Sejarah umat Islam dipenuhi dengan berbagai peristiwa besar yang menjadi titik balik penting dalam perjalanan peradaban manusia. Banyak di antaranya terjadi di bulan suci Ramadhan.
Selain sebagai waktu ideal untuk ibadah dan refleksi spiritual, bulan Ramadhan juga menjadi saksi lahirnya tokoh-tokoh besar yang memberikan kontribusi luar biasa bagi dunia. Salah satu tokoh yang lahir di bulan Ramadhan adalah Abdurrahman Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun adalah seorang sejarawan dan pemikir Muslim terkemuka. Ia juga dikenal sebagai Bapak Sosiologi, karena menjadi orang pertama yang membangun disiplin ilmu tersebut di atas fondasi modern.
Kelahiran dan Latar Belakang
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia, 1 Ramadhan 732 H (1332 M), di tengah keluarga terpelajar. Kontribusi dia dalam berbagai bidang ilmu membuat kehadirannya menjadi kebanggaan umat Islam.
Ibnu Khaldun memulai pendidikannya di rumah di bawah bimbingan langsung ayahnya. Lantas, ia menghafal dan memerdalam bacaan Al Qur'an di bawah arahan Muhammad bin Sa'id bin Barral, serta memelajari ilmu qira'at dan rasm Al Qur'an. Selain itu, ia berguru kepada Abu Al-Abbas Ahmad Az-Zawawi, seorang imam qari terkemuka di Maroko.
Semangat belajarnya yang terus berkembang membawa Ibnu Khaldun menghadiri majelis para ulama terkemuka di Universitas Zaitunah, Tunisia. Wawasan dia pun semakin luas ketika berguru kepada cendekiawan besar pada masa pemerintahan Sultan Bani Marin di Tunisia pada 748 H (1347 M).
Karya Ibnu Khaldun yang paling terkenal adalah buku berjudul Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-Arab wa al-Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asarahum min Dhat al-Sultan al-Akbar, terdiri dari tujuh jilid. Jilid pertamanya, yang dikenal sebagai Al-Muqaddimah, menjadi landasan bagi studi sosiologi dan sejarah. Di dalam karyanya, ia membahas berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk geografi, perencanaan kota, serta sifat dan kondisi manusia yang membedakan suatu kelompok dari kelompok yang lain.

Pemikiran dan Pengaruh Ibnu Khaldun
Senyatanya, pemikiran Ibnu Khaldun jauh melampaui zamannya. Ketika itu, ia telah merumuskan teori siklus peradaban, yang menjelaskan tahap-tahap kemakmuran dan kemunduran suatu negara. Konsep-konsep yang ia kembangkan menjadi dasar bagi banyak kajian modern dalam ilmu sosial, ekonomi, dan politik. Bahkan, ilmuwan Barat di kemudian hari pun mengakui kecemerlangan analisisnya dalam memahami dinamika masyarakat dan peradaban.
Presiden ke-40 Amerika Serikat, Ronald Reagan, misalnya, pernah menyebut, ia memelajari ekonomi dari Ibnu Khaldun. Salah satu konsep yang dikutip Reagen adalah “bahwa pada awal kejayaan suatu negara, pajak rendah tetapi pendapatan negara tinggi, sedangkan saat mengalami kemunduran, pajak tinggi tetapi pendapatan negara justru menurun”.
Karya Ibnu Khaldun juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Franz Rosenthal, seorang profesor yang produktif dan berprestasi di Amerika Serikat. Terjemahan itu kemudian menjadi sangat terkenal, menjadikan buku The Muqaddimah sebagai obyek kajian para akademisi. Pengaruhnya terlihat dalam berbagai jurnal ilmiah yang ditulis dalam beragam bahasa, baik oleh akademisi Muslim maupun non-Muslim.

Sampul terjemahan bahasa Inggris Muqaddimah karya Ibnu Khaldun oleh Franz Rosenthal (Al Jazeera)
Warisan dan Relevansi Pemikirannya
Ibnu Khaldun wafat pada tanggal 16 Maret 1406 M, bertepatan dengan tanggal 25 Ramadhan 808 H, dalam usia 76 tahun. Namun, warisan intelektual Ibnu Khaldun tetap relevan hingga saat ini. Metode ilmiahnya dalam menganalisis sejarah dan masyarakat masih digunakan dalam berbagai disiplin ilmu.
Kelahiran Ibnu Khaldun di bulan Ramadhan mengingatkan kita bahwa bulan suci ini bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga menjadi momen lahirnya tokoh dengan pemikiran besar yang membawa perubahan bagi umat manusia. Ibnu Khaldun adalah bukti bahwa Islam tidak hanya menghasilkan pemimpin spiritual, tetapi juga ilmuwan dan pemikir yang membentuk dunia dengan gagasan-gagasan visioner mereka.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!