Indonesia Sharia Economic Outlook (ISEO) 2025 resmi diluncurkan di Jakarta, 30 November 2024. Acara Peluncuran ISEO 2025 diselenggarakan sebagai rangkaian dari seminar nasional bertema “Energi Baru Ekonomi Syariah: Menuju Transisi dan Keberlanjutan” yang diselenggarakan oleh Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI), Sabtu (30/11/2024). Acara launching atau Peluncuran ISEO 2025 itu diisi pula dengan penyampaian Keynote Speech oleh Wakil Presiden ke-13 Indonesia, Prof. Dr. (H.C.) KH Ma'roef Amin.
Di kesempatan itu, Kepala PEBS FEB UI dan Dosen FEB UI, Rahmatina Awaliah Kasri, Ph.D secara langsung menyampaikan Diseminasi Laporan ISEO 2025. Pembicara lain dalam seminar nasional itu antara lain Prof. Bambang Brodjonegoro, Ph.D (Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Periode 2024 – 2029); Ir. Adiwarman Azwar Karim (Wakil Komisaris Utama BSI); serta KH Sholahudin Al Aiyub, M.Si (Direktur Eksekutif KNEKS).
Di kesempatan itu, Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza, menyampaikan, Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia memiliki momentum yang tepat untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dalam proses pembangunan nasional. Menurut Handi yang juga Pengurus DPP IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) itu, saat ini keberadaan Ekonomi dan Keuangan Sayariah sudah menjadi bagian dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Selain itu, juga telah menjadi bagian dari Asta Cita yang merupakan program dari Presiden Prabowo Subianto.
“Kita patut bersyukur, setelah perjuangan yang sudah berlangsung kurang lebih 30 tahun, akhirnya Ekonomi dan Keuangan Syariah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, hal ini tentu tidak lepas dari kontribusi Ekonomi dan keuangan Syariah yang semakin signifikan bagi perekonomian nasional,” papar Handi.
Handi lantas menyoroti pentingnya Indonesia memiliki regulasi yang mengatur semua kegiatan Ekonomi dan Keuangan Syariah dalam satu payung regulasi (Omnibus Law) dalam bentuk Undang-Undang (UU) Ekonomi Syariah yang terintegrasi dan berkelanjutan. Ia juga memandang perlu ada lembaga pengelola yang lebih kuat dan memiliki kewenangan setingkat Kementerian dan Lembaga (K/L).
“Transformasi Ekonomi Syariah menjadi sebuah prasyarat yang harus segera dilakukan dalam bentuk UU Ekonomi Syariah dan penguatan kelembagaan. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) harus bertransformasi menjadi lembaga yang kuat dengan kewenangan yang setara dengan Kementerian dan Lembaga negara lainnya, sehingga bisa mengoordinasikan semua kebijakan dan program ekonomi syariah lintas Kementerian dan Lembaga,” tegas Handi.
Di akhir sesi, Handi Risza mengatakan, indeks literasi dan inklusi Ekonomi dan Keuangan Syariah harus terus ditingkatkan, karena hal ini menunjukkan pengetahuan, pemahaman, dan akses yang dimiliki individu terhadap kelembagaan Ekonomi dan Keuangan Syariah. Sebagaimana laporan yang disampaikan oleh Kepala PEBS FEB UI, Rahmatina Awaliah Kasri, bahwa saat ini literasi ekonomi syariah dan literasi keuangan syariah meningkat menjadi 28,01% dan 39,11%. Itu artinya meningkat secara signifikan dibandingkan tahun 2019 yang baru mencapai 16,30% dan 8,93%. Sedangkan inklusi keuangan syariah juga mengalami peningkatan dari 9,1% di tahun 2019 meningkat menjadi 12,88% pada tahun 2023.
“Oleh sebab itu, peran penting semua stakeholder Ekonomi dan Keuangan Syariah perlu terus ditingkatkan, agar keberadaan Ekonomi dan Keuangan Syariah semakin disadari oleh seluruh masyarakat Indonesia,” tutup Handi.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!