Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) meminta agar negara hadir untuk mengatasi berbagai dampak negatif yang muncul akibat dari perkembangan dan penggunaan Artificial Intelligence (AI). Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah bentuk teknologi yang diciptakan untuk meniru fungsi kognitif manusia, seperti menganalisis data, memahami pola, mengenali lingkungan sekitar hingga membuat keputusan.
Penggunaan AI sangat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pola pikir, hubungan sosial dan kegiatan perekonomian. Peran dan fungsi keluarga juga mengalami pergeseran akibat dampak penggunaan AI.
Karenanya negara harus melindungi warganya dalam bentuk payung hukum yang tegas berupa UU dan Peraturan Pemerintah agar generasi muda terhindar dari ancaman penggunaan AI untuk hal-hal yang menyimpang seperti, LGBT, kekerasan seksual serta pinjaman online. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) di bidang Pemberdayaan Perempuan, Anak, Pemuda, Lansia dan Kesehatan Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, MM., M.Sc. dalam rilis media pada Sabtu (28 Oktober 2023) di Jakarta.
Riri menambahkan, dari pihak keluarga perlu terus mempersiapkan anak-anak tetap dalam kondisi sehat secara jasmani, dengan memperhatikan pola hidup sehat, menjaga gizi seimbang agar anak tidak menjadi stunting, wasting, underweight dan overweight. “Keluarga sangat berperan menghadapi tantangan AI, terutama bagaimana cara orang tua mendidik karakter anak, agar generasi emas Indonesia 2045 dapat tercapai,” ujar Riri.
Baca Juga : Menegakkan Jiwa Kepemimpinan Ayah dalam Keluarga
Menurut Riri, ada beberapa tantangan keluarga di era AI ini, yakni ketergantungan pada teknologi, privasi dan keamanan data, kesenjangan teknologi, pengaruh pada pekerjaan, etika dan moralitas. “Dampak terhadap ketahanan keluarga, yakni nilai kesopanan antara anak dan orang tua bergeser, nilai kebersamaan antar-anggota keluarga berkurang, gangguan psikologis, kemampuan akademik menurun serta perilaku menyimpang,” jelasnya.
Adapun risiko bahayanya perkembangan teknologi, lanjut Prof Riri, yaitu tersebarluasnya LGBT di mana dengan perkembangan teknologi dan media sosial dapat memungkinkan lebih banyak orang untuk mengakses informasi tentang LGBT dan memperoleh dukungan dari komunitas LGBT yang lebih luas.
Selain itu, ada ancaman Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender berbasis gender online atau yang difasilitasi teknologi.
Sementara pelanggaran Privasi, AI bisa mengancam keamanan digital; Penipuan Online, masih awamnya kita terhadap dunia maya sehingga pelaku kejahatan mudah menipu kita.
Riri juga mengemukakan efek negatif teknologi digital, terjadi terutama pada generasi muda yang tumbuh menjadi pribadi yang individualis dan sulit mengendalikan emosi.
“Penting mengembangkan digital literasi dalam keluarga dalam menghadapi era AI supaya dapat mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, meningkatkan kemampuan beradaptasi, menunjang pendidikan anak, meningkatkan kesadaran keamanan siber, dan meningkatkan produktivitas serta memperluas akses informasi,” imbuhnya.
Pendidikan Preventif
Riri menambahkan, ada beberapa hal yang mesti diketahui orang tua yaitu perlunya pembekalan teori tentang pemahaman pendidikan karakter pada anak melalui pendidikan preventif dari orang tua.
Diperlukan juga kesadaran serius dari orang tua terkait pentingnya penerapan pendidikan karakter pada anak secara mendasar dan berkelanjutan. Selain itu, fungsi pengawasan dan kontrol dari orang tua kepada anak agar pendidikan karakter yang diajarkan dapat tersampaikan serta teraplikasikan secara komprehensif oleh anak.
Baca Juga : Artificial Intelligence (AI), Peradaban Baru dan Hikmah
Secara teori ada enam kriteria ketahanan keluarga yaitu apresiasi dan afeksi, komunikasi positif; komitmen terhadap keluarga; kenyamanan saat bersama; kesejahteraan mental; serta kemampuan untuk mengatasi permasalahan.
Untuk menghindari pengaruh negatif digitalisasi diperlukan penguatan komunikasi; membekali diri terus belajar; menggunakan aplikasi parental control, membuat aturan bersama di media sosial; meluangkan waktu bermain bersama; membantu korban eksploitasi online; meningkatkan Iman dan takwa.
Kajian tentang ketahanan keluarga di Era Artificial intelligence, merupakan program rutin Majelis Pimpinan Pusat Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (MPP ICMI), lebih dikenal dengan kegiatan “ICMI Goes to Campus”. Dibawah koordinasi Waketum 6 ICMI Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan, Anak, Pemuda dan Lansia, Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, MM., M.Sc. Program telah dilaksanakan di 26 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang tersebar di seluruh Indonesia.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!