B. Michael seorang kolumnis Israel pada harian “Haaretz” menulis sebuah artikel yang menggemparkan. Ia mengungkapkan bahwa Israel kini memasuki fase kehancuran. Pria yang lahir beberapa bulan sebelum deklarasi negaranya pada 1948 ini menulis bahwa Israel sejak berdirinya telah melewati 3 fase penting. Fase pertama berlangsung selama 20 tahun dari tahun 1948-1967 yang ia sebut dengan ‘Fase Harapan”. Kala itu kondisi negara belumlah stabil, tetapi diharapkan bahwa negara akan makmur dan tumbuh serta mampu melupakan kesalahan menjijikkan dan perbuatan jahat yang menodainya sebelum negara ini berdiri.
Michael melanjutkan, bahwa fase Harapan berlangsung singkat. Selanjutnya Israel memasuki fase koruptif. Fase yang dimulai sejak tahun 1967 “Kala berkoalisinya antara setan agama dengan setan zionis dan bersama memulai proyek penghancuran. Mereka telah dibutakan oleh glorifikasi masa lalu yang menutup akal sehat dan rasa kemanusiaan.”
Dan kini tibalah pada fase ketiga, yaitu fase kehancuran. Ditandai dengan berkuasanya pemerintahan bandit yang dilantik pada 29 desember 2022 lalu. Michael melanjutkan, sejak saat itu proses kehancuran Israel seakan tidak dapat dihindarkan lagi, karena apa yang terjadi tidak lain adalah titik klimaks dari 55 tahun pemerintah yang candu akan kejahatan, penjarahan, tirani dan kekerasan. Bahwa apa yang baru saja dilakukan oleh Israel akan mengubahnya menjadi negara di mana tidak ada orang beradab yang ingin hidup di dalamnya. Dan pada akhirnya negara ini berhak untuk mendapat predikat sebagai negara pembunuh & chauvinis.
Bahkan ia merinci bentuk kehancuran tersebut dimulai dari sistem pendidikan yang rusak, pembanguan infrastruktur yang menguras anggaran, sistem kesehatan yang carut marut, kemiskinan yang merajalela, pemberlakuan hukum agama yang semena-mena, kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, korupsi yang makin mengakar dan meluas serta penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) yang sangat lemah.
Ia mengakhiri tulisannya dengan rasa penyesalan yang mendalam atas apa yang terjadi di Israel. Alih-alih menjadi “Athena” namun kini menjadi “Sparta”, dan alih-alih menjadi “Cahaya baru bagi bangsa-bangsa modern” justru menjadi “aib bagi bangsa-bangsa modern.”
(Sumber: Haaretz)
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!