang muslimah adalah ketika ia bebas dari tuntutan dunia yang merugikan imannya, dan hanya terikat pada aturan yang Allah cintai. Itulah kemerdekaan yang tidak akan pernah lekang oleh waktu, serta kemerdekaan yang membawa kemuliaan di dunia dan di akhirat.
Hijrah tidak selalu berarti berpindah dari keadaan yang buruk menuju kebaikan. Perubahan dari kondisi baik menuju yang lebih baik pun termasuk hijrah. Bahkan, memertahankan kondisi terbaik dengan sikap istiqomah juga merupakan bagian dari hijrah. Sebelum melangkah, kita perlu tahu bahwa hijrah bukan hanya soal ke mana kita pergi, tetapi juga dari apa kita meninggalkan. Ada hal-hal yang harus kita lepaskan agar langkah hijrah menjadi ringan dan terarah.
- Dari sosmed toksik ke konten adem
Stop betah di timeline penuh ghibah, pamer, dan drama. Mending follow yang isinya dakwah, ilmu, dan inspirasi agar hati adem. - Dari circle merusak iman ke komunitas pengingat Allah
Teman itu menular. Jadi, cari circle yang mengajak ke kebaikan, yang tak segan menegur saat salah, dan bikin rindu sama Allah. - Dari malas belajar agama ke semangat menuntut ilmu
Ganti rebahan tanpa faedah dengan mencicil ilmu — entah dari kajian online, baca buku, atau mendengarkan kajian dan podcast-podcast bermanfaat di YouTube. Walau pun sedikit-sedikit, insya Allah iman akan menjadi semakin kuat.

Langkah untuk Hijrah
Hijrah itu bukan lari dari masalah, tetapi melangkah menuju ridha Allah. Perjalanan ini butuh tekad, kesabaran, dan hati yang siap dibentuk. Mulailah dari langkah-langkah sederhana ini:
- Luruskan niat
Tanamkan kuat-kuat di hati: Aku berhijrah hanya karena Allah. Bukan untuk pujian, bukan untuk pengakuan. Saat niat murni, setiap langkah akan terasa ringan meski penuh rintangan. - Perbaiki kebiasaan buruk sedikit demi sedikit
Jangan menunggu sempurna untuk memulai. Tinggalkan dosa yang jelas di depan mata, lalu benahi kebiasaan tersembunyi yang merusak hati. Perubahan kecil yang istiqomah akan mengubah hidupmu selamanya. - Bangun lingkungan yang mendukung
Carilah orang-orang yang membuatmu rindu kebaikan. Teman, komunitas, atau mentor yang siap menarikmu ketika kau mulai goyah, dan mendoakanmu tanpa diminta. - Tingkatkan ilmu agama
Jadikan belajar agama sebagai rutinitas, bukan pilihan. Ikuti kajian, baca buku, tonton video dakwah, atau dengarkan podcast Islami. Ilmu akan menjadi kompas yang menuntun arah hijrahmu. - Berani menolak ajakan lama
Ada momen di mana kamu harus berkata “tidak” demi menjaga iman. Menolak ajakan yang menjerumuskan bukan berarti sombong, tetapi bentuk cinta kepada diri sendiri agar tetap berada di jalan Allah.
Namun, sejatinya langkah yang paling penting dalam hijrah adalah konsisten atau istiqomah. Semangat di awal saja tidak cukup. Perlu kesabaran, pengorbanan, dan komitmen, untuk terus berjalan di jalan kebaikan, meski kadang terasa berat dan sepi. Akan ada banyak ujian dan rintangan dalam proses hijrah itu nanti. Maka, butuh keteguhan hati dan kesungguhan niat. Sebab, pahala dari hijrah itu sendiri juga sangatlah besar.

Pada akhirnya, semua ini memerlukan kesadaran, keberanian, dan tekad yang kuat. Sebab, tantangan utama hijrah di zaman ini bukan lagi berhadapan dengan musuh fisik, melainkan melawan kenyamanan diri sendiri yang sering membuat kita enggan bergerak.
Ustadz Felix, melalui komunitas YukNgaji yang ia dirikan, kerap mengingatkan bahwa hijrah itu penuh harapan akan janji-janji Allah. Mulai dari rezeki yang tercukupi sampai pahala berlipat. Bahkan, kalau pun nyawa jadi taruhannya, pahala itu tetap Allah siapkan buat yang benar-benar berhijrah di jalan-Nya. Hal itu sesuai firman Allah dalam QS An-Nisa ayat 100 yang sebelumnya dicantumkan di atas.
Menyadari beratnya konsekuensi hijrah, salah satu ustadz dari komunitas Terang Jakarta, Abu Fida, mengingatkan, hijrah harus dibarengi dengan jihad (usaha sungguh-sungguh) dan shabr (sabar). Hijrah itu proses panjang — butuh perjuangan memerbaiki diri dan kesabaran menghadapi perubahan dalam diri, keluarga, dan lingkungan. Semua kesulitan yang muncul hanyalah ujian dari Allah untuk menguji kesungguhan kita.
“Konsep hijrah itu tiga, yaitu hijrah, jihad dulu, baru sabar. Jangan cuma hijrah lalu sabar. Atau hijrah tetapi tidak pakai sabar. Yang ada, di tengah perjalanan bubar semua — rumah tangga bubar, anak-anak bubar, usaha bubar. Kenapa? Karena kita tidak memahami konsep hijrah yang Allah berikan dalam Al Qur'an, hijrah lalu berjihad dengan sabar,” katanya dalam sebuah kajian di MJS WTC Jakarta tahun 2018.
Tetapi, segala kesulitan dan ujian yang mungkin akan kita hadapi saat berhijrah, jangan sampai jadi penghalang untuk memulai. Ingat, hijrah tak harus drastis. Kita bisa mulai pelan-pelan, dari hal-hal kecil yang sering disepelekan tetapi sebenarnya punya makna besar. Misalnya, bagi para muslimah, bisa dimulai dengan membiasakan memakai kaos kaki dan handsock setiap keluar rumah, memanjangkan kerudung hingga menutup dada, atau mulai memilah musik dan tontonan yang dikonsumsi. Lalu, perlahan perbaiki kualitas ibadah, lembutkan hati, dan jaga lisan dari perkataan yang tak bermanfaat.
Kuncinya adalah konsisten atau istiqomah. Seperti yang diingatkan Bobbybulolo — seorang pendakwah, content creator, sekaligus penulis buku — dalam bukunya yang berjudul “Hijrah no Jutsu”: “Hijrah bukan tentang siapa yang lebih dahulu berubah, tetapi siapa yang terus bertahan ketika niat mulai goyah. Karena banyak yang memulai, tetapi hanya sedikit yang menyempurnakan. Perjalanan ini tidak mudah. Akan ada rasa lelah, ada keraguan, ada kegagalan yang membuat ingin berhenti. Tetapi ingat, setiap langkah yang kita ambil menuju Allah, akan disambut lebih dekat oleh-Nya.”
Pada hakikatnya, hijrah adalah perjalanan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita. Bukan sekadar perubahan penampilan atau fisik, tetapi juga pembenahan hati, perilaku, dan arah hidup. Hijrah berarti berani meninggalkan zona lama yang penuh kemaksiatan, lalu melangkah di jalan ketaatan, sambil yakin bahwa janji Allah itu pasti benar. Intinya, hijrah adalah langkah pasti menuju ridha-Nya, dengan terus berproses dan memerbaiki diri dari waktu ke waktu.
Referensi:
Triana, Windy, dkk., "Hijrah: Tren Keberagamaan Kaum Milenial di Indonesia", Ed. Hamid Nasuhi, cetakan pertama, Tangerang Selatan: PPIM UIN Jakarta, 2021.
Bobybulolo, "Hijrah no Jutsu", Yogyakarta: IWP Media Publishing, 2025.
Al-Anwar Media (2 Agustus 2024), “Definisi Hijrah di Zaman Sekarang”, Pondok Pesantren Al-Anwar, Retrieved August 15, 2025.
“Hijrah Zaman Dahulu vs Hijrah Zaman Sekarang” (16 November 2022), Kompasiana, Retrieved August 15, 2025.
Sirodjuddin AR, D (1 September 2019), “Sekarang Kita Hijrah dari Mana ke Mana?”, NU Online. Retrieved August 15, 2025.
Admin Sonata (2025, Juni 26), “Hijrah Zaman Kini: Tahun Baru Islam dan Harapan untuk Generasi Unggul”, Sonata Bandung, Retrieved August 15, 2025.
“Makna Hijrah di Era Modern: Lebih dari Sekadar Pindah Tempat”, (2025, Juli 14), Munzalan, Retrieved August 15, 2025.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!