Bukan rahasia. Ramadhan adalah bulan sibuknya para ustadz. Di tengah situasi sedang puasa, para ustadz bukannya menganggur, justru job datang bejibun. Dari subuh, mereka sudah mendapatkan jadwal kegiatan, mengisi kuliah subuh. Memasuki jam 10.00 pagi, ada jadwal mengisi kajian di Pesantren Kilat, sampai waktu zuhur tiba. Istirahat sejenak, bakda ashar sudah harus kembali mengisi kajian di kegiatan iftar jamai sampai magrib. Sekadar berbuka dan memimpin sholat magrib, lalu pak ustadz langsung pamit untuk mengisi kultum sekaligus menjadi imam tarawih di masjid lain. Bahkan tak sempat makan berat!
Sebagaimana julukannya, Sahrul Tarbiyah, salah satu berkah Ramadhan adalah banyak kaum muslimin yang menyempatkan diri untuk lebih serius mendalami ajaran Islam di bulan ini. Forum iftar jamai, pesantren kilat, tarawih, dan acara buka puasa bersama selalu dilengkapi dengan acara kajian. Tentu dalam berbagai format dan durasi yang beragam.
Meningkatnya animo masyarakat untuk mendalami ajaran Islam di bulan Ramadhan tampaknya terkait banyak hal. Pertama, umumnya kaum muslimin memiliki keinginan untuk mengoptimalkan keberkahan bulan suci Ramadhan. Sebab, ibadah apa pun di bulan Ramadhan akan dilipat gandakan pahalanya oleh Allah azza wa jalla. Hal ini amat memotivasi para shoimin dan shoimat untuk rajin hadir ke majelis ilmu, tausiyah, dan event keislaman yang lainnya.
Kedua, Waktu lebih lapang. Saat bulan suci tiba, kantor pemerintah umumnya mengambil kebijakan memulangkan para pegawai lebih cepat. Demikian juga dengan perusahaan swasta, dan kegiatan ekonomi mandiri lainnya. Kelapangan waktu dan hasrat untuk mengoptimalkan keberkahan Ramadhan membuat kaum muslimin lebih memiliki kesempatan untuk ikut rangkaian kajian keislaman.
Ketiga, kebiasaan baik yang telah menjadi tradisi di Indonesia. Ini patut kita syukuri. Yaitu, bulan Ramadhan selalu menjadi bulan tarbiyah/pendidikan. Dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, di pesantren dan di masjid-masjid, bahkan di tengah masyarakat, kegiatan dakwah atau tarbiyah Islam marak dijumpai. Lahirlah aneka paket kegiatan pendidikan, semisal Sanlat Ramadhan, Kuliah Tujuh Menit, Tausiyah Jelang Buka, dan lain sebagainya.
Inilah yang membuat jam terbang para ustadz melonjak tinggi. Jumlah Ustadz terbatas dan kumpulan jamaah yang perlu dilayani begitu banyak. Wajar, jika dalam satu hari, satu orang ustadz bisa menclok di tiga mimbar yang berbeda. Pagi di Bekasi, siang di Jakarta, malamnya di Depok. Begitulah seterusnya.
Puncaknya terjadi saat Ramadhan memasuki sepuluh hari yang ketiga, atau masuk hari kedua puluh ibadah puasa. Meski jamaah salat tarawih umumnya telah berkurang, namun acara dan jadwal para ustadz makin padat. Malam dua puluh ke atas, para shoimin berburu Lailatul Qadar. Hampir di semua masjid di kawasan Jabodetabek menyelenggarakan kegiatan iktikaf.
Entah mengapa, para jamaah dan pihak Dewan Kemakmuran Masjid selalu merasa iktikaf makin afdol jika diisi tausiyah para ustadz, atau didampingi para ustadz, dan dipimpin oleh seorang ustadz. Padahal, tidak selalu harus begitu dalam mengisi kegiatan iktikaf. Tetapi apa pun bentuknya, kegiatan tersebut tetap sangat baik dan bermanfaat bagi proses tarbiyah Islamiyah.
Para ustadz harus menyiapkan suplemen dan jamu yang benar-benar tok-cer. Sebab, undangan mengisi tausiyah dalam rangka iktikaf semakin banyak. Stamina tak boleh kendur. Perjuangan baru akan sampai pada puncaknya. Tak boleh ada kata lelah, apalagi sakit.
Setumpuk surat undangan untuk mengisi kegiatan iktikaf telah menanti. Kalender meja 10 hari terakhir bulan Ramadhan pun telah penuh lingkaran dan coretan di sana-sini. Tak puas dengan catatan di kalender meja, notifikasi, pin, dan agenda di gadget juga telah di-setting sedemikian rupa. Intinya untuk mengingatkan, jangan sampai lupa, jadwal di hari apa dan jam berapa yang masih kosong! Mungkin masih ada undangan yang akan menyusul.
Masya Allah. Barokah ilmu ustadz. Barokah waktu dan umur ustadz. Barokah rezeki ustdaz.
Mendidik umat tiada henti, mengajarkan hikmah Ramadhan, mengajarkan keutamaan iktikaf, berputar dari satu masjid ke masjid lain di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Saat waktunya habis, menyisakan sebuah tanya pada diri sendiri: “Para jamaah telah iktikaf. Lah, ustadz iktikafnya kapan?”
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!