Islamofobia adalah ketakutan, kebencian, atau prasangka terhadap Islam dan umat Muslim yang sering kali didasarkan pada stereotip dan informasi yang salah. Menurut seorang pakar teori pascakolonial, Edward Said, Islamofobia adalah bentuk rasisme yang menyasar agama Islam dan penganutnya, mencerminkan ketidak tahuan dan kesalah pahaman yang mendalam.
Seorang sejarawan agama, Karen Armstrong, menambahkan bahwa Islamofobia sering kali dipicu oleh representasi negatif Islam di media massa, yang mengaitkan agama ini dengan kekerasan dan ekstremisme.
Sedangkan Nathan Lean menjelaskan dalam bukunya “Islamophobia: The Ideological Campaign Against Muslims”, bahwa ketakutan ini tidak hanya merugikan umat Muslim, tetapi juga merusak kohesi sosial dan memperdalam ketegangan antar komunitas.
Contoh nyata dari Islamofobia dapat dilihat dalam insiden penembakan di Masjid Christchurch, Selandia Baru, tahun 2019, yang menewaskan 51 orang. Ulama dunia, semisal Sheikh Ahmed el-Tayeb dari Al-Azhar, mengecam serangan ini sebagai tindakan teroris yang tidak hanya menyerang umat Muslim tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan universal.
Pandangan ulama ini menekankan bahwa Islam mengajarkan kedamaian dan toleransi, dan bahwa tindakan kekerasan atas nama agama adalah distorsi yang berbahaya. Untuk melawan Islamofobia, diperlukan upaya kolektif untuk meningkatkan pemahaman lintas budaya dan mempromosikan dialog yang terbuka dan konstruktif.
Baca juga: Sejarah Organisasi Kemasjidan (Bagian 1)
Rekayasa
Ada juga Islamofobia yang direkayasa. Ini adalah ketakutan atau kebencian terhadap Islam dan umat Muslim yang sengaja diciptakan atau diperbesar oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan politik, sosial, atau ekonomi.
Menurut Nathan Lean dalam bukunya “The Islamophobia Industry”, ada sekelompok aktor yang secara aktif menyebarkan informasi salah dan stereotip negatif tentang Islam untuk menciptakan ketakutan dan prasangka.
Edward Said juga mengungkapkan bahwa media dan politisi sering kali memainkan peran besar dalam membentuk pandangan negatif terhadap Islam melalui narasi yang bias dan tidak akurat. Rekayasa Islamofobia ini sering digunakan untuk membenarkan kebijakan diskriminatif dan mengalihkan perhatian dari isu-isu yang lebih mendesak dalam masyarakat.
Di Indonesia
Islamofobia di Indonesia adalah fenomena yang relatif minor dibandingkan dengan negara-negara Barat. Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil bekerja untuk mengatasi isu ini melalui promosi toleransi beragama dan dialog antar umat beragama, meskipun tantangan tetap ada, terutama di tingkat akar rumput.
Tentu, umat Islam perlu mewaspadai bentuk-bentuk Islamofobia produk rekayasa yang justru menggunakan umat Islam sendiri sebagai obyeknya dengan strategi apa pun, termasuk provokasi dan infiltrasi.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!