Kronologi Tragedi Rempang Versi Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang

Kronologi Tragedi Rempang Versi Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang
Tangkapan Layar Google Maps, Jembatan 4 Barelang / Sabili.id

Tragedi Rempang yang terjadi di Jembatan 4 Barelang, Kota Batam, Kepulauan Riau, 7 September 2023, itu muncul akibat aktivitas pematokan tanah sebagai bagian dari kegiatan memuluskan proyek Rempang Eco-city. Proyek tersebut akan digarap oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama perusahaan swasta Bernama PT Makmur Elok Graha (MEG). Peristiwa kekerasan itu sontak memantik kemarahan publik, ditandai munculnya berbagai kecaman dari begitu banyak kelompok masyarakat.

Merespon hal tersebut, “Solidaritas Nasional untuk Rempang” mengirim tim investigasi untuk mengetahui peristiwa yang terjadi itu secara riil, langsung dari lapangan. “Solidaritas Nasional untuk Rempang” adalah tim gabungan dari beberapa lembaga yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Pekanbaru, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), WALHI Riau, Komisi Untuk Orang hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Trend Asia. Pada 11-13 September 2023, tim tersebut melakukan pengumpulan data dan menghasilkan sejumlah temuan serta analisis.

Tim tersebut melakukan metode observasi lapangan dan wawancara terhadap sejumlah pihak secara langsung di Pulau Rempang. Di dalam penelitian itu, mereka mengatakan, cukup kesulitan mencari data, khususnya data primer, karena situasi Pulau Rempang ketika itu cukup mencekam di waktu mereka melakukan berkunjung ke Rempang. Berikut ini hasil temuan mereka yang disampaikan dalam konferensi pers pada Ahad, 17 September 2023, di Jakarta.

Beberapa kampung sepi ditinggalkan penghuninya. Berdasarkan informasi, hal itu tak terlepas dari takutnya masyarakat pasca peristiwa tanggal 7 September 2023 tersebut. Pasca ramainya publik mengecam kekerasan aparat beserta penggunaan gas air mata di Rempang, Polri dalam beberapa kesempatan melakukan klarifikasi. Misalnya, Polri menyatakan bahwa tidak ada korban pada peristiwa Rempang dan penggunaan gas air mata telah sesuai prosedur, sehingga tak perlu ada yang dievaluasi. Padahal, berdasarkan temuan di lapangan, apa yang diungkapkan tersebut jelas keliru dan menyesatkan publik, karena faktanya terdapat sejumlah korban di lapangan. Selain itu, kami menilai penggunaan gas air mata pun tidak dilakukan secara terukur. Salah satunya dibuktikan dengan ditembakkannya gas air mata ke lokasi yang tidak jauh dari gerbang sekolah, yaitu SMPN 22 Galang dan SDN 24 Galang.

Baca Juga : Rempang (Silakan) Disayang, Warga (Jangan) Ditendang karena Bisa Jadi Kubangan

Jejak Peristiwa dan Kronologi Peristiwa Rempang

  1. Tanggal 26 Agustus 2004, Tomy Winata mewakili PT Makmur Elok Graha (MEG) dan Pemerintah Kota Batam menandatangani perjanjian pengembangan dan pengelolaan Kawasan Rempang seluas 17.000 Hektare, Pulau Setokok seluas 300 Hektare, dan Pulau Galang seluas 300 Hektare. Proyek tersebut kemudian dikenal dengan nama Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE). Proyek tersebut terhambat karena dugaan korupsi.
  2. Tahun 2023, proyek itu masuk ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional yang tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Proyek tersebut berlangsung dalam rentang waktu hingga tahun 2080, dan akan merelokasi 10.000 warga Rempang - Galang. Warga Pulau Rempang - Galang melakukan penolakan terhadap proyek tersebut karena akan menggusur warga dari 16 kampung tua di Rempang-Galang.
  3. Bulan Juli hingga Agustus 2023, warga di Pulau Rempang mendapatkan ancaman kriminalisasi melalui Surat Pemanggilan dari Polres Barelang, Polda Kepri, hingga Kejaksaan Agung, dengan berbagai dalih pasal terkait Perbuatan melawan hukum yang menghambat investasi dan menimbulkan kerugian negara, Pendudukan lahan secara ilegal, penyerobotan tanah negara, Pemungutan tiket ilegal, Pemerasan, Berusaha di tanah negara, dan Perusakan terumbu karang.
  4. Pada 13 Agustus 2023, Ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Rempang dijemput paksa oleh polisi di rumahnya tanpa ada surat perintah penangkapan yang jelas. Namun, upaya penjemputan tersebut berhasil digagalkan oleh warga.
  5. Pada 21 Agustus 2023, warga membangun posko jaga yang digunakan untuk menghadapi intimidasi dan ancaman yang secara berkala terus diterima oleh warga.
  6. Pada 5 September 2023, Kapolresta Batam bersama Dandim 0316 Batam menyambangi tokoh masyarakat dan Tokoh Agama di Rempang dan Galang secara langsung atau door to door.
  7. Di waktu bersamaan, warga Pulau Rempang mendapat informasi bahwa akan diadakan kegiatan pemasangan patok tata batas dan cipta kondisi di wilayah Rempang, Kecamatan Galang, pada Kamis, 7-10 September 2023.
  8. Pada 6 September 2023, warga menutup akses masuk ke Pulau Rempang dengan melakukan berbagai aksi.
  9. Pada 7 September 2023, pukul 07.00, warga mulai berkumpul di Jembatan 4 Barelang yang merupakan lokasi jalur yang digunakan oleh aparat keamanan untuk menuju lokasi pengukuran.
  10. Pada 7 September 2023, Pukul 09.51 WIB, aparat gabungan dari TNI, Polisi, Satpol PP, dan Ditpam Batam, membentuk barisan di depan jembatan dari arah berlawanan dengan warga. Aparat gabungan tersebut kemudian bergerak ke arah warga yang berdiri di ujung jembatan. Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho, dengan pengeras suara meminta warga untuk mundur.
  11. Proses negosiasi yang dilakukan oleh warga dengan pihak aparat gabungan tidak menemukan titik temu, sehingga ketika aparat mulai merangsek masuk ke kampung, terjadi lemparan gelas plastik, botol plastik, hingga batu, dari arah warga. Aparat kemudian melakukan tindakan balasan dengan menyemprotkan water cannon dan menembakkan gas air mata.
  12. Bahwa gas air mata yang ditembakkan oleh aparat gabungan setidaknya masuk ke lokasi yang tidak jauh dari pintu gerbang sekolah, yaitu SMPN 22 Galang dan SDN 24 Galang.
  13. Bahwa pada saat bentrokan terjadi, warga dan guru meminta tidak ada penembakan gas air mata karena terdapat anak-anak SD. Berdasarkan keterangan seorang warga di lapangan, tiba-tiba asap gas air mata sudah sampai di atap sekolah. Asap gas air mata yang masuk ke SDN 24 Galang mengakibatkan guru dan murid-murid SD histeris, menangis, hingga berlarian ke luar kelas untuk mengevakuasi diri.
  14. Pukul 10.10 WIB, saat polisi mengejar massa aksi ke arah SMPN 22 Galang, pihak sekolah telah mengimbau agar tidak menembakkan gas air mata ke arah sekolah, karena proses pembelajaran sedang berlangsung. Namun, imbauan itu diabaikan, gas air mata tetap digunakan, sehingga mengakibatkan guru-guru dan murid-murid SMPN 22 Galang pun berhamburan, berlari mengevakuasi diri hingga ke bukit di belakang sekolah.
  15. Berdasarkan keterangan warga lainnya, terdapat setidaknya 11 murid dan seorang guru SMPN 22 Galang dilarikan ke RSUD Embung Fatimah, dan banyak korban lainnya dilarikan ke RS Marinir.
  16. Aparat gabungan menangkap 8 orang yang dinyatakan telah melawan petugas selama bentrokan terjadi. Kedelapan orang tersebut disangkakan pasal 212, 213, 214 KUHP dan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
  17. Setelah bentrokan terjadi, aparat gabungan mendirikan 2 pos tambahan, yaitu di Jembatan 4 dan di rest area Galang.
  18. Pada 8 September 2023, aparat gabungan yang terdiri dari Polri, TNI, dan Pemko Batam, melakukan pengamanan pengukuran dan pemasangan Patok Tata Batas. Pengukuran tersebut tidak mendapatkan perlawanan dari warga, karena warga sedang berfokus untuk menjaga kampungnya masing-masing.
  19. Bahwa Aliansi Pemude Melayu mengirimkan surat pemberitahuan aksi kepada Kapolresta Barelang.
  20. Pada 9 September 2023, satu dari delapan orang yang ditangkap dipulangkan karena dinilai tidak cukup bukti sedangkan 7 lainnya naik status menjadi tersangka.
  21. Pada 10 September 2023, Aliansi Pemude Melayu membatalkan aksi unjuk rasa di BP Batam agar menangguhkan 7 warga yang ditetapkan sebagai tersangka.
  22. Pada 11 September 2023, Laskar Pembela Marwah Melayu (LPMM) dan Gagak Hitam tetap melakukan aksi unjuk rasa di BP Batam. LPMM sendiri datang dari berbagai daerah melayu, di antaranya warga Melayu Kalimantan Barat, Siak Riau, dan Lingga Kepri.
  23. Aksi unjuk rasa tersebut berujung bentrok, karena massa aksi merasa kecewa dengan BP Batam dan Pemerintahan Kota Batam. Massa aksi kemudian dipukul mundur oleh aparat gabungan yang terdiri dari Polri, TNI, Satpol PP, dan Ditpam Batam hingga Lembaga Adat Melayu.
  24. Di dalam proses memukul mundur massa aksi, Polri kembali menggunakan gas air mata dan secara serampangan menembakkan gas air mata ke massa aksi dan lingkungan sekitar. Polisi juga tidak mengamankan ataupun menutup jalan raya, sehingga pengguna jalan juga turut merasakan perihnya gas air mata.
  25. Pasca aksi di BP Batam, 28 orang ditangkap oleh Polresta Barelang dan 15 orang yang ditangkap oleh Polda Kepri.
Baca Juga : Solidaritas Nasional untuk Rempang Desak Penyelidikan Serius atas Dugaan Pelanggaran HAM Berat

Berdasarkan fakta-fakta di atas, “Solidaritas Nasional untuk Rempang” menyimpulkan bahwa telah terjadi dugaan Pelanggaran HAM pada peristiwa kekerasan di Rempang tanggal 7 September 2023 sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Selain itu, rentetan pelanggaran HAM yang terjadi di Rempang merupakan pelanggaran terhadap berbagai instrumen HAM nasional maupun internasional. Adapun instrumen yang dimaksud semisal nilai HAM dalam konstitusi, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, International Covenant on Civil and Political Rights sebagaimana sudah Indonesia ratifikasi lewat UU Nomor 12 Tahun 2005. Dengan demikian, sudah cukup bagi Komnas HAM untuk menyatakan tragedi di Rempang pada 7 September 2023 sebagai peristiwa Pelanggaran HAM. 

Sumber: Laporan Hasil Temuan Awal Investigasi atas Peristiwa Kekerasan dan Pelanggaran HAM 7 September 2023 di Pulau Rempang, oleh Solidaritas Nasional untuk Rempang yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI ), WALHI Riau, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Trend Asia.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.