Geger geden Indonesia di bulan Ramadhan. Mungkin itu kalimat yang pantas disematkan pada kasus mega korupsi yang merugikan negara sebesar 271 Triliun Rupiah. Kasusnya berhasil diungkap di bulan yang mulia tersebut. Seperti diketahui, kasus korupsi tambang timah ilegal itu dilakukan tahun 2015-2022 dan melibatkan beberapa orang Crazy Rich yang selama ini dikenal masyarakat di media sosial sebagai kaum “tajir melintir” karena sering memamerkan kekayaannya dalam unggahan keseharian mereka.
Di antaranya ada suami dari artis terkenal dan sosialita yang kini jadi sorotan utama. Berbagai kemewahan duniawi pernah mereka pamerkan kepada khalayak, mulai dari penyelenggaraan pesta pernikahan yang super mahal, hingga pamer tas mewah, kemeja mewah, jam tangan mewah. Bahkan pamer jet pribadi, yang saking murahnya di mata pelaku korupsi tersebut, dijadikan kado ulang tahun untuk anak mereka yang masih kecil. Semua itu masih bisa disaksikan jejak digitalnya oleh masyarakat di akun media sosial para tersangka atau media infotainment tanah air.
Setelah kasus korupsi itu mencuat, warganet ramai mengungkit lagi pidato (mantan) Menko Polhukam, Mahfud MD, pada 2023 lalu, tentang korupsi di ranah pertambangan. Ketika itu, Mahfud MD mengutip pernyataan mantan Ketua KPK, Abraham Samad, yang dilontarkan pada Oktober 2013. Abraham Samad telah menghitung, setiap orang bisa mendapat 20 juta Rupiah per bulan jika korupsi di pertambangan diberantas.
“Dia mengatakan begini, 'Kalau saja di dunia pertambangan ini kita bisa menghapus celah korupsi, maka setiap kepala orang Indonesia itu setiap bulan akan mendapat uang Rp 20 juta’. Gratis dari negara,” tandasnya.
Sebuah nilai yang fantastis, bukan? Uang 20 juta rupiah bagi setiap rakyat Indonesia setiap bulan, gratis dari negara bahkan tanpa harus bekerja. sebuah utopia yang sebenarnya bisa terjadi, dengan syarat semua celah korupsi di negeri ini ditutup. Menanggapi pernyataan itu, ramai para warganet mendesak Pemerintah tak sekadar berani menghukum berat (baca: hukum mati) para maling uang rakyat, namun juga harus memiskinkan mereka dengan cara menyita aset mereka untuk negara. Jika ini tidak dilakukan, selamanya lingkaran setan korupsi di negeri ini akan tetap ada. Sebab, tidak ada efek jera yang dirasakan para koruptor. Mereka seolah hanya pindah tidur dari rumah mewahnya ke hotel prodeo yang berdasarkan kasus yang sudah-sudah telah didesain seperti hotel bintang lima dengan berbagai fasilitas memadai. Dan ironisnya, aset kekayaan mereka juga tidak disentuh sama sekali.
Menurut Fockema Andrea, kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang turun ke banyak bahasa Eropa semisal corruption, corrupt (Inggris); corruption (Prancis); dan corruptie, korruptie (Belanda). Dari bahasa Belanda, kata itu terserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”. Secara hukum, pengertian korupsi ialah “tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi”.
Baca juga: Kedengkian Politik Menjadikan Ia Gembong Kemunafikan
Beberapa teori telah menjelaskan faktor penyebab korupsi. Menurut Teori Willingness and Opportunity to Corrupt, korupsi terjadi jika terdapat kesempatan/peluang kelemahan sistem, pengawasan kurang, dan sebagainya, dan niat/keinginan (didorong karena kebutuhan dan keserakahan). Menurut teori korupsi Jack Bologne GONE Theory, faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Organisasi, instansi, atau masyarakat luas dalam keadaan tertentu membuka faktor kesempatan melakukan kecurangan. Faktor kebutuhan erat dengan individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar. Dan, faktor pengungkapan berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. (Gone Greed Opportunity Need Expose).
Terlepas dari keyakinan yang dianut para koruptor yang didominasi para kafirin tersebut, yang jelas kita berbaik sangka bahwa tidak ada agama yang membolehkan umatnya mengambil hak orang lain, termasuk lewat jalan korupsi. Korupsi disebut sebagai kelakuan para oknum umat beragama belaka. Sebab, tidak mungkin orang yang percaya kepada Tuhan akan melakukan kejahatan kemanusiaan berupa korupsi. Negara yang mendeklarasikan diri sebagai negara Komunis semisal RRC sekali pun sangat membenci perilaku korupsi. Terbukti dengan konsistensi mereka yang selalu menghukum mati para pelaku korupsi, yang ironisnya tak berani dilakukan oleh sebuah negeri Islam terbesar di dunia. Artinya, tidak ada umat manusia dari golongan mana pun yang menyetujui tindakan kezaliman yang merugikan pihak lain dengan jalan memperkaya diri sendiri dan keluarganya itu.
Di dalam worldview Islam, korupsi yang merupakan bagian dari kecintaan berlebih terhadap dunia, adalah sebuah kedholiman yang sangat luar biasa. Perbuatan ini tidak hanya mengambil hak duniawi manusia sezamannya, tetapi juga sampai ke beberapa generasi berikutnya. Maka, tidak berlebihan jika Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam telah jauh hari menyatakan,
“Cinta dunia adalah biang keladi dari semua kesalahan.” – HR. Baihaqi
Imam Al-Fudhail bin Iyyadh Rahimahullah pernah berkata,
“Rasa takut seorang hamba kepada Allah sesuai kadar ilmunya tentang Allah, dan sikap kerendahannya terhadap dunia sesuai dengan kadar kecintaannya terhadap akhirat.” – Az-Zuhd al-Kabir hal. 74
Baca juga: Hak Perempuan dan Lelaki dalam Islam: Bukan Sama tetapi Adil
Di dalam Al Qur’an disebutkan mengenai perbedaan orang yang mengejar kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Salah satunya berbunyi,
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya; dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat.” – QS. As Syuro:20
Imam Nawawi Al Bantani Al Jawi Rahimahullah di dalam kitab tafsirnya mengenai ayat tersebut menjelaskan,
أي من كان يريد بأعماله ثواب الآخرة، نزد له ثوابه بالتضعيف إلى ما نشاء، ونزد له في تسهيل سبيل الطاعات، ونعطه من الدنيا ما كتبناه له
, (وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ)
أي ومن كان يريد بأعماله متاع الدنيا نعطه بعض ما يطلبه حسب ما قسمنا له، وما له في الآخرة ثواب، لأنه عمل للدنيا
“Maksudnya barangsiapa yang menghendaki pahala di akhirat dengan amalnya, maka Kami tingkatkan baginya pahalanya dengan berlipat ganda sesuai dengan kehendak Kami, dan Kami tambahkan baginya dalam kemudahan (menempuh) jalan ketaatan, dan Kami berikan kepadanya di dunia apa yang telah Kami tetapkan untuknya. Dan barangsiapa yang menghendaki kenikmatan dunia dengan amal-amalnya, maka Kami akan memberikan kepadanya sebagian dari apa yang dia minta sesuai dengan apa yang telah Kami bagikan kepadanya, dan dia tidak mendapat pahala di akhirat, karena dia bekerja untuk dunia (semata).” – Maroh Labid Li Kasyfi Makna Qur'anil Majid Lil Al Allamah Syekh Muhammad Umar Nawawi Al Jawi Al Bantani Jilid 2; hal 373; Cet. Pertama; Tahun 1997 M / 1417 H; Darul Kutub Ilmiah Beirut Lebanon
Imam As Shobuni di dalam menafsirkan surah As Syuro ayat 20 tersebut menjelaskan,
( رواه أحمد)
Penjelasan Imam Al Shobuni hampir tidak jauh berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Syaikhul Hijaz Imam Nawawi Banten sebelumnya. Namun, Imam Shobuni mencantumkan di akhir tafsirannya mengenai surah As Syuro ayat 20 tersebut dengan pernyataan,
“Tuhan Yang Maha Esa mengibaratkan beramal dengan (menabur), Petani menanam biji-bijian dan benih-benih, agar dapat dituai tanaman dan buahnya. Siapa yang menabur hanya untuk kehidupan duniawinya, maka ia rugi, dan siapa yang menabur untuk akhirat, dialah yang menang dan sukses. Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu berkata, ‘Barang siapa yang lebih mengutamakan kehidupan dunianya daripada akhirat, maka tidaklah Allah menjadikan baginya untuk mendapat bagian kecuali (bagian) Neraka, dan dia tidak akan menerima dari dunia ini melainkan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.’ Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Berilah kabar gembira bagi umat ini dengan (berupa) kemuliaan, keagungan, kemenangan, dan kedudukan yang teguh di muka bumi, selama mereka tidak mencari kehidupan dunia ini lewat amalan-amalan akhirat, karena barangsiapa di antara mereka yang mengerjakan amalan akhirat (alias menjual akhirat untuk dunia ini), maka tidak akan mendapat bagian di akhirat’.” – Tafsir Surah Al Syuro ayat 20; Tafsir Wadih Al Muyassar Lil Syekh Muhammad Ali Al Shobuni hal 1218 cet ke 8 tahun 2007 M / 1428 H Maktabah Al Alassrya Beirut Lebanon
Baca juga: Hari Bumi: Perlu Paradigma Tauhid dalam Upaya Menjaga Kelestarian Alam
Di dalam menafsirkan ayat 20 surah As Syuro tersebut, ada titik sama para Mufassirin yang patut dijadikan perhatian kita, yakni saat menyebut orang yang melakukan amalan untuk kehidupan akhirat maka Allah akan memberikannya bahkan melipat gandakan bagi mereka pahalanya. Artinya, kebahagiaan di dunia dan akhirat didapat sekaligus. Namun, saat menyebut golongan yang hanya fokus memperlelah diri untuk kehidupan duniawi semata, maka dijelaskan bahwa Allah hanya memberikan sebagian (بعض) bukan semua (كله), dan ironisnya di akhirat mereka tidak mendapatkan bagian apa-apa dari kenikmatan surgawi. Artinya, kehidupan dunia yang diperjuangkan dengan segala kepayahan baik dengan jalur yang benar maupun dengan jalan yang kotor (korupsi, misalnya), maka yang mereka dapatkan hanyalah sebagian belaka sesuai yang sudah ditakar kadarnya oleh Allah bagi mereka. Dan di akhirat, mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan neraka belaka. Dan inilah kerugian paling besar bagi manusia dalam worldview Islam.
Sebenarnya, Islam tidak melarang manusia menikmati dunia. Namun, semua harus sesuai batasan agar tidak berlebihan. Allah SWT berfirman,
“…makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” – QS. Al A’raf:31
Walhasil sebagai penutup, penulis mengutip hadits dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu Anhu. Beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
“Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” – HR. Bukhari no.6436
Sedemikian hebatnya godaan dunia bagi manusia. Maka, seyogianya kita selalu meminta perlindungan kepada Allah Swt darinya. Ada satu doa yang sering didawamkan oleh para salafus saleh selama hidupnya yang bisa kita ikuti, yaitu, “Ya Allah, letakkan dunia di tangan kami jangan letakkan dunia di hati kami.”
Wallahu a’lam bishowab.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!