Pekan lalu merebak kabar tentang ditemukannya grup WhatsApp Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) pada sejumlah siswa SD (Sekolah Dasar) di Pekanbaru, Riau. Temuan tersebut didapat ketika sejumlah guru sekolah melakukan razia terhadap ponsel para siswa di sejumlah SD tersebut. Dikhawatirkan, temuan itu mengindikasikan bahwa siswa-siswa SD itu memiliki komunitas bagi mereka yang LGBT.
Menyikapi temuan yang lantas menjadi viral itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pun memantau temuan tersebut. KemenPPPA juga meminta Pemerintah Kota Pekanbaru mendalami temuan grup WA LGBT di kalangan siswa SD.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menyebut temuan itu didalami agar dapat mereka temukan akar masalahnya. Nahar bahkan mengatakan, perlu solusi psikologis untuk memperbaiki perilaku para siswa SD, terutama terkait hal itu.
Sedangkan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, seperti dikutip detik.com, Senin (19/6/2023), mengatakan, ia akan segera mengumpulkan seluruh kepala sekolah hingga tingkat SMP, terkait kabar tentang perilaku LGBT di sekolah. Ia menyebut, sebelumnya Grup WA semacam itu ditemukan hanya pada murid SMA. Jika sekarang juga ditemukan di kalangan siswa SD, tentu menjadi hal yang miris.
Adalah wajar jika kini kita kian khawatir pada gerakan LGBT. Sebab, kalangan LGBT kian berani secara terbuka menyiarkan promosi atau iklan tentang kaum LGBT di media sosial. Kini, ada berita promosi itu menjalar ke sekolah kampus, atau tempat umum lainnya. Tentu, banyak pihak khawatir fenomena ini akan terus membayangi generasi penerus bangsa, kendati ormas, LSM, MUI (Majelis Ulama Indonesia), dan jajaran pemerintah secara massif melakukan penolakan. Salah satu kekhawatiran adalah jika gerakan LGBT dibiarkan eksis di Indonesia adalah akan ada upaya legalisasi perkawinan sejenis.
Ingat, Allah SWT melarang perilaku menyimpang LGBT. Sebagaimana terdapat dalam QS. Al A’raf ayat 80-84. Artinya: “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya) (ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakanoleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri”. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutpengikutnya kecuali isterinya, dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu), maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu”.
MUI pun telah menegaskan sikap terhadap LGBT. Di dalam Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan, dengan tegas MUI memfatwakan bahwa pelaku sodomi (liwāṭ), baik lesbian maupun gay, hukumnya adalah haram dan merupakan bentuk kejahatan, dikenakan hukuman ta'zīr yang tingkat hukumannya bisa maksimal, yaitu sampai hukuman mati. Dalam hal korban dari kejahatan (jarīmah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.
Tentang operasi kelamin atau transgender, dalam Musyawarah Nasional II Tahun 1980, MUI telah mengeluarkan Fatwa. Dalam fatwa tentang Operasi Perubahan/Penyempurnaan Kelamin tersebut, ada 3 hal yang diputuskan. Pertama, mengubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karena bertentangan dengan Al Qur’an surat An Nisa ayat 19 dan bertentangan pula dengan jiwa syara’. Kedua, orang yang kelaminnya diganti, kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah. Ketiga, seorang khunthā (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelaki-lakiannya, demikian pula sebaliknya, dan hukumnya menjadi positif (laki-laki).
Kini, semua pihak tetap harus mengantisipasi munculnya perilaku menyimpang semacam LGBT agar tidak menjalar ke anak-anak, apalagi di sekolah dasar. Sebab, saat ini gerakan LGBT telah membayangi anak-anak hingga ke lingkungan sekolah. Bukan hanya orangtua dan guru, tanggung jawab pemerintah seharusnya lebih ditunjukkan dalam menyikapi temuan grup WA LGBT di sekolah. Sebab, tidak mungkin ada sebuah gerakan tanpa target dan tujuan akhir dari perjuangannya.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!