Selama perang dengan Pejuang HAMAS, militer Zionis Israel telah melancarkan serangan brutal yang membuat lebih dari 17.000 warga Palestina tewas serta puluhan ribu warga sipil lainnya terluka dan membutuhkan perawatan. Seperti dikutip databoks.katadata.co.id, berdasarkan data yang dihimpun United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dari Kementerian Kesehatan Gaza dan Pemerintah Zionis Israel, serangan Zionis Israel sejak 7 Oktober hingga 7 Desember 2023 telah menimbulkan korban jiwa hingga 17.177 orang warga Palestina di Jalur Gaza dan 256 orang di Tepi Barat. Sedangkan jumlah korban jiwa dari Zionis Israel di periode yang sama adalah 1.293 orang.
Korban tewas lebih dari 17.000 jiwa itu sebagian besar adalah warga sipil Palestina. Sedangkan hukum humaniter internasional menyatakan, pihak yang berperang seharusnya berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah jatuhnya korban sipil. Pihak yang berperang juga seharusnya memastikan agar warga sipil bisa mendapatkan tempat tinggal yang aman di tengah konflik, serta memperoleh pasokan kebutuhan pokok yang mencukupi.
Namun, bagi Zionis Israel, tampaknya hukum humaniter internasional itu tak berlaku. Bahkan, mereka telah meluaskan sasaran serangan mereka dari Jalur Gaza Utara, Tengah, hingga Selatan (Sabili.id, 7 Desember 2023). Akibatnya, keberadaan area yang aman untuk warga sipil menjadi kian sulit.
OCHA juga melaporkan, kondisi perang telah membuat pasokan bantuan semakin sulit masuk ke Gaza. Hal itu memperparah kondisi kelaparan yang melanda warga di Jalur Gaza. Survei yang dilakukan World Food Programme (WFP) seperti dikutip databoks.katadata.co.id, menunjukkan, saat jeda perang (24-30 November 2023), sekitar 91% responden yang merupakan warga Jalur Gaza tidur dalam keadaan lapar, dan 63% responden pernah mengalami kondisi beberapa hari tanpa makan.
Baca Juga : Dapatkah Dewan Keamanan PBB Hentikan Agresi Militer Zionis Israel di Gaza?
Menanggapi kian parahnya situasi di Gaza, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, dikabarkan telah menggunakan Pasal 99 Piagam PBB untuk menekan Dewan Keamanan (DK) PBB agar bertindak untuk mengatasi perang yang dilancarkan Zionis Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat (West Bank). Pasal 99 Piagam PBB, seperti dikutip cnnindonesia.com, adalah kekuasaan khusus dan satu-satunya alat politik independen yang diberikan kepada Sekretaris Jenderal PBB berdasarkan Piagam PBB. Penggunaan Pasal 99 itu memungkinkan Sekjen PBB atas inisiatifnya sendiri mengadakan pertemuan Dewan Keamanan untuk mengeluarkan peringatan tentang ancaman baru terhadap perdamaian dan keamanan internasional dan hal-hal yang belum menjadi agenda DK PBB.
Seperti dikutip cnbcindonesia.com, Pasal 99 Piagam PBB tersebut menyatakan, “Sekretaris Jenderal dapat menyampaikan kepada Dewan Keamanan setiap permasalahan yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional”.
Guterres menyampaikan kecemasan dia terhadap situasi Gaza yang semakin hancur akibat agresi Israel. Hal itu ia sampaikan dalam sebuah surat tentang penggunaan Pasal 99 yang ia tujukan kepada Presiden DK PBB, Jose Javier de la Gasca Lopez Dominguez. DK PBB sendiri merupakan badan yang paling kuat di PBB. Anggotanya adalah 15 negara. Sejumlah 5 negara adalah anggota tetap dan 10 negara lainnya adalah anggota tidak tetap atau bergilir.
“Saya menulis surat ini berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB untuk menyampaikan kepada Dewan Keamanan suatu permasalahan yang, menurut pendapat saya, dapat memperburuk ancaman yang ada terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,” kata Guterres dalam suratnya kepada Presiden DK PBB, Rabu (6/12/2023).
“Kita menghadapi risiko besar akan runtuhnya sistem kemanusiaan,” kata Antonio Guterres dalam pernyataan pers pada Rabu (6/12/2023), seperti dikutip cnbcindonesia.com. “Komunitas internasional punya tanggung jawab untuk mengakhiri krisis ini dan mencegah eskalasi perang lebih jauh,” kata dia.
Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, menyatakan mendukung langkah Sekjen PBB Antonio Guterres mengirim surat kepada Dewan Keamanan PBB di bawah Pasal 99 Piagam PBB itu. Juru Bicara Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan, Kemenlu berharap, surat tersebut mampu menekan DK PBB untuk mengambil tindakan nyata terhadap konflik kemanusiaan di Gaza, Palestina.
Dukungan Indonesia itu dinyatakan, karena isi surat tersebut sejalan dengan standing position Indonesia dalam menyikapi kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan Zionis Israel di Palestina. Posisi Indonesia itu telah disampaikan oleh Menlu RI, Retno LP Marsudi, di berbagai forum, antara lain saat ia berpidato di Sidang ke-78 Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, 23 September 2023. Ketika itu, Retno menyinggung persoalan yang terjadi di Palestina dan Afghanistan. Di dalam pidatonya waktu itu, Retno Marsudi menekankan agar dunia tak menutup mata terhadap penderitaan rakyat kedua negara, terutama perempuan.
Baca Juga : PBB: Horor dan Kekejaman Kembali Terjadi Saat Israel Meningkatkan Serangan ke Gaza
Presiden Joko Widodo pun telah menyatakan sikap Indonesia atas persoalan di Palestina. Presiden Jokowi menyarankan, konflik yang saat ini terjadi di sana harus diselesaikan dengan melihat akar persoalannya, yaitu pendudukan Israel atas Palestina (Sabili.id, 20 Oktober 2023). Indonesia juga menyatakan mengutuk keras segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi di Gaza. Sebab, akibatnya adalah semakin banyak jatuh korban sipil, terutama perempuan dan anak-anak, serta penderitaan warga secara umum.
Akhir bulan lalu, Indonesia pun telah resmi menyampaikan dukungan untuk menuntut Israel ke pengadilan internasional, termasuk Mahkamah Pidana Internasional. Hal itu dikatakan Menlu RI, Retno LP Marsudi dalam pidatonya di Markas PBB, New York, AS, 28 November 2023. Seperti dikutip cnbcindonesia.com, Retno menegaskan, Republik Indonesia menyerukan negara-negara di dunia agar membuka mata terhadap tindakan yang dilakukan Israel di Palestina.
Di dalam tuntutannya ketika itu, Menlu Retno Marsudi sekaligus menyampaikan juga kegelisahannya atas hukum internasional yang tidak berlaku adil terhadap Palestina. Menurut Retno, dunia cenderung menerapkan standar ganda dan tebang pilih dalam menerapkan hukum internasional sehingga cenderung tidak tertuju kepada Israel.
Retno Marsudi mewakili Indonesia mendesak penduduk dunia agar berdiri bersama umat manusia, untuk bersama-sama mempertahankan norma kemanusiaan yang kini sedang tercabik-cabik karena serangan militer Israel kepada warga sipil Palestina di Gaza. “Hanya dengan bersatu, kita dapat membawa perdamaian ke Palestina dan kawasan,” tegasnya.
Retno pun menegaskan kembali, cara mengatasi persoalan Palestina harus dengan mengatasi akar permasalahannya. Intinya, pendudukan Zionis Israel di tanah Palestina harus diakhiri.
“Jelas dan sederhana, pendudukan atas tanah Palestina harus diakhiri,” tegasnya seperti dikutip suarapembaruan.com.
Dan mudah-mudahan para pemimpin dunia dapat bersatu dalam upaya menyudahi penjajahan Zionis Israel atas bangsa Palestina. Sebab, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!