Kereta Cepat: “Whoosh... whoosh, Bablas Utange!"

Kereta Cepat: “Whoosh... whoosh, Bablas Utange!"
Kereta Cepat: “Whoosh... whoosh, Bablas Utange!"/foto:istimewa

Jawaban Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, terkait skenario pembayaran utang kereta cepat dari APBN, membikin geger. “Whoosh dikelola oleh Danantara, Danantara sudah ambil 80% lebih dividen dari BUMN, harusnya mereka tarik dari situ saja."

Purbaya lebih lanjut berujar sinis, “Agak lucu apabila utang kereta cepat dibayar dulu menggunakan APBN. Untungnya ke dia, susahnya ke kita.”

Tak pelak, tanggapan Menkeu ini menimbulkan keriuhan. Umumnya publik dan netizen Indonesia setuju dengan pernyataan Purbaya. Yang mungkin jadi pusing tujuh keliling adalah para petinggi Danantara. Sebab, dipaksa putar otak cari solusi yang paling mungkin.

Utang kereta cepat memang lumayan gede. Total anggaran pembangunan kereta kebanggaan Presiden Jokowi ini menelan biaya 120,38 triliun Rupiah. Nah, 75% dari total biaya tersebut adalah pinjaman dari China Development Bank (CDB), yang bunganya 2% per tahun. Berapa nilai utangnya? Silakan hitung sendiri (saya tak mau ikut pusing).

Angka tersebut belum menghitung penarikan utang baru akibat pembengkakan anggaran yang mencapai 1,2 miliar dollar AS. Bunganya dipatok 3 persen per tahun. Asal tahu saja, tenornya jadi 45 tahun!

Kereta cepat memang mampu memangkas waktu tempuh Jakarta - Bandung. Tetapi publik ragu, apakah ia cukup cepat untuk melunasi utang, dari 45 tahun menjadi empat setengah tahun, misalnya. Target penumpang yang diandalkan ternyata belum tercapai secara stabil. Kadang padat kadang sepi. Kereta cepat masih terus merugi. Itulah, mengapa utangnya jadi menggunung tinggi dan membebani PT KAI.

IDEAS: Rencana Pemerintah Naikkan Tarif Ojol Tambah Beban Penumpang
Kenaikan tarif ojol jelas menambah beban penumpang, terutama yang bergantung pada layanan ini setiap hari untuk mobilitas kerja, sekolah, atau keperluan keluarga. Dan kenaikan tarif ojol tak menyentuh persoalan utama, yaitu relasi kuasa yang timpang antara aplikator dan pengemudi.

Bermasalah dari awal

Ignatius Jonan, nama yang mestinya harum dalam dunia perkereta apian di Indonesia, ternyata malah terpelanting dari kursi jabatannya. Konon, penyebabnya adalah ketidak-sepakatan Jonan atas ambisi mercusuar kereta cepat yang tak didukung analisis logis.

Atasan Jonan yang ngidam berat tak bisa dibendung hasratnya untuk segera memiliki kereta cepat. Jonan yang bertangan dingin dan sukses mendekorasi ulang wajah perkerata apian di Indonesia harus mengalah. Pandangan-pandangan berbasis keahliannya tak digubris. Kereta cepat tetap dieksekusi meski mengandung ketidak-tepatan di sana-sini.

Kisah kereta cepat kini semakin menjadi ironi. Proyek yang katanya tidak akan membebani APBN, justru menjadi bahan diskusi serius di Kementerian Keuangan. Yang katanya simbol kemandirian finansial, kini malah jadi beban fiskal yang disamarkan. BUMN penyokong kereta cepat pun megap-megap berjamaah.

Dari awal perencanaan, kereta cepat memang sudah terlihat memiliki prospek masalah yang kompleks. Pertama, ia tidak lahir dari kebutuhan masyarakat luas yang bersifat mendesak. Kedua, banyak pihak menilai kereta cepat menghubungkan Bandung-Jakarta tidak ekonomis. Ignatius Jonan adalah salah satu sosok yang memiliki pandangan ini. Jaraknya terlalu dekat dan masyarakat masih sangat nyaman dengan waktu tempuh kereta api reguler atau bus untuk berbagai urusan mereka.

Ketiga, banyak pihak yang sedari awal ragu-ragu bahkan khawatir proyek kereta cepat tak akan untung. Ini mengacu pada ketidak-jelasan tentang siapa yang butuh kereta cepat tersebut. Masyarakat biasa, kalangan bisnis, atau wisatawan? Jika membidik kalangan bisnis, jumlah mereka terlalu sedikit. Membidik masyarakat luas, tiketnya akan terasa mahal dibandingkan urgensi urusan mereka.

Keempat, dari tendernya juga bermasalah. Tadinya dengan Jepang, tiba-tiba beralih ke China. Awalnya Government to Government menjadi Business to Business.

Kemenkeu: “Di Antara Adaptasi Olfaktori dan Anosmia”
Menggunakan analogi adaptasi olfaktori di atas, pertanyaan senada “Sudah seberapa lama Sri Mulyani berada di kandang uang?”

Pemerintahan yang ingin gagah-gagahan dengan proyek mecusuar mudah kepincut dengan iming-iming harga murah. Meski bunganya lebih tinggi dan mencekik anggaran dalam jangka panjang.

Banyak yang kaget ketika pilihan pelaksanaan kereta cepat jatuh ke tangan China berikut dengan skema pembiayaan dan pembayaran utang atas biaya tersebut. Dengan optimisme yang meluap, Presiden Joko Widodo waktu itu bahkan menggaransi pembangunan kereta cepat tak akan menggunakan APBN.

Dengan sangat percaya diri, pada kesempatan lain Presiden ke-7 RI ini bahkan berujar bahwa program kereta cepat tidak ada jaminan dari pemerintah, jika suatu hari nanti bermasalah. “Semuanya diserahkan kepada BUMN untuk melakukan B to B,” demikian ujarnya ketika itu.

Kelima, anggarannya membengkak dan waktu pengerjaannya juga tidak sesuai rencana, alias molor. Proyek dengan anggaran besar namun terkesan sarwo kesusu atau serba terburu-buru sehingga banyak menimbulkan in-efisiensi yang luas.

Tak Sekadar Masalah Utang

Kisah kereta cepat sesungguhnya tak hanya menyisakan persoalan utang yang membuat sejumlah petinggi BUMN yang terlibat, semisal PT KAI, PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Perkebunan Nusantara VIII, harap-harap cemas. Utang yang besar tersebut bisa menggelincirkan perusahaan-perusahaan pelat merah itu ke dalam masalah keuangan yang serius.

Masalah utang, biarlah Danantara sebagai induk BUMN yang urus, seperti yang dikatakan oleh Menkeu Purbaya. Ada hal lain yang harus kita cermati bareng-bareng terkait kereta cepat ini.

Pertama, siapa yang harus bertanggungjawab atas kisruh utang kereta cepat? Jika pemerintah menolak cawe-cawe, mestinya yang paling ambisius membangun kereta cepatlah yang harus bertanggungjawab. Tetapi mungkinkah?

Kedua, Jepang sempat mengajukan proposal pembangunan kereta cepat dengan bunga pinjaman cuma 0,1 persen per tahun. Tetapi apa daya, pemerintah malah tergoda janji manis dari China dengan bunga 2 hingga 3,2 persen per tahun. Ini titik krusial yang juga penting untuk terus dikulik oleh publik, media, dan tentu saja netizen.

Menelaah Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Prof. Dr. Hikmahanto Juwana dan Dr. Peni Hanggarini, membedah isu sengketa wilayah di Laut China Selatan (LCS) dalam diskusi bertema “Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China” yang diadakan Universitas Paramadina pada Jumat (15/11/2024).

Apa pertimbangan pilihan pada China? Apakah sekadar harga murah? Faktanya, biaya membengkak dan cicilan bunga utang jauh lebih besar. Apakah ada pengambil kebijakan kita yang diam-diam sudah mengeruk keuntungan dari kong-kalikong yang mungkin terjadi?

Mengapa hal ini perlu kita cermati bersama? Banyak pihak telah mafhum, kadang kala para pejabat pengambil kebijakan kerap rangkap peran menjadi “Calo” proyek. Tidak peduli utang negara akan membengkak dan jadi beban anak cucu, yang penting gue cuan!

Jika benar ada masalah seperti itu dalam hal penetapan China sebagai pelaksana proyek kereta cepat, dapat dipastikan ada persoalan hukum di sana. Ada oknum yang diam-diam telah menyusun skenario itu. Skenario yang bisa menguntungkan sedikit pihak, serta memerosokkan negara ke dalam masalah keuangan jangka panjang.

Ada pihak yang telah diuntungkan dibalik “kesembronoan” pembangunan kereta cepat. Mungkin ada potensi tindakan mark up, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang yang juga tertimbun dalam kisah kereta cepat Bandung-Jakarta.

Masalah berikutnya, siapa saja pihak-pihak yang tangannya ikut kotor itu? Berapa kementerian yang terlibat? Berapa politisi yang ikut bermain melicinkan kebijakan? Siapa pula yang mengumandangkan, “Ayo kawakanku lekas naik (ikutan), kereta cepat tak boleh berhenti lama”

Kereta cepat tak hanya cepat mengantarkan tagihan utang. Akankah ia cepat pula membisikkan kebusukan? Entahlah.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.