Ketua Umum Pemuda ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), Dr. Ismail Rumadan, mengatakan, selama ini kita kurang peduli terhadap riset. Hal itu salah satu yang menyebabkan saat ini kita mengalami memunduran di dunia intelektual. Ia mengatakan pendapat itu sebagai penyataan terakhir sebelum penutupan acara diskusi publik yang digelar Pemuda ICMI pada Rabu (8/1/2025).
“Kenapa hari ini dunia intelektual kita mundur? Itu karena kita dikejar substansi saja, mengejar hak, tidak peduli di dalam jurnal atau riset itu ada perampokan, pencurian, plagiat, yang penting adalah hasil akhirnya. Para Intekektual kita ini saat ini disibukkan oleh hal-hal substantif,” katanya.
Di dalam diskusi publik yang mengangkat topik “Tantangan dan Harapan dalam Pengembangan Kualitas Riset di Indonesia” itu, hadir sebagai narasumber adalah Prof. Cahyo Pamungkas, Ph.D dari BRIN dan Ketua Umum MPP Pemuda ICMI Dr. Ismail Rumadan, SH, MH.
“Pada kesempatan ini, kami akan berbagi pengalaman mengenai tantangan dan harapan dalam pengembangan kualitas riset di Indonesia. Beberapa pengamatan saya selama 5 tahun terakhir,” ucap Prof. Cahyo Pamungkas yang adalah peneliti ahli utama BRIN RI itu.
Di dalam presentasi Cahyo, terdapat beberapa poin yang dapat diambil kesimpulannya. Pertama adalah pengantar tentang dua paradigma atau konsep pemikiran. Kedua adalah tantangan pengembangan penelitian sosial.
Dua Paradigma atau Konsep Pemikiran
Cahyo lantas menguraikan dua paradigma atau konsep pemikiran. Pertama, obyektifikasi riset (riset sebagai tipe ideal). Ini adalah sebuah konsepsi yang menekankan riset sebagai tipe ideal di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Artinya, biarkan riset berjalan secara ilmiah. Kegunaan riset ini ada tiga, yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, untuk menyelesaikan permasalahan sosial, serta riset untuk memberi masukan kepada pemerintah.
Kedua, politisasi riset (intervensi kekuasaan terhadap riset, riset justru menciptakan hegemoni tertentu). Betapa di dalam proses penelitian ini ada intervensi kekuasaan terhadap riset. Riset justru menciptakan hegemoni pemikiran tertentu. Riset yang dilakukan kini jauh dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Di dalam tantangan ke depan, tidak hanya di BRIN tetapi juga di perguruan tinggi, bahwa riset menjadi hegemoni yang serius.
Tantangan Pengembangan Penelitian Sosial
Diskusi publik tersebut pun menyimpulkan, terdapat empat tantangan pengembangan penelitian sosial. Pertama, adanya orientasi hegemonic sosial semisal nativism, Asian value, nepotism, dan feodalism. Kedua, Rejim Indeksi Scopus. Bagaimana prosesnya tidak ada persiapan. Scopus itu menjadi narasi penghukuman, bukan reward. Jadi, orang menulis scopus karena takut tidak jadi naik pangkat atau tunjangannya dipotong.
Ketiga, objektifikasi ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan yang meritokrasi dan meneruskan upaya LIPI dan BRIN. Keempat, riset harus ditujukan untuk menjawab persoalan di masyarakat, bukan semata-mata persoalan akademik.
Yang menarik, melalui diskusi tersebut, seorang peserta menyampaikan harapan untuk peningkatan kualitas riset di Indonesia. “Riset ke depannya harus berkualitas. Bukan hanya dikejar kuantitas. Sehingga, pada kasus mahasiswa saat ini, sarjana yang dihasilkan adalah bukan sarjana buru-buru,” katanya.
Pemuda ICMI sendiri merupakan organisasi otonom yang mewadahi para intelektual muda di lingkungan ICMI. Sebelumnya, Pemuda ICMI bernama Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan didirikan pada 8 Oktober 1993. Perubahan nama itu secara resmi diputuskan dalam musyawarah nasional luar biasa (munaslub) di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, 17 September 2022. Perubahan nama Masika ICMI menjadi Pemuda ICMI merupakan respon terhadap keputusan dan rekomendasi Muktamar ICMI 2021 yang memasukkan organisasi kepemudaan di dalam struktur Majelis Pimpinan Pusat (MPP) ICMI.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!