IDEAS (Institute for Demographic and Affluence Studies) menanggapi pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dengan DPD RI, Jumat (16/8/2024), di Ruang Nusantara, Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta. Pidato kenegaraan tersebut disampaikan presiden dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia. Di dalam pidato tersebut, Presiden Jokowi antara lain menggarisbawahi capaian pembangunan selama 10 tahun terakhir serta visi ke depan untuk Indonesia yang lebih sejahtera dan merata.
IDEAS menanggapi pidato kenegaraan tersebut, khususnya terkait prestasi pembangunan infrastruktur selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi. Peneliti IDEAS, Sri Mulyani, dalam keterangan tertulis pada Jumat (16/8/2024) malam, mengungkapkan, meski pemerintah telah mengalokasikan anggaran besar untuk Proyek Strategis Nasional (PSN), namun arus besar pembangunan infrastruktur prioritas, di sepanjang 2016-2023, terlihat tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat banyak.
“PSN yang telah dijalankan secara masif, seperti pembangunan jalan tol, hilirisasi tambang, dan pengembangan destinasi wisata super prioritas, seharusnya dapat memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Namun, kenyataannya, sebagian besar penurunan angka kemiskinan lebih banyak disumbangkan oleh program-program bansos yang diluncurkan pemerintah,” kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, di dalam pidato kenegaraan, Presiden Jokowi mengatakan, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Selama satu dasawarsa (sepuluh tahun, red) terakhir, sejumlah proyek infrastruktur telah dibangun pemerintah. Di antaranya, sebut Presiden RI, Indonesia berhasil membangun 366.000 kilometer jalan desa; 1,9 juta meter jembatan desa; 2.700 kilometer jalan tol baru; 6.000 kilometer jalan nasional; 50 pelabuhan dan bandara baru; 43 bendungan baru; dan 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru.
“Kita berhasil menurunkan biaya logistik dari sebelumnya 24 persen menjadi 14 persen di tahun 2023. Sehingga, kita bisa meningkatkan daya saing dari sebelumnya peringkat 44 menjadi peringkat 27 di tahun 2024,” tutur Presiden Jokowi.
Jokowi juga mengatakan, pembangunan yang dilakukan selama ini adalah pembangunan yang inklusif, menyentuh semua lapisan masyarakat, dan membuka peluang bagi pertumbuhan bersama. “Ini adalah pembangunan yang kita cita-citakan bersama. Pembangunan yang menyentuh semua lapisan masyarakat. Pembangunan yang memberi dampak bagi masyarakat luas. Pembangunan yang membuka peluang untuk tumbuh bersama,” pungkas Presiden Jokowi.
Menanggapi hal itu, Sri Mulyani menyebut, kajian IDEAS terhadap PSN Infrastruktur Jalan Tol (Nganjuk dan Pasuruan), PSN Hilirisasi Tambang (Morowali dan Halmahera Tengah), serta PSN Parawisata Prioritas (Manggarai Barat dan Lombok Tengah), menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur dan hilirisasi tambang belum berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan signifikan dalam mengurangi kemiskinan.
“Di lokasi dibangunnya PSN, progres penanggulangan kemiskinan berlangsung sangat lamban setelah PSN tersebut berjalan. Penurunan kemiskinan secara progresif justru terjadi di era sebelum PSN dibangun,” ujar Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, pembangunan jalan tol sering dilekatkan dengan rasionalitas antara permintaan perjalanan dan pertumbuhan ekonomi. Jalan tol menurunkan biaya logistik, memperbaiki rantai pasok, meningkatkan perdagangan, dan mendorong industrialisasi. “Namun kini semakin banyak bukti yang menunjukkan kontra argumen yang memutus keterkaitan infrastruktur transportasi dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” ujar Sri Mulyani.
Sejak Desember 2018, dua kota terbesar di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, berhasil tersambung dalam jaringan tol trans Jawa. Kabupaten Nganjuk menjadi salah satu daerah yang banyak terdampak dengan pembangunan jalan tol di era Presiden Jokowi ini. Pasca akselerasi pembangunan jalan tol, angka kemiskinan Kabupaten Nganjuk terlihat menurun, namun lamban.
“Angka kemiskinan turun hanya 0,25 persen per tahun, dari 13,14 persen pada 2014 menjadi 10,89 persen pada 2023, dengan jumlah penduduk miskin turun hanya 2.300 jiwa per tahun, dari 137.000 jiwa menjadi 116.000 jiwa,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyebut, hal tersebut berbeda jauh dari pengalaman Kabupaten Nganjuk di era tanpa jalan tol. Ketika itu, angka kemiskinan turun secara progresif. Angka kemiskinan turun hingga 1,75 persen per tahun, dari 25,83 persen pada 2006 menjadi 13,60 persen pada 2013, dengan jumlah penduduk miskin turun hingga 16.400 jiwa per tahun, dari 225.000 jiwa menjadi 141.000 jiwa.
“Seiring sistem jejaring jalan tol yang semakin maju, pembangunan jalan tol baru hanya berkontribusi kecil pada produktivitas dan sering kali hanya merelokasi aktivitas ekonomi pada jarak yang tidak berjauhan. Meski jalan tol menurunkan biaya produksi bagi industri yang intensif menggunakannya, namun manfaatnya semakin menurun seiring waktu,” kata Sri Mulyani.
IDEAS juga menyoroti kebijakan hilirisasi tambang yang diklaim pemerintah akan menciptakan kesejahteraan dan akan membawa Indonesia menjadi negara maju. Sri mengatakan, selain penerimaan fiskal dari pajak ekstraktif dan penciptaan lapangan kerja, argumen untuk adopsi strategi hilirisasi tambang sering kali juga di dasarkan pada nasionalisme ekonomi untuk penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi di dalam negeri melalui industrialisasi berbasis komoditas tambang.
“Terjangan hilirisasi nikel menerpa Kabupaten Morowali terutama sejak beroperasinya Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada 2015. Hanya dalam 5 tahun, setengah dari produksi nikel Indonesia berasal dari kawasan IMIP yang mengukuhkan diri sebagai kawasan industri pengolahan nikel terbesar di Asia Tenggara,” jelas Sri Mulyani.
IMIP mengubah wajah Kabupaten Morowali secara drastis dan melambungkan pertumbuhan ekonomi daerah. “Secara angka, hilirisasi memang menaikkan PDRB, namun terlihat tidak berdampak luas bagi perekonomian lokal. Merepresentasikan kekuatan kapital global yang mengendalikan industri hilirisasi nikel yang terintegrasi secara vertikal, IMIP gagal menciptakan pertumbuhan inklusif di Kabupaten Morowali,” tutur Sri Mulyani.
Berdasarkan temuan IDEAS, pasca pembangunan infrastruktur hilirisasi industri pengolahan nikel, angka kemiskinan Kabupaten Morowali menurun walau pun lamban. Hanya 0,47 persen per tahun turun, dari 16,37 persen pada 2015 menjadi 12,59 persen pada 2023. Jumlah penduduk miskin hanya turun 523 jiwa per tahun. Turun dari 37.600 jiwa menjadi 33.413 jiwa.
“Hal ini berbeda jauh dari pengalaman Kabupaten Morowali di era pra-hilirisasi di mana angka kemiskinan turun secara progresif. Angka kemiskinan turun hingga 1,90 persen per tahun, dari 30,14 persen pada 2006 menjadi 14,97 persen pada 2014, dengan jumlah penduduk miskin turun hingga 2.263 jiwa per tahun, dari 52.000 jiwa menjadi 34.000 jiwa,” ujar Sri Mulyani.
Pengalaman daerah sentra hilirisasi nikel ini secara jelas menunjukkan minimnya dampak kesejahteraan hilirisasi yang dapat ditelusuri dari fakta bahwa pertumbuhan tinggi daerah kaya nikel tersebut nyaris sepenuhnya berasal dari investasi swasta asing dan aktivitas ekspor – impor. “Investasi besar dalam bentuk impor kapital dan teknologi, diikuti ekspor hasil hilirisasi, membuat keterkaitan dan dampak hilirisasi terhadap perekonomian lokal menjadi sangat minim,” tutur Sri Mulyani.
Daerah sentra nikel yang semula didominasi ekonomi rakyat berbasis pertanian dan perikanan, secara drastis kini dikuasai kapital raksasa global yang mengeksploitasi dan mengolah nikel untuk kemudian mengekspor hasilnya. Dengan keterlepasan hilirisasi dari sumber penghidupan utama masyarakat, tidak heran jika kemudian pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi akibat hilirisasi nikel, tidak memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Sri Mulyani berkesimpulan, lompatan struktural daerah kaya nikel gagal menciptakan pembangunan inklusif, dan menjadi lebih terlihat sebagai penghisapan sumber daya lokal untuk kepentingan kapitalis global.
Selain PSN Jalan tol dan Hilirisasi Tambang, Sri Mulyani juga menyoroti pengembangan destinasi wisata unggulan di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu di Kawasan Mandalika. KEK Mandalika dibangun sebagai kawasan pariwisata terpadu tepi pantai dengan standar infrastruktur pariwisata kelas dunia mulai dari hotel dan resort, area komersial, taman hiburan hingga fasilitas olahraga yaitu sirkuit internasional dan lapangan golf. Seiring transformasi Mandalika sebagai destinasi wisata tingkat dunia, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lombok Tengah terdongkrak naik.
“Namun dampak kesejahteraan dari pembangunan destinasi wisata tingkat dunia ini terlihat rendah. Angka kemiskinan Kabupaten Lombok Tengah menurun namun lamban, hanya 0,43 persen per tahun. Dari 18,14 persen pada 2011 menjadi 12,93 persen pada 2023. Jumlah penduduk miskin turun hanya 2.355 jiwa per tahun, turun dari 158.000 jiwa menjadi 130.000 jiwa,” beber Sri Mulyani.
Pengalaman pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lombok Tengah di era pra destinasi wisata prioritas justru jauh lebih inklusif dengan angka kemiskinan mampu turun secara progresif. “Angka kemiskinan turun hingga 2,02 persen per tahun, dari 27,98 persen pada 2006 menjadi 19,92 persen pada 2010, dengan jumlah penduduk miskin turun hingga 14.900 jiwa per tahun, dari 231.000 jiwa menjadi 171.000 jiwa,” papar Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menanggapi pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah. “Infrastruktur adalah input penting untuk pembangunan. Namun, tanpa visi dan afirmasi yang kuat, dorongan besar melalui investasi infrastruktur bisa menjadi sia-sia tanpa dampak yang berarti pada produktivitas, pemerataan dan kemiskinan,” tutup Sri Mulyani.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!